HTI

Afkar (Al Waie)

Khilafah akan Mengakhiri Serangan Terhadap Syariah

Serangan keji terhadap syariah adalah bentuk permusuhan nyata kaum kafir beserta antek-anteknya kepada Allah, Rasulullah, Islam dan umat Islam. Sejatinya mereka telah menyatakan genderang perang kepada Islam dan umat Islam.

Sikap seorang Mukmin, ketika Allah, Rasul dan syariah-Nya diserang, tentu saja akan melawan dengan segenap upaya. Betapa tidak! Hukum-hukum syariah tentang pernikahan, kepemimpinan suami atas istri, kewajiban menutup aurat, waris dan kemuliaan perempuan sebagai ibu dituduh telah mengabaikan hak perempuan, merendahkan, dan membelenggu perempuan. Sungguh kelancangan nyata!. Kemahaadilan Allah digugat dan dinilai dengan kelemahan akal manusia.

Serangan Tak Berimbang

Serangan terhadap syariah Islam terkait status, hak dan peran perempuan datang dari ideologi kufur, yakni Kapitalisme sekular yang masih eksis hari ini karena diemban oleh negara. Sebaliknya, Islam sebagai pihak yang diserang, diemban sebatas oleh individu umat, bukan oleh negara. Karena itu umat Islam ini tidak memiliki pelindung, seperti yang disabdakan Rasulullah saw.:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Imam (khalifah) adalah perisai; orang-orang diperangi di belakangnya dan berlindung kepadanya.

Ideologi kaum kapitalis yang dipimpin negara AS menggunakan sarana hukum internasional untuk menyerang syariah Islam. Karena itu penghinaan dan pelecehan bertubi-tubi yang mereka lontarkan belum dapat diakhiri. Alih-alih diakhiri, justru umat mendapat halangan lain dengan adanya sekelompok orang yang terjebak dalam strategi musuh dengan sikap defensive apologetic-nya. Alih-alih melawan, mereka justru merendahkan diri di depan musuh bahkan membahayakan Islam. Langkah membela diri bahwa Islam tidak diskriminatif terhadap perempuan dengan cara menakwilkan teks-teks syariah agar tampak kebaikan Islam menurut akal manusia tentu mengacaukan ide Islam. Akibatnya, umat semakin jauh dari pemahaman yang sebenarnya.

Upaya untuk menafsirkan ulang nas-nas syariah dalam isu perempuan kini telah menjadi program inti dari feminisme Islam. Tadarus ulama perempuan—yang diinisiasi Kemenag dan LSM feminis—menggunakan gender sebagai alat analisisi penyebab kondisi buruk yang menimpa perempuan. Upaya ini adalah bagian dari praktik serangan terhadap tsaqafah Islam. Mereka ingin mengganti pemikiran dan perilaku umat dengan nilai-nilai dari ideologinya. Dengan adanya Muslim/Muslimah yang menolak syariahnya sendiri, mudah bagi mereka untuk mencapai tujuannya, yaitu menjauhkan Islam dari kehidupan politik umat dan penguasaan mereka terhadap berbagai sumberdaya umat Islam. Merkea juga bertujuan untuk menghalangi Khilafah Islam sebagai metode penerapan syariah Islam.

Dengan posisi sebagai negara pertama di dunia yang mengemban ideologi kapitalis, mudah bagi AS untuk memaksakan hegemoni politik, ekonomi, sosial dan budaya. AS terus mengokohkan penjajahannya dengan menggunakan berbagai cara, termasuk dengan terus mempropagandakan sejumlah isu seperti demokrasi, HAM, termasuk feminisme. Jelas, ini bukan serangan seimbang. Karena itu umat wajib mengupayakan tegaknya Negara Islam, yaitu Khilafah, yang akan menundukkan kecongkakan kaum kafir serta menghinakan ideologi dan para pengusungnya.

Feminisme: Racun

Dalam artikel yang berjudul, “Perkawinan antara Feminisme dan Kolonialisme di Dunia Islam,” yang ditulis Dr. Nazreen Nawaz, mengutip pernyataan Leila Ahmed dalam tulisannya yang berjudul, “Feminisme di Dunia Muslim,” dinyatakan, “Antropologi telah sering dikatakan mengabdi sebagai kaki tangan kolonialisme. Mungkin juga harus dikatakan bahwa feminisme, atau ide-ide feminisme, adalah kaki tangannya yang lain.”

Adanya ‘perkawinan’ antara feminisme dan kolonialisme dalam sejarah panjang kapitalis untuk menundukkan negeri Muslim dan menghalangi kebangkitan Islam dan umatnya adalah fakta yang tak terbantahkan. Contohnya adalah di Afganistan. Pada November 2013, saat AS berniat untuk meyakinkan masyarakat Amerika dan Afganistan tentang kebutuhan pasukan militer AS bertahan di wilayah tersebut, John Kerry, sekretaris negara AS saat itu, pada pidatonya mengklaim bahwa perempuan Afgan telah mengalami kemajuan besar sejak 2001 karena bisa menikmati akses yang lebih besar terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dia mengatakan, “Afganistan melihat bahwa para perempuan telah mampu berdikari di sana, memegang kontrol atas masa depan negara mereka, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Afganistan. Karena itu kami memutuskan bahwa mereka tidak akan berdiri sendiri. Amerika akan berdiri bersama mereka sembari mereka membentuk Afganistan yang kuat dan bersatu yang akan menjamin tempat yang layak bagi masyarakat di sebuah negara.”

Pidato ini menafikan realitas buruk yang dirasakan perempuan dan anak-anak Afgan akibat kehadiran pasukan militer AS yang telah menghilangkan banyak nyawa. Hari ini, 36% rakyat Afganistan hidup dalam kondisi kemiskinan yang ekstrem. Sekitar 8.5 juta orang atau 37% dari populasi berada dalam ambang batas krisis pangan. Satu perempuan meninggal setiap 2 jam sekali di negara tersebut dalam kasus melahirkan akibat sistem pelayanan kesehatan yang memprihatinkan. Ini semua menunjukkan bahwa dengan latar belakang sejarah Barat, kampanye bohong feminis yang terkait dengan Dunia Islam digunakan terus-menerus oleh Barat sekular untuk kepentingan kolonial mereka.

Sebagai bagian dari penjajahan, AS mendanai LSM feminis di negeri-negeri Muslim. LSM Women for a Free Iraq, menerima dana dari Foundation of the Defence of Democracy yang berbasis di Washington. Pada tahun 2003, AS mengalokasikan 27 juta USD untuk program-program perempuan yang dimanfaatkan menjadi bagian konferensi perempuan nasional dan juga dukungan terhadap organisasi keperempuanan yang baru saja terbentuk. Untuk Indonesia, Cathy Russell, Duta Besar AS untuk Global Women’s Issues, memberi bantuan untuk pemberdayaan ekonomi perempuan sebesar 80 ribu dolar AS pada tahun 2013 lalu. Ini hanya secuil bukti dukungan dana AS terhadap perang melawan Islam dengan berkedok pembebasan Muslimah di negeri Muslim dari belenggu syariah Islam.

Di Indonesia, LSM feminis dukungan AS dan negara Barat menyoal diskriminasi syariah terhadap perempuan. Pembakuan peran domestik atas perempuan dianggap menutup akses perempuan ke dunia publik. Akibatnya, klaim mereka, mereka miskin karena tidak bisa bekerja, tidak punya posisi tawar di domestik dan publik, dan lain sebagainya. Karena itu mereka tidak boleh diikat dengan satu peran. Mereka harus dibebaskan; bebas berkarya di ranah ekonomi, politik dan sebagainya. Karena itulah mereka mendorong para perempuan keluar rumah dengan propaganda pemberdayaan ekonomi dan politik perempuan yang sejatinya adalah upaya mengalihkan perempuan dari tugas penting dan strategisnya, yaitu menjadi ibu pendidik generasi.

Perkara ini menjadi penting bagi Barat karena mereka sangat mengerti bahwa di dalam masyarakat Islam, perempuan adalah pusat keluarga, jantung masyarakat dan pendidik generasi masa depan. Oleh karena itu,menjera t pikiran dan hati mereka menjadi penting dalam upaya merekayasa mentalitas masyarakat Muslim. Jika mereka bisa membuat Muslimah menghina dan menolak syariah dengan menjadikan syariah sebagai ‘musuh’ perempuan, maka mereka bisa menciptakan penentang gigih melawan pemerintahan Islam di dunia Muslim. Jika mereka bisa menarik perempuan menuju identitas dan sistem Barat hingga melihatnya sebagai jalan menuju pembebasan dan keselamatan, maka mereka juga bisa menghasilkan pendukung dan duta-duta ideologi Barat yang kuat.

Karena itu, semua klaim dan inisiatif yang dilakukan rezim-rezim pemerintahan terhadap perempuan tidak ada hubungannya dengan jaminan kebahagiaan bagi kaum Muslimah, atau akan memberikan mereka hal-hal yang positif dalam kehidupan mereka. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya hubungan hangat antara pemerintah Barat dengan para pemimpin sekuler di negeri-negeri Muslim yang telah mengeksploiasi perempuan dan mengabaikan hak-hak dasar mereka. Karena itu inisiatif dan agenda feminis yang tengah bermain di negeri-negeri Muslim, baik yang dipromosikan oleh organisasi-organisasi perempuan, rezim sekular, atau institusi seperti PBB, hanya membantu realisasi dari rencana-rencana penjajah yang menguatkan kontrol mereka atas politik dan ekonomi pada masyarakat Muslim. Ini sejalan dengan adanya ratifikasi perjanjian perempuan internasional seperti CEDAW, legalisasi ide-ide feminis Barat tentang kesetaraan gender di dalam konstitusi, dukungan terhadap perundangan sekular dan juga “feminisme Islam”. Sebab itu, idealisme para feminis harus ditolak dengan tegas sebagaimana konsep kolonialisme di negeri-negeri Muslim yang juga harus dilawan.

Jelas sudah, dengan adanya ‘perkawinan’ yang telah berlangsung lama antara feminisme dan kolonialisme, maka menjadikan feminisme sebagai jalan keluar bagi perempuan dari segala kondisi buruknya adalah usaha salah yang menyesatkan umat. Pengaburan ide Islam dan metodenya dengan usaha feminisasi Islam telah menghalangi umat dari ide Islam yang benar. Allah SWt mengharamkan sikap mengkompromikan Islam dengan ide kufur (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 42).

Khilafah Akan Mengahiri Serangan Keji Terhadap Syariah

Khilafah Islam yang akan menerapkan sistem politik Islam akan melepaskan umat dari hegemoni ide dan sistem kufur. Ini karena Allah telah melarang adanya penguasaan kaum kafir atas kaum Mukmin (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 141). Penguasaan kaum kafir atas umat Islam menjadikan mereka sasaran bulan-bulanan penghinaan dan perbudakan.

Dengan dakwah dan jihad yang dilakukan Khilafah, pemimpin negeri Muslim yang belum tunduk dan bergabung dalam Khilafah nantinya akan diminta tunduk dan menjadikan rakyatnya dalam pengurusan Khilafah. Pengurusan Khilafah dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan mengakhiri eksploitasi umat Islam dan penguasaan kekayaan alam negeri-negeri Muslim oleh kaum kafir. Kekayaan umat berada dalam penguasaan Khilafah dan akan digunakan untuk menyejahterakan umat. Kekayaan yang dietapkan Islam menjadi milik negara dan umat akan digunakan untuk melayani kebutuhan kolektif masyarakat. Khilafah akan mengadakan layanan jasa kesehatan, pendidikan dan keamanan yang baik. Khilafah juga akan mengadakan penyediaan sarana transportasi, komunikasi dan berbagai industri yang akan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pelaksanaan sistem interaksi sosial dalam Islam akan menjadikan perempuan terjaga kemuliaannya sebagai ibu pendidik generasi dan manager di rumah suaminya. Ia pun akan dan terjaga kemuliaannya saat berperan demi kemajuan umat. Hak-hak hidup perempuan sebagai manusia akan dijamin dengan penegakkan hukum ini. Praktek hukum Islam yang benar dalam institusi Khilafah akan membuat kehidupan perempuan aman, nyaman, sejahtera, terhormat dan mulia; begitu pun kehidupan umat secara keseluruhan.

Khilafah yang akan bekerja menerapkan syariah Islam secara kaffah kini sedang diperjuangkan oleh umat yang paham politik Islam. Kesadaran umat akan politik Islam adalah modal penting dan berharga untuk perubahan.

Sesungguhnya gambaran penerapan praktis syariah Islam di seluruh aspek kehidupan telah dicontohkan Rasulullah Muhammad saw. Begitu pula dengan metode untuk menegakkan Khilafah. Karena itu, umat saat ini yang sedang memperjuangkan tegaknya Khilafah kedua yang berdasar pada manhaj kenabian tidak susah payah lagi untuk mencari caranya. Langkah-langkahnya tampak jelas dari sirah Rasulullah Muhammad saw.

Alhasil, sesungguhnya cara untuk mengakhiri serangan terhadap syariah Islam sudah jelas. Mari bergabung dalam perjuangan ini dan senantiasa melayakkan diri agar mendapat nashrulLah yang merupakan janji-Nya bagi orang-orang yang membela agama-Nya. [Ir. Ratu Erma R.; Ketua DPP MHTI]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*