HTI

Fokus (Al Waie)

Khilafah Ancaman?

Ide khilafah terus berkembang luas. Hampir dapat dipastikan semua orang kini tahu, atau minimal pernah mendengar ide khilafah. Khilafah telah menjadi perbincangan. Jika dulu banyak orang yang sebelah mata memandang ide tersebut, tidak dengan sekarang. Banyak kalangan menganggap serius ide ini dan tak lagi menganggap ide ini sebagai utopia atau mimpi semata. Bahkan ketika ide ini mulai terang di tengah opini publik, banyak pihak yang sebelumnya alergi dengan kata ‘khilafah’ pun mau tak mau ikut menyuarakan ide itu dengan pemaknaan berbeda.

Secara global, Barat yang dipimpin oleh Amerika berusaha menghambat ide khilafah ini dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mendistorsi ide khilafah. Caranya dengan memanfaatkan keberadaan kelompok yang mengklaim diri mereka sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang kemudian berubah menjadi Khilafah. Melalui kelompok inilah, Barat ingin membuat wajah buruk Khilafah di mata umat Islam. Khilafah digambarkan sangat jauh dari ajaran Islam.

Dalam seruannya kepada umat Islam dan ahlul quwwah pada Jumat pertama Ramadhan 1436 H kemarin, Hizbut Tahrir menggambarkan kondisi ini dengan menyatakan: “Kaum kafir penjajah itu telah bekerja keras, sekeras-kerasnya melalui berbagai media penyesatan, makar dan konspirasi dan segala ragam kejahatan, untuk melawan dakwah Khilafah dan para pejuangnya. Kadang langsung melalui kaum kafir penjajah. Kadang melalui tangan-tangan antek-antek mereka. Ketika langkah mereka gagal meraih tujuannya terhadap para pejuang Khilafah itu, dan kegagalan mereka memalingkan kaum Muslim dari kewajiban untuk menegakkan Khilafah telah tampak jelas, maka ada segelintir kaum Muslim yang bangkit untuk melakukan apa yang belum pernah dilakukan oleh kaum kafir penjajah sebelumnya. Mereka menyelenggarakan konferensi demi konferensi untuk memutarbalikkan fakta dari gambaran sesungguhnya. Mereka mengatakan, bahwa Khilafah merupakan peristiwa sejarah, bukan hukum syariah yang wajib di dalam Islam.”

“Kemudian yang lain lagi bangkit. Mereka melakukan lebih dari itu dalam memerangi Khilafah. Mereka mengotori citra Khilafah dengan mengatasnamakan Khilafah. Mereka melakukan berbagai pembantaian dan tindak kriminal dengan simbol Khilafah. Mereka telah membajak Khilafah dengan wajah yang berbeda dengan Khilafah yang sesungguhnya. Mereka melakukan, atas nama Khilafah, berbagai keburukan yang tidak pernah terlintas dalam benak manusia. Mereka telah melapangkan jalan bagi kaum kafir penjajah dan musuh-musuh Islam. Mereka telah membuka jalan agar berbagai tindak kriminal tersebut bisa dieksploitasi agar wajah Khilafah berhasil ditampilkan kepada publik, bahwa Khilafah itu merupakan tindak kriminal, melebihi yang lain. Dengan begitu, orang pun akhirnya membenci Khilafah. Mereka pun [diharapkan] akan menjauhi Khilafah. Akibatnya, gambaran Khilafah berbeda dengan aslinya, yang mestinya sangat dirindukan dalam benak mereka, justru berubah menjadi kezaliman yang menyesakkan! Begitulah… Jadi, kondisi kaum Muslim saat ini dalam kegelapan, saling menutupi satu dengan yang lain. Kegelapan ini bukan hanya melalui tangan-tangan kaum kafir penjajah, tetapi di dalamnya melibatkan kaum Muslim, atau melebihinya, sembari menyandarkannya pada Islam.”

Monsterisasi dan Kriminalisasi Khilafah

Penyesatan opini secara global ini ternyata dikembangkan pula di Indonesia oleh mereka yang anti terhadap ide Khilafah. Mereka memberikan stigma negatif pada Khilafah. Khilafah dikampanyekan sebagai ancaman bagi negara, kejam, memecah-belah umat, menimbulkan konflik, diskriminasi, dan lainnya.

Kemunculan para pendukung ISIS yang berusaha ke luar negeri dan kemudian ditangkap oleh aparat keamanan menguatkan kampanye anti Khilafah ini. Khilafah diidentikkan dengan tindakan anarkis seperti pembunuhan dan perusakan tempat-tempat umum. Dihadirkan pula stigma diskriminatif seperti pemaksaan terhadap umat non-Muslim supaya memeluk Islam, dst. Syariah dan Khilafah pun digambarkan tak layak ditegakkan karena mengakibatkan terjadinya instabilitas negara.

Tak hanya menakut-nakuti umat terhadap ide khilafah, mereka yang anti Khilafah pun mencoba mengkriminalkan perjuangan penegakan ideologi Islam. Mereka menggeneralisasi bahwa pihak-pihak yang memperjuangkan Khilafah adalah sama bahayanya dengan ISIS. Makanya, siapapun yang memiliki ide ini harus ditangkap. Mereka pun meminta negara membubarkan organisasi yang terus menyuarakan perubahan menuju tegaknya syariah dan Khilafah.

Di berbagai kesempatan, kalimat-kalimat provokatif acap keluar dari mulut para aktivis anti Khilafah ini, juga beberapa tokoh umat lainnya. Mereka menuding kelompok-kelompok yang memperjuangkan Khilafah harus diwaspadai. Sayang, semua bicara secara general/global dan tak memberi rincian yang bisa mencerahkan umat. Bahkan Panglima TNI tiba-tiba pernah bicara keras, “Untuk itu kalau mereka (ISIS) macam-macam kami bisa sikat. Gitu aja,” tegas Jenderal TNI Moeldoko.

Dampaknya, semua menjadi latah. Ada bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid dibakar. Ada yang mengolok-olok Khilafah dan para pejuangnya—meski bukan anggota ISIS. Malah ada beberapa aktivis dakwah diawasi karena diduga anggota ISIS. Ada juga aktivis dakwah yang dikeroyok dan dipukuli gara-gara menyampaikan ide khilafah.

Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia pernah menyatakan, langkah-langkah tersebut dilakukan dengan harapan, bila orang-orang takut dan punya kesan buruk, maka dengan mudah didorong untuk menjauhi dan menolak ajaran Islam yang sesungguhnya sangat mulia itu. Yang diinginkan ini sudah muncul di masyarakat.

Bukan Ajaran Islam

Selain monsterisasi dan kriminalisasi ide khilafah, belakangan muncul lagi upaya penyesatan dengan menyebut bahwa Khilafah bukan ajaran Islam, bahkan bukan ajaran para ulama. Seorang tokoh ormas besar di Indonesia memandang model Khilafah adalah produk sejarah, bukan produk agama.

Dengan demikian, ia menegaskan, organisasinya menilai NKRI adalah harga mati dan Islam mengakui eksistensi negara bangsa serta tidak mengharuskan penganutnya untuk mendirikan negara agama, termasuk negara Khilafah.

Bahkan mereka berani menyatakan, sistem Khilafah tidak relevan di Indonesia. “Membangkitkan kembali ide khilafah pada masa sekarang adalah utopia. NKRI sudah sesuai ajaran Islam,” kata seorang tokoh.

Pengajar pasca sarjana di sebuah perguruan tinggi Islam terkenal di Jakarta malah menyebut, Khilafah itu bukan inti ajaran Islam, tetapi hanya sejarah Islam. Buktinya, ia mengutip Ibnu Taimiyah yang ia katakan tak mau menggunakan istilah khalîfah dalam berbagai karyanya, tapi sulthân. “Karena itu memang bukan ajaran Islam. Dalam Islam yang ada hanya imam.”

Sepertinya dia lupa, banyaknya hadis yang menggunakan kata khilâfah sebagai sistem pemerintahannya dan khalîfah sebagai pemimpin sistem Khilafah.

كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ. كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌ خَلَفَهُ نَبِيٌّ. وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ. وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءَ فَتَكْثُرُ. قَالُوا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فُوْا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ.

“Dulu Bani Israil diatur oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, dia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada lagi nabi sesudahku. Yang akan ada adalah para khalifah dan jumlah mereka akan banyak.” Mereka [para Sahabat] bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi saw. bersabda, “Penuhilah baiat untuk khalifah yang pertama, yang pertama saja.” (HR Muslim).

Berkaitan dengan kewajiban kesatuan kepemimpinan, Rasulullah saw. juga menggunakan istilah khalîfah:

إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ، فَاقْتُلُوْا الآخِرَ مِنْهُمَا

Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya (HR Muslim).

Bahkan dia menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin adalah Khilafah by accident, karena kebetulan sejarah saja. Dia pun menyebut istilah yang digunakan pada masa Umar bin Khattab, yakni Amirul Mukminin, bukan Khilafah. Makanya, ia menyebut Khilafah bukan sistem yang baku dan bukan sesuatu yang ideal.

Sebagian kalangan lagi menyebut para ulama, khususnya para wali, tidak pernah mengajarkan Khilafah kepada umat. Mereka menilai, justru para ulama menanamkan substansi syariah Islam pada aturan yang ada. Menurut mereka, para ulama terdahulu tidak mendakwahkan bentuk/wadah bagi Islam.

Padahal ajaran Khilafah bersumber dari Al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas. Dalam Islam, Khilafah atau Al-Imamah al-‘Uzhma merupakan perkara yang ma’lûm[un] min ad-dîn bi adh-dharûrah (telah dimaklumi sebagai bagian penting dari ajaran Islam). Khilafah didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Kewajiban menegakkan Khilafah pun disepakati para ulama dari seluruh mazhab. Tak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang pendapatnya tidak diakui (lâ yu’taddu bihi).

Imam al-Qurthubi, seorang ulama besar dari mazhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30, menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling asal mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukum-hukum Khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham (Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).

Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, juga mengatakan, “Para imam mazhab telah bersepakat, bahwa kaum Muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, XII/205).

Bughât?

Yang lebih menyedihkan lagi, ada kalangan Islam yang meminta kepada negara agar para pejuang syariah dan Khilafah—siapapun, mau yang kekerasan ataupun tidak—dianggap sebagai bughât [pembangkang Negara]. Mereka meminta negara tak memberi kelonggaran kepada pengusung ide khilafah untuk menyampaikan idenya kepada masyarakat. Mereka bahkan menganggap orang yang ingin menjadikan Khilafah sebagai tatanan baru negara sebagai musuh negara meskipun pergantian itu akan menjadikan negeri Islam akan lebih baik. Alasannya, perubahan yang lebih baik itu baru asumsi, sedangkan yang berlangsung selama ini sudah baik dan itu bukan asumsi alias sudah pasti. Begitu kata mereka. Pelabelan bughât terhadap aktivis dakwah pengusung ide khilafah ini di beberapa daerah menimbulkan konflik horisontal. Ada aktivis dakwah Khilafah yang menerima kekerasan fisik akibat ulah mereka yang anti Khilafah. Padahal mereka tahu yang mendapat kekerasan itu adalah sesama Muslim.

Penggunaan istilah bughât jelas-jelas salah alamat. Para ulama menggunakan istilah bughât berkaitan dengan pembangkangan terhadap Khalifah, pemimpin yang menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam negara Khilafah; bukan terhadap pemimpin sekular seperti sekarang ini, yang jelas-jelas tidak menerapkan syariah Islam. Tentu menggelikan sekaligus menyedihkan jika para pejuang Islam yang menerapkan syariah Islam yang diwajibkan Allah SWT malah disebut bughât.

Substansi Khilafah

Substansi ide khilafah adalah ukhuwah, syariah dan dakwah. Ukhuwah artinya persatuan umat Islam seluruh dunia. Syariah artinya penerapan syariah Islam secara kaffah. Dakwah artinya menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Ketiga substansi ini yang terangkum dalam kata ‘Khilafah’. Maka dari itu, tidak ada yang buruk dari ide khilafah karena ini bersumber dari sumber ajaran Islam. Justru aneh, jika ide ini dianggap ide buruk. Mungkin ya jika kacamata yang digunakan adalah kacamata orang kafir/Barat.

Tak dipungkiri, Khilafah memiliki peran menentukan dalam penyebaran Islam di Indonesia. Khilafahlah yang mengutus para dai mendakwahkan Islam di Indonesia. Beberapa di antaranya dikenal sebagai Walisongo. Bahkan Khilafah pernah mengirim tentaranya untuk membantu Samudera Pasai mengusir penjajah Portugis. Para Walisongo pada saat itu datang ke negeri ini dalam kondisi Khilafah masih jaya. Wajar jika mereka tak mendakwahkan ide khilafah. Malah aneh jika mereka mendakwahkan tegaknya Khilafah.

Kesimpulan

Khilafah adalah ajaran Islam dan tertuang dalam kitab-kitab para ulama yang masyhur. Tidak ada perbedaan sama sekali di antara mereka meski mereka berbeda mazhab. Sejauh ini ide khilafah tak pernah bersentuhan dengan aktivitas fisik dan tak pernah sama sekali ingin mengacak-acak negeri Islam. Para pejuangnya tak pernah mengancam siapapun. Justru Khilafah ingin mempersatukan umat sebagai wujud ukhuwah dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah.

Penegakan Khilafah adalah jaminan bagi penerapan seluruh syariah Allah SWT di muka bumi. Khilafah akan mewujudkan kebaikan di dunia. Hanya dengan syariah dan Khilafah, Allah SWT akan membuka keberkahan dari langit dan bumi bagi manusia. Saat itu terwujud Islam rahmat[an] lil ‘âlamîn. Bukankah ini harapan seluruh umat Islam? [Humaidi]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*