Kalau sampai tersumbat 100%, apa yang bakal terjadi, Dok?”
“Ya, wassalam…”
++++
Di atas adalah dialog sekilas saya dengan Dokter Ibrahim Ginting Sp.JP., ahli jantung senior, mantan anggota tim kedokteran kepresidenan di masa Pak Harto, sesaat setelah operasi tuntas dilakukan. Dialah yang menangani operasi pemasangan stent (ring penyangga) pada pembuluh arteri jantung saya di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, awal bulan lalu. Operasi itu sendiri harus dilakukan untuk menghilangkan penyumbatan pembuluh di dua tempat yang telah mencapai 99% dan 90%. Penyumbatan itu terlihat sangat jelas melalui monitor yang disambungkan ke kamera di ujung kateter. Kritisnya lagi, penyumbatan itu terjadi di jalur pembuluh utama, bukan di cabang. Artinya, kalau terjadi penyumbatan total, praktis pembuluh di kedua tempat itu tidak akan bisa mengalirkan darah. Akibatnya, jantung tidak mendapatkan aliran oksigen dan, seperti Dokter Ibrahim bilang, bisa “wassalam”.
Berdasar hasil treadmill test yang dilakukan pada bulan Ramadhan lalu, saya memang disebut oleh Dokter Ibrahim menderita penyakit jantung koroner. Menurut Ketua Perhimpunan Hipertensi Indonesia sekaligus Kardiologis Senior dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Dr. Arieska Ann Soenarta, Sp.JP(K), penyakit jantung koroner termasuk penyakit kardiovaskular, yaitu gangguan pada jantung (kardio) dan pembuluh darah (vaskular). Jenis lain dari penyakit kardiovaskuler adalah serebrovaskuler yang sering menyebabkan stroke. Penyakit jantung koroner terjadi ketika pembuluh darah koroner yang mengalirkan darah, oksigen dan nutrisi yang penting untuk jantung mengalami penyempitan atau penyumbatan akibat penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner). Lama kelamaan penyempitan itu diikuti penimbunan jaringan ikat, pengapuran, pembekuan darah dan lainnya. Semuanya akan makin mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Akibatnya, otot jantung di daerah itu mengalami kekurangan aliran darah dan menimbulkan dampak sangat serius, seperti angina pectoris (nyeri dada) sampai infark jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
Penyakit jantung oleh WHO saat ini disebut sebagai pembunuh nomer satu di dunia. Terjadi sekali setiap dua detik. Adapun serangan jantung terjadi setiap lima detik dan akibat stroke setiap enam detik. Setiap tahunnya diperkirakan 17 juta orang meninggal akibat penyakit jantung. Tiap tahun kecenderungannya terus meningkat. Pada tahun 2020 nanti, kematian global akibat penyakit kardiovaskular diperkirakan mencapai 25 juta orang. Lalu dari sekitar 10 juta orang di dunia yang selamat dari stroke setiap tahunnya, lebih dari 5 juta di antaranya mengalami cacat permanen. Di Indonesia, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, penyakit jantung juga menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian umum, sebesar 26,3% kematian.
++++
Operasi pemasangan stent diawali dengan pemasangan kateter karet (tube) yang kecil dan tipis melalui pembuluh darah di lengan. Kemudian dimasukkan wire (kawat) kecil sampai ke pembuluh darah koroner yang tersumbat. Di ujungnya terdapat balon yang dilapisi oleh stent. Stent atau yang lebih dikenal dengan istilah ring adalah sebuah tabung kawat berbentuk jala. Jenis BBS (bare base stent), terbuat dari logam anti karat. Balon lalu dikembangkan (inflate) sehingga stent ikut terbuka. Balon kemudian dikempiskan dan ditarik keluar bersama kateter, meninggalkan stent di lokasinya yang akan menjaga aliran darah pada pembuluh koroner jantung yang sebelumnya mengalami sumbatan.
Melalui operasi yang berlangsung selama 1,5 jam, telah terpasang di pembuluh arteri saya stent sepanjang 6,6 cm dari dua stent yang menyambung masing-masing berukuran 3,8 dan 2,8 cm dengan diameter 3mm. Di satu bagian lagi terpasang 3,1cm. Jadi total 9,7 cm. Usai operasi, ada yang mencandai saya, menyebut saya “Lelaki Bercincin”. Benar juga, karena selain di jemari, ada juga cincin atau ring di jantung saya….
Namun, mengapa kok ujug-ujug ada penyumbatan 99%, padahal saya tidak merasa apa-apa, kecuali detak jantung yang sejak 3 – 4 bulan lalu kadang terasa tidak beraturan? Ketika hal itu saya tanyakan kepada Dokter Ibrahim, dia katakan, itulah bahayanya penyakit jantung. Tidak selalu orang merasa ada gejala. Kalaupun merasakan sesuatu, yang sebenarnya itu adalah gejala penyakit jantung, acap dipahami lain. Misalnya, dianggap masuk angin, terus diabaikan. Lalu, tahu-tahu, wassalam. Itulah mengapa penyakit jantung disebut the silent killer.
Tentang mengapa penyumbatan itu bisa terjadi, Dokter Ibrahim mengatakan, hingga sekarang dunia kedokteran jantung belum bisa menjawab. Hanya bisa menyebutkan sejumlah faktor pembawa risiko penyakit jantung, yaitu diabetes, hipertensi atau tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, keturunan, kebiasaan merokok, obesitas dan stres. Dari semua faktor itu, saya tidak menderita diabetes. Hipertensi, kebiasaan merokok, keturunan dan obesitas juga tidak. Kolesterol juga bisa saya jaga di kisaran angka 200. Bagaimana dengan stres? Mungkin juga. Siapa sih manusia di dunia ini yang tidak pernah mengalami stres?
++++
Apa pelajaran yang didapat dari operasi kemarin? Banyak. Namun, satu yang utama, saya merasakan, betapa manusia memang sangat lemah. Sangat lemah. Kita tahu, guna menunjang fungsi seluruh organ tubuh, pembuluh darah menjalar di sekujur tubuh manusia, mengalirkan oksigen dan zat lain yang diperlukan. Demikian panjangnnya pembuluh darah dalam tubuh, bila diulur, panjangnya bisa mencapai 60.000 mil (96.540 km) atau setara dua setengah kali keliling bumi. Adapun jantung tak pernah berhenti bekerja guna memompa sekitar 2.000 galon darah setiap harinya ke semua pembuluh darah itu. Melalui mekanisme yang demikian canggih, darah mengalir tidak terlalu pelan, tetapi juga tidak terlalu kencang, karena aliran darah terlalu lemah atau terlalu kencang sama bahayanya buat kesehatan.
Darah, yang hanya sebuah cairan, juga tidak pernah gagal melakukan suatu tugas yang memerlukan perhatian dan tanggung jawabnya. Darah tahu setiap zat yang dia bawa, untuk apa gunanya dan kemana harus diantarkan. Darah tidak keliru mengantarkan karbon dioksida, misalnya, ke sel, yang dia ambil dari sel lain sebagai zat buangan. Darah selalu memberi sel oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Darah melakukan tugas ini tanpa kesalahan atau kelelahan.
Berpuluh tahun mekanisme itu berjalan bagus. Lalu tiba saatnya, dalam kasus saya, terjadi penyumbatan di dua atau tiga bagian, yang secara relatif sesungguhnya prosentasenya sangatlah kecil bila dibandingkan dengan keseluruhan pembuluh yang ada. Coba, apa artinya penyempitan atau penyumbatan katakanlah sepanjang 10 cm yang saya alami bila dibandingkan dengan panjang keseluruhan pembuluh darah yang 96.000 km? Kecil sekali, kan? Namun, toh begitu, sudah cukup membawa masalah besar. Mungkin karena itu, Dokter Ibrahim berkata lirih menjelang operasi dimulai, “Ini sudah sangat kritis, Alhamdulillah segera dibawa ke sini.”
Benarlah ketika Allah SWT mengingatkan kita, “Diciptakan manusia dalam keadaan lemah” (QS an-Nisa’ [4]: 28).
Atas karunia Allah SWT, di tengah kelemahan itu, kita telah menikmati berbagai kenikmatan yang tak berhingga, utamanya nikmat kesehatan. Namun, kadang memang kita kurang mensyukuri nikmat itu. Rasulullah saw. mengingatkan, “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR al-Bukhari).
Karena itu kita harus terus bersyukur. Cara mensyukuri nikmat sehat yang paling tepat tak lain adalah dengan memanfaatkan hidup ini untuk berjuang sungguh-sungguh bagi tegaknya kembali kehidupan Islam, yang di dalamnya diterapkan syariah secara kaffah di bawah naungan daulah Khilafah.
AlLâhu a’lam bi ash-shawâb. [H.M. Ismail Yusanto]