Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, karut-marut penegakan hukum di Indonesia makin tampak jelas setelah mencuatnya kembali kasus perseteruan antarlembaga penegak hukum, yakni KPK vs Polri. Sejatinya, karut-marut penegakkan hukum di negeri ini sudah sejak lama berlangsung. Hukum sekular di negeri ini sejak awal tak pernah menampakkan wajah keadilannya. Banyak pelaku kriminal besar, misal koruptor, dihukum ringan, bahkan dibebaskan. Kalaupun mereka diproses secara hukum, sering prosesnya lambat dan berlarut-larut. Sebaliknya, lebih banyak lagi kasus pelaku kriminal kecil, seperti kasus pencuri ayam, sendal jepit atau barang ‘remeh-temeh’ lainnya, diproses cepat dengan hukum yang kadang berat, tidak sebanding dengan kejahatannya.
Di tangan segelintir orang—baik pejabat, tokoh politik, pengusaha kaya, bahkan aparat penegak hukum—hukum sering sekadar dijadikan alat untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Hukum dijadikan alat tawar-menawar. Masing-masing memanfaatkan kelemahan lawan yang memang kebetulan tersangkut kasus hukum. Akibatnya, dengan memanfaatkan celah hukum, mereka saling sandera. KPK menyandera Polri. Sebaliknya, Polri balas menyandera KPK. Masing-masing saling melemahkan dan menjatuhkan. Padahal masing-masing adalah lembaga penegak hukum. Ini hanyalah salah satu contoh saja. Masih banyak contoh lainnya terkait bagaimana hukum dipermainkan dan diperalat untuk kepengtingan pribadi dan kelompok, bukan untuk menegakkan keadilan dan kepentingan masyarakat.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Apa akar pernyebabnya? Masihkah kita bisa berharap keadilan terwujud di negeri yang sistem hukumnya kacau dan karut-marut, dengan aparat penegak hukumnya yang banyak bermasalah? Apakah bisa karut-marut penegakan hukum ini diselesaikan, sementara sistem hukumnya, produk hukumnya dan aparat hukumnya bermasalah? Adakah solusinya? Bagaimana caranya?
Di seputar itulah tema utama al-waie kali ini, selain tema-tema menarik lainnya, yang tentu juga penting untuk dibaca. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.