Dunia terus berubah dengan dinamikanya. Namun, kondisi saudara-saudara kita, Muslim Rohingya, tidak pernah berubah, bahkan kian memburuk dan makin kompleks; dari mulai genosida di negeri asal mereka hingga persoalan hilangnya hak kewarganegaraan mereka di tengah lautan. Semua ini disebabkan sistem status quo dunia yang terus memelihara rezim predator Myanmar dan rezim-rezim boneka Muslim yang abai terhadap Muslim Rohingya.
Solusi hampa berupa perundingan diplomatik yang sia-sia dan perjanjian setengah hati terus ditawarkan berulang oleh forum bilateral maupun internasional. Namun, tak satu pun nyawa saudara kita terselamatkan! Apa yang terjadi pada perundingan terakhir di Bangkok adalah bukti terbaru, bahwa semua itu adalah pepesan kosong yang buang-buang waktu. Saat Muslim Rohingya meregang nyawa di lautan, justru para pemimpin rezim sekular ini mencukupkan diri dengan drama diplomasi murahan daripada menolong puluhan ribu pengungsi Rohingya menjadi warganegara mereka.
Semua usaha sia-sia dan buang waktu ini harus segera diakhiri! Saudara-saudara kita, Muslim Rohingya, tidak bisa menunggu lebih lama lagi! Sudah terlalu lama umat Islam disuguhi sajian teater diplomasi murahan yang tumpul. Sudah terlalu banyak pula peristiwa berdarah yang menindas umat Islam seperti di Palestina, Suriah dan sekarang Rohingnya. Semuanya selalu berakhir di meja perundingan yang dingin dan hampa.
Sungguh, yang dirindukan umat hari ini adalah sikap jantan penguasanya yang bertaring membela kebenaran dan menyelamatkan mereka yang tertindas! Puluhan ribu perempuan dan anak-anak Muslim ini tidak seharusnya menjadi orang-orang yang tak diinginkan dan ‘Tanpa Kewarganegaraan di Lautan’. Mereka adalah bagian dari ‘umat terbaik (hhayru umah)’ dan harus diperlakukan selayaknya demikian.
Dibutuhkan Solusi Terobosan
Karena itu dibutuhkan solusi terobosan di luar pilihan yang ditawarkan sistem sekular hari ini. Itulah solusi yang bersumber dari Islam, sebagaimana firman Allah SWT:
وَإِنِ ٱسۡتَنصَرُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ فَعَلَيۡكُمُ ٱلنَّصۡرُ
Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka menjadi kewajiban kalian untuk menolong mereka (QS al-Anfal [8]: 72).
Sangat jelas perintah Islam bagi penguasa Muslim Indonesia, Malaysia dan Bangladesh untuk segera melakukan tindakan-tindakan pertolongan darurat terhadap pengungsi Rohingya. Tindakan-tindakan itu antara lain:
- Membuka perbatasan negeri bagi pengungsi Rohingya.
- Mengirim misi penyelamatan pada mereka yang masih terkatung-katung di laut.
- Melindungi dan mengurus semua kebutuhan mereka.
- Melakukan tekanan politik terhadap rezim penindas Myanmar agar menghentikan semua kezaliman dan brutalitas mereka kepada Muslim Rohingya.
- Jika tekanan politik diabaikan, maka langkah mobilisasi kekuatan militer harus dilakukan untuk menegakkan kehormatan Islam dan kaum Muslim!
Namun, dimanakah kaum Muslim Rohingya bisa mendapatkan semua pertolongan itu? Realitanya sangat jauh dari harapan Islam. Selama penguasa Muslim terus menganut rezim negara bangsa, termasuk rezim regionalisme seperti ASEAN hari ini, maka perintah-perintah Islam ini akan senantiasa diabaikan. Para penguasa ini justru mengadopsi konsep kewarganegaraan sekular yang membedakan manusia hanya dari identitas kebangsaannya. Konsep ini menyebabkan banyak masyarakat yang terabaikan, memacu konflik etnis di dalam negara, juga memicu peperangan antarnegara, yang terdorong oleh identitas etnis dan bangsa
Di sisi lain, adanya seruan dari beberapa kelompok umat yang menuntut Myanmar memberikan kewarganegaraan pada Rohingya adalah salah alamat. Kewajiban itu justru ada pundak penguasa Muslim seperti Indonesia, Malaysia dan Bangladesh yang justru harus memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar, rezim pembantai umat Islam. Muslim Rohingya memiliki hak penuh untuk memulai hidup baru di tanah kaum Muslim. Mereka harus mendapat jaminan penuh atas kebutuhan pokok mereka seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan perlindungan.
Oleh karena itu, bukan hanya Rohingya dan umat tertindas lainnya yang sangat membutuhkan sebuah model alternatif pemerintahan untuk melindungi mereka dari pemerintahan yang rusak, sakit dan memecah-belah ini, tetapi juga seluruh nilai kemanusiaan di dunia. Sistem satu-satunya yang mampu memberikan ini semua adalah Khilafah Islam yang berdasar metode kenabian, yang menerapkan sistem syariah Islam secara komprehensif. Khilafahlah yang menjadi solusi hakiki bagi tragedi yang menimpa saudara-saudara kita Muslim Rohingya dan umat secara umum.
Bagaimana Khilafah secara praktis menyelesaikan Krisis Rohingya ini?
- Penyatuan negeri-negeri Muslim dan penghapusan garis perbatasan nasional.
Khilafah akan menolak konsep negara bangsa. Khilafah akan menghapus seluruh garis perbatasan di antara negeri-negeri Islam. Khilafah akan menyatukan tanah kaum Muslim di bawah satu negara oleh satu pemerintahan yang memerintah berdasar satu sistem, yakni system Islam. Khilafah akan membangun kesatuan fisik di antara umat Islam, sebagaimana diwajibkan oleh al-Quran dan as-Sunnah (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 92).
Khilafah akan menyatukan wilayah Rakhine Myanmar, dengan Tanah Bangladesh, Pakistan, kepulauan Indonesia dan Malaysia dengan seluruh tanah kaum Muslim di seluruh dunia! Perbatasan seluruh negara Khilafah akan selalu terbuka untuk setiap Muslim yang tertindas, tanpa peduli darimana mereka berasal. AlLahu Akbar!
Penyatuan negeri-negeri kaum Muslim juga bermakna penyatuan sumberdaya, kekayaan dan kekuatan militer berbagai kawasan tersebut. Ini tidak hanya menjamin keberlimpahan fasilitas negara untuk menyediakan bantuan kemanusiaan untuk umat Islam dan bahkan non-Muslim melarikan diri sekalipun. Ini juga juga akan membangun Khilafah sebagai kekuatan dunia yang diperhitungkan, dengan pengaruh internasional yang besar, dan luasnya leverage politik secara global. Keberadaan negara seperti ini merepresentasikan kepentingan Islam dan kaum Muslim secara global. Khilafah akan menjadikan musuh-musuh umat bergidik ketakutan berpikir untuk menyerang satu Muslim pun. Sungguh, absennya negara seperti inilah yang membuat rezim-rezim rasis seperti Myanmar dan lainnya yang menyimpan kebencian terhadap Muslim berani menindas komunitas Muslim yang minoritas. Pasalnya, mereka sepenuhnya tahu bahwa hari ini mereka dapat menyerang Muslim dengan bebas tanpa ada satu pun reaksi keras dari suatu negara yang membela Muslim. Namun, rezim-rezim anti Islam seperti ini justru akan mengetahui bahwa hal ini tidak akan pernah terjadi jika Khilafah berdiri, karena Khilafah tidak akan pernah membiarkan negara asing membahayakan nyawa satu orang Muslim pun.
- Penggunaan seluruh perangkat negara, termasuk mobilisasi militer untuk membela umat Muslim yang tertindas.
Khilafah akan menggunakan seluruh perangkat dan sarana; juga mengerahkan segenap daya upaya, baik politik, ekonomi dan militer untuk melindungi umat Islam dari penindasan, serta membela darah dan kehormatan karena Islam telah mewajibkan hal itu. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang dia dan berlindung kepada dia (HR Muslim).
Hal ini akan menjadi tekanan politik yang hebat, termasuk memutus hubungan politik dan ekonomi serta mengeluarkan ancaman aksi-aksi militer terhadap negara manapun yang terlibat dalam menindas atau membunuh Muslim. Jika tekanan seperti ini gagal menghentikan kezaliman rezim-rezim tersebut melawan Islam dan kaum Mukmin, maka Khilafah akan mengerahkan kekuatan militernya secara penuh untuk membela Muslim tanpa memandang lagi dimana mereka berada dan berapapun biayanya. Hal ini karena Khilafah adalah negara yang berprinsip, berdasarkan nilai moral Islam yang luhur yang menempatkan kehormatan jiwa manusia di tempat yang tinggi, yang mewajibkan untuk melindungi darah kaum Muslim, dibandingkan sekadar melakukan tindakan hanya berdasar kepentingan nasional yang egois ataupun karena keuntungan ekonomi. Rasulullah saw. bersabda:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا، فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا، لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ
Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti terlarangnya di hari ini, bulan ini dan negeri in. Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir (HR al-Bukhari dan Muslim).
Prinsip moral yang luhur ini tercermin dalam tindakan pada abad ke-9 saat Khalifah al-Mu’tashim mendengar bahwa seorang Muslimah ditangkap dan dianiaya oleh seorang tentara Romawi di Amuriyah, Turki. Dia segera mengirimkan 90.000 pasukannya untuk menolong wanita tersebut sekaligus untuk menggentarkan Romawi agar tidak mengulangi perbuatan itu. Padahal saat itu ibukota Khilafah berlokasi di Baghdad. Masya Allah!
- Menerapkan paradigma kewarganegaraan Islam dalam masyarakat.
Khilafah akan menerapkan paradigma kewarganegaraan Islam di dalam negeri. Menurut Islam, kewarganegaraan seseorang itu berdasarkan tempat yang dia pilih untuk tinggal menetap. Karena itu jika ia memilih untuk tinggal di dalam wilayah Khilafah dan menerima untuk loyal pada negara dan hukum-hukum Islam, maka dia adalah warganegara resmi Khilafah yang berhak menerima seluruh hak-haknya sebagai jaminan, tanpa memandang kebangsaannya atau agamanya. Hal ini berdasarkan hadis Nabi saw.
ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ إِنْ هُمْ فَعَلُوا ذَلِكَ أَنَّ لَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَأَنَّ عَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ
Kemudian serulah mereka untuk pindah ke negeri kaum Muhajirin. Beritahu pula mereka jika mereka melakukan itu maka mereka akan memiliki hak-hak yang sama dengan kaum Muhajirin dan memiliki tugas yang sama dengan kaum Muhajirin.
Khilafah dilarang untuk melakukan diskriminasi berdasarkan etnis, bangsa, warna kulit ataupun keyakinan dalam memberikan kewarganegaraan. Khilafah pun dilarang untuk membedakan antara warganegara dalam hal apapun, apakah itu pemerintahan, pengadilan, pelayanan urusan, ataupun perlindungan terhadap jiwa, kehormatan dan harta. Semua warganegara dalam Khilafah harus diperlakukan setara tanpa memandang agama, ras atau lainnya, dan mereka semua harus bisa menikmati keadilan Islam (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 58).
Rasulullah saw. juga bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (Khalifah) itu adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR Muslim).
Konteks hadis ini adalah umum dan mencakup semua urusan rakyat, Muslim maupun non-Muslim. Kaum dzimmi (warganegara non-Muslim) juga memiliki hak dan jaminan perlindungan yang sama seperti halnya Muslim di dalam Negara. Hak mereka untuk beribadah sesuai keyakinannya terjamin tanpa gangguan dari siapapun. Mereka pun tidak boleh dipaksa keluar dari agama mereka. Inilah mengapa saat Khilafah dulu kaum Yahudi di Spanyol yang dianiaya oleh pemerintahan Nasrani melarikan diri ke wilayah Khilafah selama era inkuisisi Spanyol. Pasalnya, mereka tahu bahwa mereka akan diterima di sana, disediakan tempat perlindungan dan dijamin hak-hak mereka untuk hidup sebagai warganegara. Sungguh, sangat bisa dipahami bahwa tegaknya kembali negara mulia ini akan melampaui pengharapan dan standar norma-norma internasional dalam hal perlakuan negara terhadap warga minoritas, pengungsi dan populasi manusia, yang hari ini telah mencapai titik terendah kemanusiaan sampai pada level mengerikan yang dibentuk oleh tata dunia yang egois, amoral dan tidak berperikemanusiaan.
Karena itu, kami menyeru Anda semua untuk berjuang bersama kami dan menyambut seruan kami, Hizbut Tahrir, dengan seluruh upaya Anda, untuk mengembalikan cahaya kemuliaan dari sistem Allah SWT di negeri-negeri kita. Caranya adalah dengan meyakinkan keluarga, rekan sejawat dan jaringan yang Anda miliki tentang kebutuhan darurat akan kembalinya negara ini. Dengan Khilafah rahmat yang terpancar dari syariah Islam akan kembali memberkati umat ini dan menyinari dunia sebagai mercusuar keadilan bagi umat manusia. []
Fika Komara, Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir untuk Asia Tenggara.