HTI

Seputar Khilafah

Departemen Perang Dan Amirul Jihad

Pengemban dakwah Islam ke luar negeri merupakan aktivitas pokok negara Khilafah Islam setelah penerapan hukum-hukum Islam di dalam negeri. Metode mendasar untuk mengemban dakwah Islam ke luar negeri adalah jihad, yaitu perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat-Nya. Perang memerlukan adanya pasukan, persiapan, pembentukan formasi kepemimpinan, formasi batalion tempur, para komandan, dan tentaranya. Perang juga memerlukan latihan, pembekalan dan logistik (Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilafah, hlm. 79; An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, II/ 153). Karena itu diperlukan departemen khusus yang menangani semua hal yang berhubungan dengan jihad tersebut.

Telaah Kitab kali ini akan membahas Rancangan UUD (Masyru’ Dustur) Negara Islam pasal 61, yang berbunyi: “Departemen Peperangan menangani seluruh urusan yang berkaitan dengan kekuatan bersenjata seperti tentara, polisi, persenjataan, peralatan, logistik dan sebagainya; termasuk akademi-akademi militer, misi-misimiliter, serta semua pemikiran Islam (tsaqafah islamiyah) dan pengetahuan (tsaqafah) umum yang diperlukan bagi tentara; juga semua hal yang berhubungan dengan peperangan dan penyiapannya. Pemimpin departemen ini disebut Amirul Jihad.” (Hizbut Tahrir, Masyru’ Dustur Dawlah al-Khilafah, hlm. 18).

Departemen Perang dan Amirul Jihad

Departemen Perang (Da’irah al-Harbiyah) merupakan salah satu instansi negara Khilafah Islam. Pemimpinnya disebut dengan Amirul Jihad, tidak disebut dengan Mudirul Jihad (Direktur Jihad). Amirul Jihad diangkat oleh Khalifah. Mengapa ia disebut dengan Amirul Jihad? Karena ia memimpin sebuah departemen yang terkait erat dengan semua urusan jihad (Zallum, Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 141). Selain itu karena Rasulullah saw. menyebut komandan pasukan dengan sebutan amîr. Ibn Saad telah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

أَمِيرُ النّاسِ زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ فَإِنْ قُتِلَ فَجَعْفَرُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَإِنْ قُتِلَ فَعَبْدُ اللّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَإِنْ قُتِلَ فَلْيَرْتَضِ الْمُسْلِمُونَ بَيْنَهُمْ رَجُلًا فَلْيَجْعَلُوهُ عَلَيْهِم

Pemimpian (amir) Pasukan (Mu’tah) adalah Zaid bin Haritsah. Jika Zaid gugur maka (digantikan oleh) Ja‘far bin Abi Thalib. Jika Ja’far gugur maka (digantikan oleh) Abdullah bin Rawahah. Jika Abdullah gugur maka hendaklah kaum Muslim memilih salah seorang laki-laki di antara mereka, lalu ia jadikan sebagai pemimpin (amir) mereka.” (Ibnu Saad, Ath-Thabaqat al-Kubra’, II/128).

Bahkan para Sahabat menyebut Pasukan Mu’tah sebagai Jaisy al-Umara’, pasukan para pemimpin (amir). Buraidah ra. berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِى خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا

Rasulullah saw., jika mengangkat seorang pemimpin (amir) sebuah pasukan atau detasemen, berpesan kepada mereka, terutama pemimpinnya, agar bertakwa kepada Allah dan berlaku baik pada kaum Muslim yang bersama dia (HR Muslim).

Dengan demikian, Departemen Peperangan (Da’irah al-Harbiyah) merupakan instansi negara Khilafah Islamyang menanganisemua urusan terkait dengan angkatan bersenjata, seperti pasukan, logistik, persenjataan, peralatan, amunisi dan sebagainya; menangani akademi-akademi militer, misi-misi militer, pemikiran Islam (tsaqafah Islamiyah) dan pengetahuan (tsaqafah) umum yang diperlukan bagi tentara; serta menangani segala hal yangberhubungan dengan peperangan dan persiapannya. Termasuk dalam wewenang Departemen Perang (Da’irah al-Harbiyah) ini adalah menyebarkan mata-mata (intel) untuk memata-matai kaum kafir harbi; juga membentuk lembaga yang melaksanakan misi intelijen ini di bawah wewenangnya (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustur, hlm. 203; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilafah, hlm. 86; Zallum, Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 144).

Dalil Kewenangan Departemen

Dalil-dalil terkait wewenang Departemen Perang (Da’irah al-Harbiyah) sebagaimana tersebut sudah masyhur di dalam Sirah(sejarah) Rasulullah saw. Pertama: Dalil-dalil tentang kewajiban mempersiapkan kekuatan. Allah SWT berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ

Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi, juga kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu), kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui, sementara Allah tahu (QS al-Anfal [8]: 60).

Ayat ini memerintahkan agar memper-siapkan sebanyak mungkin peralatan (persenjataan) untuk jihad. Dengan itu setiap musuh, baik yang memusuhi dengan terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi, menjadi gentar dan ketakutan (Ar-Razi, Mafatih al-Ghayb, 15/192).

Ibnu Saad meriwayatkan dari Makhul:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَصَبَ الْمَنْجَنِيقَ عَلَى أَهْلِ الطَّائِفِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا

Sesungguhnya Nabi saw. telah memasang manjaniq (alat pelontar batu) untuk menyerang penduduk Thaif selama empat puluh hari (Ibnu Saad, Ath-Thabaqat al-Kubra, II/159).

Kedua: Dalil-dalil tetang kewajiban mengadakan pelatihan. Imam Muslim meriwayatkan dari Uqbah bin Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. pada saat di atas mimbar membaca firman Allah SWT (yang artinya): Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi (TQS al-Anfal [8]: 60). Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah.

Ini menunjukkan bahwa membuat persiapan untuk berjihad dengan anak panah dan persenjataan lainnya, serta berlatih menunggang kuda dan memanah hukumnya adalah wajib, yakni wajib kifayah (Ar-Razi, Mafatih al-Ghayb, 15/192).

Ketiga: Dalil-dalil tentang pengetahuan (tsaqafah) yang diperlukan oleh tentara. Allah SWT berfirman (yang artinya): Sesungguhnya Allah telah membeli dari kaum Mukmin diri dan harta mereka dengan imbalan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Quran. Siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari Allah? Karena itu bergembiralah dengan jual-beli yang telah kalian lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar, serta yang memelihara hukum-hukum Allah. Gembirakanlah Mukmin itu (QS at-Taubah [9]: 111-112).

Artinya, menurut Allah SWT, agar kita termasuk orang-orang yang bergembira (mendapatkan surga dan ridha Allah), maka belum cukup dengan hanya berjihad dengan jiwa dan harta, namun harus lebih dari itu; yaitu menjadi orang yang bertobat, beribadat, berpuasa, shalat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar, menjaga hukum-hukum Allah, dengan terus menjaganya dan tidak melanggarnya untuk memastikan agar benar-benar selamat (Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustur, hlm. 205).

Dalam hal ini, banyak hadis yang menunjukkan keutamaan berjihad di jalan Allah, sebagai pengetahuan (tsaqafah) yang perlu dimiliki seorang tentara, di antaranya adalah hadis dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Kedudukan orang yang berada di barisan jihad di jalan Allah lebih utama di sisi Allah dari ibadahnya seseorang selama enam puluh tahun.” (HR al-Hakim).

Keempat: Dalil-dalil tentang kewajiban mengobarkan semangat berperang. Allah SWT berfirman:

فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلَّا نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيل

Karena itu berperanglah kamu di jalan Allah. Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat kaum Mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-(Nya) (QS an-Nisa’ [4]: 84).

Ibnu Ishak meriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw. keluar menemui para Sahabat. Lalu beliau mengobarkan semangat berperang mereka, dengan bersabda:

وَاَلّذِي نَفْسُ مُحَمّدٍ بِيَدِهِ لَا يُقَاتِلُهُمْ الْيَوْمَ رَجُلٌ فَيُقْتَلُ صَابِرًا مُحْتَسِبًا مُقْبِلًا غَيْرَ مُدْبِرٍ إلّا أَدْخَلَهُ اللّهُ الْجَنّة

Demi Zat yang jiwa Muhammad ada dalam kekuasaan-Nya. Tidaklah seorang laki-laki yang hari ini memerangi mereka (kaum kafir), lalu ia terbunuh dalam keadaan sabar dan hanya berharap ridha Allah, dengan terus maju, tidak mundur dan melarikan diri, kecuali Allah memasukkan ia ke dalam surga (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, III/337).

Kelima: Dalil-dalil tentang perlunya menanamkan kesabaran dan keteguhan dalam menghadapi musuh. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, jika kalian memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung (QS al-Anfal [8]: 45).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Abu Aufa bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

إِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا

Jika kalian bertemu dengan mereka (musuh), maka bersabarlah.

Keenam: Dalil-dalil tentang keutamaan melakukan penjagaan bagi tentara untuk mencegah serangan tiba-tiba. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

عَيْنَانِ لا تَمَسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Ada dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang tidak tidur semalaman karena berjaga-jaga di jalan Allah (HR at-Tirmidzi).

Ibnu Umar ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pun pernah bersabda:

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِلَيْلَةٍ أَفْضَلَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ حَارِسٌ حَرَسَ فِى أَرْضِ خَوْفٍ لَعَلَّهُ أَنْ لاَ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ

Maukah aku beritahu kalian suatu malam yang lebih utama dari lailatul qadar (suatu malam di bulan Ramadhan yang lebih baik dari seribu bulan), yaitu malam saat seorang penjaga berjaga-jaga di daerah yang menakutkan (dalam suana genting karena perang) sehingga bisa jadi ia tidak kembali pada keluarganya (HR al-Hakim).

Dalil-dalil tersebut adalah sebagian dari dalil-dalil tentang wewenang Departemen Perang (Da’irah al-Harbiyah) yang harus dilakukan dalam rangka mewujudkan aktivitas pokok negara Khilafah Islam setelah penerapan hukum-hukum Islam di dalam negeri, yaitu mengemban dakwah Islam ke luar negeri dengan jihad, yakni perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat-Nya.

WalLahu a’lam bish-shawab. [Muhammad Bajuri]

Daftar Bacaan:

Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilafah fi al-Hukm wa al-Idarah (Beirut: Darul Ummah), Cetakan I, 2005.

Hizbut Tahrir, Masyru’ Dustur Daulah al-Khilafah, edisi Mu’tamadah, (versi terbaru tanggal 03/06/2014), http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_28722.

Hizbut Tahrir, Muqaddimah ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah Lahu, Jilid I, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan II, 2009.

An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah (Jilid II), (Beirut: Darul Ummah), Cetakan V, 2003.

Ibnu Katsir, Al-Hafidz Abul Fida’ Ismail, Al-Bidayah wa an-Nihayah (Dar Ihya’ at-Turats al-Arabi), Cetakan I, 1988.

Ibnu Sa’ad, Muhammad bin Saad bin Muni’ Abu Abdillah al-Bashri az-Zuhri, Ath-Thabaqat al-Kubra (Beirut: Dar Shadir), Cetakan I, 1968.

Ar-Razi, Muhammad bin Umar bin Hushain Abu Abdillah Fakhruddin, Mafatih al-Ghayb, (Beirut: Dar al-Fikr), Cetakan I, 1981.

Zallum, Asy-Syaikh Abdul Qadimi, Nizham al-Hukm fi al-Islam (Beirut: Darul Ummah), Cetakan VI, 2002.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*