Yaman sejak tahun 1987 dipimpin oleh Presiden Ali Abdullah Saleh yang berkuasa selama hampir empat dekade. Dia sangat cerdik memainkan pendekatan terhadap pemerintahan asing, khususnya terhadap Barat. Kemudian, Cina membangun jalan, Amerika Serikat memiliki berbagai skema bantuan (eksplorasi minyak hidrokarbon), dan Rusia menjual senjata. Yaman mempunyai posisi penting percaturan politik global.
Yaman adalah sebuah negara di Jazirah Arab di Asia Barat Daya, bagian Timur Tengah. Yaman berbatasan dengan Laut Arab di sebelah selatan, Teluk Aden dan Laut Merah di sebelah barat, Oman di sebelah timur dan Saudi Arabia di sebelah utara. Luas negara ini sekitar 530.000 km2. Wilayahnya meliputi lebih dari 200 pulau.
Yaman dikenal sebagai negara yang membebaskan rakyatnya memiliki senjata. Dengan jumlah penduduk 22 juta jiwa, negeri ini dikenal juga sebagai negeri sipil bersenjata. Hal ini yang membuat pihak asing harus berpikir panjang untuk memasuki Yaman. Ini pula yang menjadikan negara itu disegani. Dengan alasan ini pula perang saudara mudah terjadi. Yaman sendiri baru bersatu pada tahun 1990 setelah sebelumnya terpecah dalam dua negara; Yaman Utara dan Yaman Selatan.
Sejarah pergulatan Yaman bukanlah hal baru. Konflik yang terjadi di Yaman bisa dikatakan terjadi sepanjang tahun. Konflik terjadi akibat dari pertarungan kepentingan dan pengaruh imperialisme Inggris dan Amerika beserta negara-negara Barat sekutunya. Pada abad ke-19 hijrah, Inggris berhasil menduduki Kota Aden. Dengan demikian rakyat Yaman berada di bawah kekuasaan emperialis dan menjadi ajang perebutan kekuasaan dunia. Rakyat Yaman bangkit mengadakan revolusi beberapa kali. Namun, pada awal abad ke-20, Yaman yang pada waktu itu dinamai dengan Kerajaan Perwalian Yaman dinyatakan tunduk di bawah Liga Bangsa Bangsa, kemudian pertengahan abad ke-20 bergabung dengan Liga Arab. Pada tahun 1962 Yaman memproklamirkan Republik Yaman menumbangkan bentuk kerajaan. Sejak saat itu, Yaman berada di bawah kontrol Amerika.
Menariknya, Yaman dan Saudi Arabia adalah dua partner bangsa Arab yang memiliki kedekatan dengan Amerika Serikat. Selama perang berlangsung, campur tangan Amerika begitu jelas terlihat. Seperti laporan serangan pesawat tempur di Sa’dah baru-baru ini, yang diketahui merupakan jet-jet tempur milik AS. Jadilah negeri para habib Hadramaut itu sebagai medan pertempuran semi antara Amerika dan Iran.
Menguatnya bantuan Amerika ke Yaman semakin membulatkan tekad kelompok Al-Qaeda, yang dalam pernyataannya, akan selalu mengincar Amerika dimana pun berada. Kelompok ini kemudian segera berdatangan dan menampakan diri di Yaman Selatan.1
Beberapa serangan yang diarahkan ke instansi milik Amerika menjadi sasaran serangan mereka. Selatan pun kembali bergejolak hingga kini.
Sebenarnya, potensi minyak Yaman kurang menarik bagi Barat dibandingkan dengan Saudi, tetapi lokasi Yaman yang strategis menjadi penting. Di sebelah utara dan barat, ia memiliki perbatasan yang panjang dengan Arab Saudi. Rezim di Riyadh sangat khawatir jika ketidakstabilan di Yaman—dan kehadiran dan tumbuhnya kekuatan Al-Qaidah—dapat mempengaruhi Negara itu. Arab Saudi telah memulai sebuah proyek bernilai miliaran dolar untuk membangun perbatasan sepanjang 1.100 mil dengan Yaman yang lebih aman, termasuk pagar dan kawat berduri di wilayah yang paling rentan.
Sejak Peristiwa 9/11, Saudi telah melakukan investasi besar-besaran untuk mengurangi ancaman al-Qaeda. Langkah terakhir yang mereka inginkan adalah melakukan “contaiment” pembendungan terhadap pengaruh al-Qaeda yang ingin masuk ke Saudi. Semua yang dikatakan ancaman yang melibatkan Saudi sesungguhnya hanya untuk menjaga kepentingan strategis Amerika Serikat di kawasan itu. Hal yang sama berlaku untuk Oman, tetangga lainnya Yaman di selatan.
Faktor lain, Yaman menjadi ajang rebutan pengaruh imperialisme internasional adalah faktor pelabuhan yang dimiliki Yaman. Kota Aden di Yaman selatan telah lama menjadi pelabuhan penting di persimpangan dari beberapa jalur laut tersibuk di dunia. Aden dibangun sebagai stasiun batubara untuk kapal dagang Inggris yang menuju ke Lautan India, dan pelabuhan besar yang alami itu berhasil membuat hubungan regional. Namun, kurangnya investasi dan ketidakstabilan politik telah menghambat perkembangannya. Sebagian pengamat mengatakan bahwa kondisi tersebut sengaja diciptakan agar Yaman tidak bisa bangkit dan ‘menguasai’ geopolitik di negara-negara Teluk.
Teluk Aden, yang berada di lepas pantai Yaman, menjadi tempat pengapalan barang-barang yang menuju ke pelabuhan-pelabuhan dunia, dan sangat penting di bidang pelayaran. Setiap hari, 3 juta barel minyak melewati perairan Yaman. Di sebelah utara adalah Terusan Suez dan kilang di pelabuhan Saudi Yanbu. Ke selatan adalah Samudra Hindia dan pengiriman jalur untuk pasar Asia yang haus energi.
Ini alur laut yang sudah menjadi tempat para perompak Somalia dan penjaga pantai Yaman telah menjadi bagian dari operasi internasional untuk melindungi pengiriman. Ketidakstabilan di Yaman, dan kemungkinan perompak dapat mulai menggunakan garis pantai yang panjang dan berpenduduk jarang, bisa membuat pelayaran di kawasan lebih rentan.
Yaman juga menjadi tempat “check point” pengawasan kapal-kapal yang akan menuju Selat Hormuz di ujung Teluk Persia. Pada lintasan laut yang sempit, seperti Bab el Mandeb, selat yang lebarnya hanya 12 mil dengan Yaman di satu sisi dan Djibouti di sisi lain. Tak heran Djibouti telah menjadi pos penting bagi militer AS dan Prancis.
Al-Houthi yang menggulingkan Presiden Ali Abdullah Saleh dan juga menundukkan Presiden penggantinya, Mansour Hadi yang ‘sesuai’ dengan pesanan Barat serta negara-negara Arab, akhir-akhir ini menjadi ‘alat legitimasi’ bagi Saudi dan koalisinya menyerang habis Yaman. Akibat serangan ini terjadi perang fisik yang menelan banyak korban sipil dan anak-anak. Dalam mengatasi hal ini, dari sejak awal perlawanan yang dilakukan oleh Houthi ke Pemerintah Yaman, menjadikan Sana’a dan Riyadh melakukan kerjasama. Pemerintah Saudi rela menyuntikkan dana ke Sana’a setiap tahunnya sebesar 2 Milyar USD, dengan target menjamin keamanan wilayah perbatasan Saudi-Yaman.
Di sisi lain, Pemerintahan Yaman pun dijanjikan oleh Amerika mendapatkan bantuan dana lebih besar untuk mengatasi al-Qaeda di Yaman Selatan. Bila di tahun 2009 dana yang dipinjamkan sebesar 70 juta USD, tahun-tahun terakhir bantuan yang diberikan meningkat hingga angka 150 juta USD. Amerika pun cukup berbaik hati, dengan menjadikan suntikan dana itu sebagai hibah. Namun untuk saat ini, Presiden Amerika, Barack Obama dalam pernyataannya mengatakan, dirinya tak akan mengirim pasukannya ke Yaman, namun negerinya siap menopang dari segi finansial.
Bukan rahasia lagi bila Amerika selalu memiliki niatan terselubung dalam setiap aksinya. Politik yang mereka miliki dengan istilah stick or carrot tentu sangat mudah dipahami. Bukan mustahil dengan dalih pemberantasan teroris, mereka menginjakkan kaki di Tanah Arab dan mengulang seperti apa yang pernah mereka lakukan di Afganistan dan Irak. Hal ini yang dengan keras diperingatkan oleh Prof. Dr. Syeikh Abdulmajid Az-Zindani, Rektor Universitas Al-Iman di Yaman. Dalam wawancaranya dengan Al-Jazeera beliu mengatakan bahwa keberadaan Amerika di Yaman tidak lain bertujuan untuk menjajah. Ulama yang diusir dari Mesir dalam pengembaraan ilmunya di sana, karena terlibat aktif dalam organisasi Ikhwanul Muslimin ini, memprediksikan adanya upaya dari Amerika dan Inggris bekerjasama dengan NATO dalam KTT London yang diadakan pada 28 Januari 2009 nanti untuk mengirimkan pasukannya ke Yaman.
Sekelumit bukti bagaimana campur tangan kerusuhan di Yaman saat ini tampak pada apa yang disampaikan oleh Deputi Penasihat Keamanan Nasional John Brennan. Dia mengatakan, “Apa yang perlu kita lakukan adalah terus bekerja sangat erat dengan mitra kami di Yaman dan mitra internasional lainnya untuk membuat yakin bahwa kita mampu mengusir al-Qaeda di Yaman, karena mereka merupakan ancaman serius,” ujarnya.2 [Gus Uwik]
Catatan kaki:
1 http://saniroy.archiplan.ugm.ac.id/?p=430
2 http://www.eramuslim.com/berita/analisa/mengapa-yaman-menjadi-penting-dimata-barat.htm#.VTL9svmUe-A