HTI

Liputan Khusus (Al Waie)

Kampanye Global “Perempuan dan Syariah: Memisahkan Relita dari Fiksi”

Divisi Muslimah pada Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir meluncurkan kampanye global, “Perempuan dan Syariah: Memisahkan Realita dari Fiksi”. Kegiatan kampanye diakhiri dengan sebuah konferensi perempuan internasional, tanggal 28 Maret 2015. Konferensi tersebut akan diselenggarakan secara serentak di 5 negara di 3 benua yaitu London, Turki, Palestina, Tunisia, dan Indonesia.

Kampanye dan konferensi ini menyajikan visi yang jelas tentang status, hak, peran dan kehidupan perempuan secara umum sebagaimana telah ditentukan oleh syariah dan diimplementasikan oleh negara Khilafah Islam. Hal yang unik dari kampanye dan konferensi ini adalah menantang tuduhan usang tentang penindasan perempuan di bawah syariah. Kedua agenda ini akan melawan tuduhan-tuduhan terhadap hukum-hukum Islam tertentu yang berkaitan dengan perempuan, serta menjelaskan dasar, nilai-nilai dan hukum-hukum sistem sosial Islam yang unik serta dampak positifnya terhadap perempuan, anak-anak, kehidupan keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Agenda ini juga akan menguji feminisme ‘Islam’ dan Barat serta ide-ide seperti kesetaraan gender dan kebebasan liberal yang digunakan untuk mengutuk perlakuan Islam terhadap perempuan, membongkar klaim bohong bahwa mereka meletakkan jalan menuju pembebasan perempuan dari penindasan.

Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) ikut berkontribusi dalam kampanye global ini, yang sudah dimulai sejak launching pada tanggal 11 Pebruari 2015. MHTI mengeluarkan berbagai bentuk flyer, video dan berbagai jenis tulisan yang disebar melalui sosial media. Pada tanggal 13 Pebruari 2015 juga telah diselenggarakan konferensi pers launching, bertempat di di Mina Meeting Room, Hotel Madinah Banda Aceh.

Pada bulan Maret, tanggal 07/03/2015, MHTI menyelenggarakan konferensi perempuan dan syariah, dengan tema, “Mengakhiri Serangan Terhadap Syariah”. Acara berlangsung di Aula Aceh Academic Center (AAC) Dayan Dawood, Banda Aceh. Konferensi ini dihadiri kurang lebih 1400 Muslimah dari Propinsi Aceh dan perwakilan tokoh perempuan dari Kota Medan, Palembang, Tasik, Makasar dan Jakarta, juga perwakilan dari Malaysia.

Pada tanggal 8 dan 22 Maret secara serempak diselenggarakan aksi simpatik di seluruh kota-kota besar di Indonesia dengan mengangkat tema, “Akhiri Serangan Tuduhan Palsu Terhadap Syariah”. Aksi ini disertai dengan pemaparan materi orasi, sebar flyer, bentang spanduk dan poster:

Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci (QS ash-Shaff [61]: 8).

Konferensi Perempuan dan Syariah Banda Aceh

Kurang lebih 1400 Muslimah membanjiri AAC Dayan Dawood Unsyiah Banda Aceh, pada Sabtu (7/3/2015). Konferensi yang bertema, “Mengakhiri Serangan Terhadap Syariah” ini dihadiri peserta dari kalangan tokoh Nusantara, Malaysia, dan dari perwakilan masyarakat Aceh.

Konferensi yang merupakan bagian dari Kampanye Global “Women And Shariah: Separating Fact from Fiction” ini dimaksudkan untuk membongkar motif busuk di balik serangan terhadap syariah yang terjadi secara sistematis dan masif; terutama terkait penerapannya dalam menyelesaikan dinamika persoalan kaum perempuan.

Selain orasi, testimoni para tokoh, tayangan video dan pembacaan pusi, di luar gedung dipamerkan produk-produk keluaran Hizbut Tahrir (HT) seperti buku-buku, majalah, tabloid, buletin, booklet, DVD, CD, pin, stiker, dan lain-lain. Sebelum memasuki gedung, terlihat para peserta mengunjungi stand pameran untuk mengetahui lebih jauh produk-produk HT.

Dalam sambutannya, Ketua DPP MHTI Ratu Erma Rachmayanti, mengatakan bahwa Konferensi Perempuan dan Syariah ini adalah satu dari kegiatan kampanye global yang dilakukan Hizbut Tahrir di seluruh dunia, di 5 negara, di 3 benua. Acara ini bertujuan untuk menyadarkan umat bahwa terdapat serangan massif oleh kaum kuffar dan pegiat feminisme yang mengarusopinikan negatif terhadap syariah Islam. Mereka menuduh bahwa perempuan dalam syariah selamanya tidak akan sejahtera. Untuk itu mereka menawarkan konsep-konsep kesetaraan gender dan yang lainnya.

Maka dari itu, umat perlu kekuatan, perlu kesatuan, bahkan kita butuh negara yang seimbang dengan lawan kita. Tidak ada solusi lain selain kita berusaha untuk menegakkan Khilafah.

Hadir tiga pembicara yaitu: Hj. Ir. Ishmah Cholil (Pimpinan Pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia), Asthma Amnina (Anggota DPP MHTI) dan Iffah Ainur Rochmah (Juru Bicara MHTI). Para tokoh yang hadir pun tak ketinggalan memyampaikan pandangannya. Dra. Odah (Mantan Anggota DPRD Jabar), Ir. Ranian Dewi (Muballighah kota Banda Aceh), Dr. Detty Yunianti (Dosen Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar), Hj. Irena Handono, dan seorang tokoh dari Malaysia, Aisyah, yang menyampaikan testimoninya yang menggugah.

Sebuah puisi yang berjudul “Aceh dan Kemuliaan Islam” menggambarkan masa kejayaan Aceh dalam naungan Khilafah. “Tak ada satu pun pelanggaran syariah,” ungkap Ummu Afifah dalam bait puisi dengan penuh haru. Ia pun berhasil menyita perhatian peserta yang hadir dengan menceritakan kedigdayaan Khilafah menolong Aceh dalam perang hingga wilayah Serambi Makkah ini menjadi satu-satunya wilayah yang tidak dimenangkan Belanda.

Iffah Ainur Rochmah (Juru Bicara MHTI) menjelaskan bahwa penerapan syariah adalah tuntutan imani yang melekat pada diri setiap Muslim. Syariah Islam adalah hukum-hukum yang bersumber dari Allah SWT, Zat Yang Mahatahu atas apa yang terbaik untuk menangani seluruh urusan manusia, termasuk perlakuan terhadap perempuan. Standar kebenaran dan kebaikan semestinya dikembalikan kepada Allah, bukan dituntun oleh standar Hak Asasi Manusia (HAM) dan nilai kebebasan.

Oleh karena itu, tuduhan miring terhadap penerapan syariah tidak boleh dijawab dengan mengevaluasi layak tidaknya syariah menyelesaikan persoalan manusia. Serangan terhadap syariah juga tidak pantas dihadapi dengan sikap defensif apologetik seolah membela namun justru menyesatkan pemahaman terhadap syariah. Sikap waspada juga harus selalu dimiliki seiring makin banyaknya pemahaman menyimpang yang bisa menghancurkan keagungan syariah.

“Serangan terhadap syariah hanya akan berakhir apabila kita memiliki kekuatan politik Islam. Kekuatan politik itu harus diwujudkan dengan adanya negara yang mengimplementasikan syariah secara kaffah. Negara itulah yang di dalam kitab-kitab fikih disebut oleh para fukaha disebut sebagai Khilafah. Dalam Khilafah, perempuan akan ditempatkan dalam kedudukannya yang mulia, tidak dieksploitasi,” kata Iffah.

“Muslimah Hizbut Tahrir menyeru kaum Muslimah di seluruh dunia untuk memenuhi kewajiban yang paling penting ini, untuk segera mengambil kesempatan emas ini, meraih pahala dan kemuliaan dalam berjuang menegakkan Khilafah. Takbir!” Lanjut Iffah dengan semangat meneriakkan takbir di hadapan seribuan peserta konferensi.

Di sesi akhir, acara diisi dengan diskusi, menjawab pertanyaan peserta yang disampaikan secara langsung maupun melalui sms. Kurang lebih pukul 13.00 WIB acara berakhir, dan ditutup dengan doa.

#ýWomenandShariah #ýWomenAgainstFeminism

Melengkapi rangkaian Kampanye Global, Muslimah HTI menggelar kampanye darat serentak di seluruh ibu kota propinsi di Indonesia, dan sejumlah kota lainnya. Di antaranya adalah Aceh, Medan, Palembang, Pangkalpinang, Lampung, Jakarta, Tangerang, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makasar, Banjarmasin, Balikpapan dan kota-kota lainnya. (08/03/2015). Aksi ini sekaligus mendukung opini hasil Konferensi Perempuan dan Syariah, di AAC Dayan Dawood, Komplek Unsyiah, Banda Aceh sehari sebelumnya (07/03/2015).

Semangat menyadarkan masyarakat, khususnya kaum perempuan, mengalahkan dinginnya hujan dan teriknya matahari di tempat mereka melakukan aksi. Aksi mengetengahkan lima tema orasi. Pertama: “Khilafah Menjawab Tuduhan Keji terhadap Syariah Islam dari Kaum Feminis Liberal”. Kedua: “Strategis Politisnya Peran Domestik Perempuan”. Ketiga: “Kiprah Perempuan dalam Kehidupan Publik Perspektif Islam”. Keempat: “Tata Pergaulan Islam Membangun Kerjasama yang Indah, Bersih dan Harmonis antara Laki-laki dan Perempuan”. Kelima: “Seruan kepada Umat untuk Mencampakkan Ide Feminisme, Neoliberalisme dan Neoimperialisme”.

Untuk memperluas opini, kampanye ini juga disertai bentang spanduk, poster-poster dan penyebaran flyer.

Salah satu isu krusial dalam perbincangan seputar perempuan dan syariah adalah relevansi penerapan syariah bagi kesejahteraan perempuan. Kaum feminis begitu bersemangat menyerang nilai-nilai Islam, termasuk apa yang disebut dengan Perda Syariah. Mereka telah menyudutkan syariah atas nama perempuan. Mereka berusaha mengubah pandangan Muslimah terhadap Islam, mengopinikan bahwa syariah akan mendiskriminasikan perempuan. Padahal semua tuduhan ini fiktif.

Pemikiran feminis-liberal berangkat dari metode berpikir yang salah, yaitu kebebasan berpikir dengan landasan HAM. Konsep HAM adalah buatan akal manusia yang sangat terbatas. Apa yang dia pikir baik, belum tentu baik. Konsep ini menghasilkan berbagai kontradiksi dan permasalahan yang tak kunjung henti.

Penerapan HAM terbukti tidak mampu menuntaskan persoalan hidup manusia, khususnya perempuan. Ini terlihat jelas di negara kampiun HAM. Amerika tercatat sebagai negara tertinggi dalam kekerasan terhadap perempuan. Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada perempuan terjadi di Amerika dan 20% di Inggris.

Solusi tuntas hanya ada dalam Islam sebagai satu-satunya konsep kehidupan (ideologi) yang mengangkat kedudukan kaum perempuan dari jurang penindasan menuju kedudukan yang mulia. Barat dengan “Peradaban Modern”-nya telah gagal mewujudkan kedudukan perempuan yang terhormat dan mulia.

Namun, penerapannya haruslah kaffah dalam sistem Khilafah Islamiyah. Demikianlah, tidak ada alternatif lain bagi perempuan, untuk mendapatkan kehidupan lebih baik kecuali hanya dengan memperjuangkan tegaknya Khilafah Islamiyah.

“Inilah Saatnya untuk Memisahkan Antara yang Haq dan Batil. Kebohongan Harus Dilawan! Kebenaran Harus Diperdengarkan!” []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*