Meski tidak membakar rumah agar tidak dijadikan markas militer penjajah seperti yang dilakukan umat Islam pada peristiwa Bandung Lautan Api, sekitar 30 ribu umat Islam Jawa Barat berkumpul di Lapangan Gasibu Kota Bandung pada Kamis (14/6) untuk menolak penjajahan gaya baru (neoimperialisme). “Mari kembalikan lagi semangat penolakan terhadap imperialisme itu dalam acara ini!” pekik Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Adhi Maretnas yang kemudian disambut takbir massa Rapat dan Pawai Akbar (RPA) tersebut.
Dalam acara yang bertema “Bersama Umat Tegakkan Khilafah”, HTI mengingatkan kembali bahaya imperialisme yang kini dikemas bukan lagi dengan cara fisik atau militer (imperialisme) tetapi melalui jalur ekonomi, politik, media, hingga pendidikan (neoimperialisme). “Kendati demikian, keduanya tetap sama bahayanya,” tegas Adhi.
Humas HTI Jawa Barat Luthfi Afandi menguraikan secara gamblang bagaimana neoimperialisme telah membuat Indonesia kini terpuruk. “Indonesia kini dikendalikan oleh asing. Ada 76 draft UU dibuat dengan intervensi asing,” katanya.
Ia juga menyatakan bahwa penjajahan politik telah memaksa rakyat Indonesia kehilangan haknya untuk menikmati kekayaan sumberdaya alam yang mereka miliki. Berbagai barang tambang mulai dari minyak, emas, batubara, dan yang lainnya lebih banyak dinikmati hasilnya oleh para pelaku neoimperialisme.
Selain di kota kembang tersebut, acara digelar pula di 35 kota lain dan dihadiri lebih dari 300 ribu kaum Muslim dari berbagai penjuru Nusantara. “Target kita, peserta yang hadir untuk seluruh Indonesia sekurang-kurangnya 350 ribu orang,” ujar Ketua Panitia RPA Pusat Dede Tisna kepada alwaie merujuk kegiatan kolosal yang berlangsung pada 9, 10, 14, 16, 17, 23, 24 dan 30 Mei 2015.
Demokrasi Biangkeroknya
Di Palembang, ribuan umat Islam Sumatera Selatan dengan berbagai moda transportasi berdatangan untuk mengikuti RPA di Benteng Kuto Besak, Ahad (10/5). Selain menggunakan angkutan darat, peserta juga datang beriringan menggunakan perahu motor (ketek). Mereka langsung turun di tempat acara yang berada tepat di pinggiran Sungai Musi.
Dalam kesempatan tersebut, aktivis HTI Sumsel Syarif Sony Sanjaya memaparkan fakta-fakta liberalisasi gaya baru (neoliberalisme) yang mencengkeram Indonesia; mulai dari pencabutan subsidi BBM, pajak yang terus membengkak, harga barang dan jasa yang terus merangkak hingga persengkongkolan busuk pengusaha dan penguasa yang semakin marak.
Menurut dia, neoliberalisme dan neoimperialisme terjadi akibat penerapan demokrasi. “Demokrasi yang selama ini dipercaya sebagai sistem politik terbaik, yang akan mewadahi aspirasi rakyat, nyatanya bohong belaka. Faktanya, tidak ada yang namanya kedaulatan rakyat. Yang ada adalah kedaulatan para pemilik modal,” bebernya.
Seluruh pembicara RPA di berbagai kota menegaskan neoliberalisme dan neoimpe-rialisme harus dilawan. Begitu juga dengan pembicara di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di hadapan sekitar 1500 umat Islam NTB dan Bali, Ketua DPP HTI Faisal Abbas menyatakan. “Hal yang harus dilakukan umat adalah kembali kepada syariah Allah SWT yang mengangkat derajat dan martabat umat serta agar bisa bebas dari penjajahan gaya baru (neoliberalisme),” ungkapnya, Ahad (10/5) di Mataram.
Menurut Faishal, kembali pada syariah harus dimulai dengan menyadarkan dan memahamkan umat dengan Islam yang yang totalitas, yaitu yang menjadikan seluruh sendi kehidupan diukur dan diatur dengan Islam.
Jadi, lanjutnya, tidak boleh ada cerita kalau puasa diterima tetapi tidak menerima kewajiban potong tangan bagi pencuri. “Mengajarkan Islam hanya sekadar puasa saja ini adalah racun bagi umat. Jadi Islam yang harus kita ajarkan kepada umat Islam adalah Islam yang ideologis yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat,” usulnya.
Bukan hanya sebagai pintu utama masuk dan tumbuh suburnya neoliberalisme dan neoimperialisme, ternyata berdasarkan akidah Islam demokrasi jelas sebagai sistem kufur yang wajib ditolak. Hal itu diungkap juga oleh Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib ketika menyampaikan pidato politik di Batam. “Semua hukum selain Islam adalah hukum kufur dan jahiliah. Kita diharamkan untuk mengambil, menerapkan dan menyebarluaskannya!” tegasnya di hadapan 2.500 umat Islam, Ahad (10/5) di halaman Masjid Raya Batam.
Menurut Labib, yang diharamkan Islam bukan hanya sekularisme, tetapi semua hukum selain Islam dan sistem kufur lainnya seperti sistem demokrasi, liberalisme, sosialisme, komunisme, dan lain-lain. Dalam Alquran Surat Al-Maidah Ayat 44, 45 dan 47 Allah dengan tegas menyebut mereka yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah (syariah Islam) sebagai kafir, fasik dan zalim.
Ia juga menegaskan umat Islam adalah umat yang diperintahkan untuk bersatu dalam naungan satu daulah, yaitu Khilafah yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. “Segeralah melangkah bersama Hizbut Tahrir berjuang menegakkan Khilafah!” pekiknya disambut teriakan takbir para peserta.
Di Pangkalpinang, Ketua DPD I HTI Babel Sofiyan Rudianto turut menegaskan peran Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum syariah dan mengemban dakwah ke seluruh dunia.
“Keberadaan Khilafah menjamin perwujudan rahmatan lil ‘alamin melalui penerapan Islam secara kaffah, persatuan umat dan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia!” pekiknya di hadapan sekitar sepuluh ribu warga yang berdatangan dari berbagai daerah di Bangka Belitung tersebut, Kamis (14/5) di Alun-Alun Taman Merdeka, Pangkalpinang.
Bersatu Tegakkan Khilafah
Namun, para pengusung neoliberalisme dan kaum penjajah tidak akan pernah rela bila kaum Muslim bersatu menegakkan syariah Islam. Karena itu kaum Muslim yang merupakan mayoritas di negeri ini harus bersatu. Hal itu disampaikan pula oleh anggota DPP HTI Muhammad Shiddiq Al-Jawi di Mamuju. “Janganlah kita saling bertikai atau mau diadu-domba oleh kaum kafir penjajah. Janganlah kita terlalu mudah untuk saling mengkafirkan sesama Muslim, apalagi hanya karena perbedaan dalam perkara cabang,” pesannya di hadapan sekitar 900 umat Islam, Ahad (10/5) di Lapangan Akhmad Kirang, Mamuju, Sulawesi Selatan.
Menurut Shiddiq, persatuan tersebut dilakukan dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Oleh karena itu Shiddiq mengajak mereka untuk bersama-sama memperjuangkan tegaknya Khilafah. “Pada kesempatan kali ini, Hizbut Tahrir Indonesia kembali mengajak kepada seluruh umat Islam untuk berjuang bersama-sama Hizbut Tahrir dalam rangka menegakkan Khilafah,” ajaknya.
Dalam kegiatan RPA pula, HTI menjelaskan Khilafah yang diperjuangkan, seperti yang dinyatakan anggota DPP HTI Dwi Condro Triono kepada umat Islam Jawa Tengah. “Khilafah tersebut tempat bernaung bagi seluruh umat Islam, tanpa membedakan suku, bangsa dan mazhabnya!” serunya di hadapan sekitar 10 ribu peserta RPA, Ahad (10/5) di Lapangan Simpang Lima, Semarang.
Khilafah yang diperjuangkan Hizbut Tahrir adalah Khilafah Islam. “Khilafah Islamiyah, bukan khilafah hizbiyyah (negara partai), khilafah madzhabiyyah (negara mazhab), apalagi khilafah wathaniyyah (Negara-bangsa),” ungkapnya.
Lalu Dwi Condro pun menyeru kaum Muslim untuk berjuang bersama Hizbut Tahrir. “Segeralah melangkah bersama Hizbut Tahrir berjuang menegakkan Khilafah!” pekiknya yang disambut takbir peserta yang berdatangan dari berbagai kota dan kabupaten di Jateng tersebut.
Alasannya, selain sebagai sistem pemerintahan yang mampu menangkal neoliberalisme dan neoimperialisme, menegakkan Khilafah juga merupakan kewajiban seluruh kaum Muslim. “Apalagi para ulama seluruh mazhab telah menyepakati hal itu”, ujar Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPD HTI Sumut Muhammad Fatih Al-Malawi di hadapan sekitar 25 ribu kaum Muslim, Ahad (10/5) di Stadion Teladan, Medan.
Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman al-Jaziri sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hazm dalam kitab yang sama menyebutkan, “Para imam mazhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Syafii) rahimahumulLah telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu fardhu, dan bahwa kaum Muslim itu harus mempunyai seorang imam (khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum Muslim dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.”
“Oleh karena itu, saudara-saudara sekalian, wajib bagi kita untuk bersungguh-sungguh melaksanakan kewajiban itu!” tegasnya.
Ia pun mengutip maqalah Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) dalam kitab Nizham al-Hukm fi al-Islam (hlm. 34), “Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum Muslim seluruhnya di seluruh penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini—sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum Muslim—adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang pelakunya akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.”
Tentu saja umat Islam yang berdatangan dari berbagai pelosok negeri Muslim terbesar sedunia ini menyambut seruan Hizbut Tahrir untuk bersama-sama menegakkan Khilafah. Bahkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, 20 ribu kaum Muslim memproklamasikan tekad memperjuangkan tegaknya Khilafah Ikrar Kaum Muslimin Yogyakarta dengan bahasa daerah. “Kulo kaum Muslimin Ngayogyakarto…” ujar Humas HTI DIY Yusuf Mustakim lalu diikuti kaum Muslim yang berdatangan dari berbagai daerah secara serentak, Ahad (10/5). “Tansah berjuang anjejegaken Khilafah Islamiyah…” susul Yusuf lantang. Gemuruh kalimat yang sama diucapkan pula oleh hadirin yang memadati Alun-Alun Yogyakarta.
Ada pun teks lengkapnya sebagai berikut: Ikrar kaum Muslimin Ngayogyakarto//Bismillahirrahmanirrahiim//Al-Khilafah wa’dullah wa busyro rasulilLah//Kulo kaum Muslimin Ngayogyakarto/Samekto anjagi lan netepi agami Islam//Kulo kaum Muslimin Ngayogyakarto/Tansah berjuang anjejegaken Khilafah Islamiyah//Mugi Allah paring pitulunganipun/Kagem perjuangan suci menika//Allahu Akbar…Allahu Akbar
(Ikrar Kaum Muslim Yogyakarta//Bismillahirrahmanirrahim//Al-Khilafah adalah Janji Allah dan Kabar Gembira dari Utusan Allah//Kami kaum Muslim Yogyakarta/Siap sedia menjaga dan melaksanakan agama Islam//Kami kaum Muslim Yogyakarta/Selalu berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah//Semoga Allah memberikan pertolongan-Nya/Kepada perjua-ngan Suci ini// Allah Maha Besar…Allah Maha Besar).
Pawai Keliling Kota
Usai mengikuti rapat, para peserta—kecuali di Jayapura, acara pada Sabtu (9/5) itu tidak diizinkan pawai karena bertepatan dengan kedatangan Presiden Jokowi—pawai ke jalan-jalan protokol di kota tempat RPA diselenggarakan.
Di Baubau, usai mengikuti rapat di Stadion Betoambari, Ahad (10/5) sekitar 7.500 kaum Muslim yang berasal dari Kota Baubau, Kabupaten Buton, Wakatobi, Raha, dan Buton Utara langsung pawai. Peserta pawai memanjang di sepanjang jalan hingga puluhan meter. Sesampai di Pantai Kamali massa pun membubarkan diri.
Di Padang, usai mengikuti rapat yang diadakan di Masjid Raya Sumbar, sekitar tiga ribu massa pawai sejauh dua kilometer menyusuri Jalan KH Ahmad Dahlan, Jalan Rasuna Said, Jalan Sudirman lalu membubarkan diri dengan tertib di Kantor Gubernur Sumbar.
Di Makassar, puluhan ribu masyarakat memadati titik nol kilometer Lapangan Karebosi, Ahad (17/5) guna menghadiri Rapat dan Pawai Akbar yang digelar DPD I HTI Sulsel. Walau panas terik menyengat, para peserta antusias mengikuti acara. Hadir juga di tengah acara Walikota Makassar Mohammad Ramdhan Pamanto.
Setelah mengikuti rapat, peserta pun antusias mengikuti pawai, dimulai di Lapangan Karebosi dan berakhir di Masjid Al-Markaz Makassar. Peserta menyemut memadati akses utama jalan raya, dengan bentuk kegiatan klosal parade beduk dan nasyid. Yang menarik ada juga mobil yang dihias menjadi Kapal Pinisi simbol kebanggaan pelaut Makassar.
Di Banjarmasin, acara berpusat di depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (14/5). Sekitar 15 ribu massa berkumpul dengan membawa spanduk dan bendera. Usai mengikuti rapat mereka pun berpawai melewati Jalan Sudirman, Jalan Merdeka, Jalan MT Haryono, Jalan Pangeran Samudera, Jalan Lambung Mangkurat, lalu kembali ke depan Masjid Sabilal Muhtadin, untuk selanjutnya menyaksikan parade klotok (perahu khas Kalimantan) di Sungai Martapura.
Di Kendari, usai mengikuti rapat di Lapangan Eks MTQ Kendari, sekitar 40 ribu warga dari berbagai kota dan kabupaten di Sulawesi Tenggara pawai sekitar 5 km dari lapangan eks MTQ kota Kendari menyusur Jala Abdullah Silondae, Jala Syekh Yusuf, Jalan Saranani dan masuk kembali lapangan tempat start. Tak hanya hadir membuka RPA dan membacakan puisi di sela-sela rapat, dai mantan rocker HM Harry Moekti juga turun panggung utama untuk memberi semangat . ‘’Demokrasi pasti berlalu/ Pasti akan berakhir// Nantiakan berlalu/ Nanti akan berakhir……. Takbir!’’ teriak Harry Moekti ketika menyambut peserta pawai masuk kembali ke lapangan eks MTQ.
Di Samarinda, sekitar 10 ribu massa memadati halaman utama Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center Samarinda sembari meneriakkan yel-yel: “Neoliberalisme… Hancurkan! Neoimperialisme…Hancurkan! Bersama Umat…Tegakkan Khilafah! Allahu akbar!!!”
Dengan rapi dan membawa berbagai poster dan spanduk serta Bendera Nabi saw. mereka berjalan kaki ke Jalan Slamet Riyadi, Jalan Pangeran Antasari, Jalan Cendana lalu kembali lagi ke halaman utama Islamic Center, Ahad (10/5). Kemudian ditutup dengan doa oleh Ustadz Turut Abdurrahman. Aktivis HTI Kalimantan Timur tersebut berdoa kepada Allah SWT untuk segera menolong kaum Muslimin dengan menegakkan kembali khilafah. “Ya Allah, sesungguhnya berdirinya Khilafah adalah janji-Mu, dan sesungguhnya janji-Mu itu haq [benar]. Berjuang untuk menegakkannya hukumnya fardhu, dan kefardhuannya pun haq [benar]. Sesungguhnya adanya Khilafah itu merupakan solusi bagi seluruh permasalahan umat Muhammad saw. dan itu pun haq [benar] adanya. Maka, segerakanlah Khilafah itu berdiri di era kami dengan izin, kekuatan dan pertolongan-Mu, wahai Zat Yang Maha Perkasa lagi Maha Memaksa…” ujarnya dalam bahasa Arab yang fasih sembari menitikkan air mata.
Massa pun terhanyut dalam kekhusyukan penuh harap pertolongan Allah itu segera turun. Tak sedikit yang juga meneteskan air mata bahkan menangis tersedu.
Kegiatan RPA diagendakan pula berlangsung pada 23 Mei di Belitung, 24 Mei di Banda Aceh dan Menado dan puncaknya pada 30 Mei di Jakarta dengan target peserta 150 ribu kaum Muslim dari DKI Jakarta, Banten dan sekitarnya. [Joko Prasetyo dari kontributor daerah]