HTI

Nisa' (Al Waie)

Melindungi Perempuan dari Kejahatan

Kejahatan terhadap perempuan menjadi momok menakutkan, tak hanya bagi perempuan itu sendiri, tetapi juga bagi orang-orang yang diberi amanah untuk menjaga perempuan, seperti suami atau ayah. Betapa tidak, pemberitaan media tak pernah kosong dari peristiwa memiriskan ini. Korbannya pun semakin tidak mengenal umur. Kini, anak-anak perempuan juga banyak menjadi sasaran.

Tidak hanya di tempat umum atau sarana publik, seperti angkutan publik, jalanan ramai atau halaman kosong dan sepi. Kejahatan ini juga kerap terjadi di tempat yang justru biasanya dianggap paling aman, yaitu rumah, bahkan sekolah.

Pelakunya juga tidak hanya orang yang tak dikenal korban. Sebagiannya bahkan orang yang dikenal dekat dengan korban, seperti yang dilakukan seorang ayah terhadap anak perempuannya, kakak atau ipar, hingga pacar (teman dekat) korban. Peristiwa ini sering tidak pernah diduga korban. Perempuan pada umumnya baru tersadar ketika kejadian tidak diinginkan itu menimpa dirinya.

Kejahatan terhadap perempuan memiliki beragam bentuk. Di antaranya, kekerasan seksual, kekerasan fisik, pembunuhan, perampasan harta, penculikan, penjualan perempuan untuk dipekerjakan tidak sesuai keinginannya, perbudakan dan lain sebagainya. Dari semua jenis kejahatan tersebut, kasus kekerasan seksual masih menujukkan statistik yang sangat tinggi.

Kekerasan seksual sendiri, menurut Komnas Perempuan, ada 15 bentuk seperti perkosaan, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung, dan lain sebagainya.

Tak bisa dipungkiri, seksualitas rupanya menjadi sisi atau perkara yang paling diinginkan para pelaku kejahatan. Mengapa aspek ini begitu mudah dicabik-cabik oleh orang yang tak bertanggung jawab? Bukankah Allah SWT memang menciptakan perempuan dengan tabiat dan kadar (karakteristik) tertentu. Jika mereka menderita, tentulah ada yang salah dengan perlakuan terhadap makhluk Allah ini. Bisa jadi dari orang-orang di sekitarnya, masyarakat, negara, atau bahkan dari perempuan itu sendiri.

Kapitalisme Biang Ketakutan

Banyaknya kejahatan terhadap perempuan di tempat umum maupun khusus sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari gurita kapitalisme-liberalisme yang berlaku di negeri ini. Kehidupan kapitalistik telah melahirkan banyak kekacauan dalam berbagai sisi kehidupan.

Kapitalsime nyata-nyata melahirkan kemiskinan. Penghasilan seorang suami tak lagi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Akibatnya, perempuan dipaksa secara sistemik untuk keluar rumah mencari nafkah, bahkan hingga larut malam. Mereka tentu berisiko tinggi terkena kejahatan.

Kemiskinan pun melahirkan orang-orang bermental rusak yang menghendaki kekayaan tanpa susah-payah bekerja. Perempuan menjadi sasaran mudah kejahatan karena mereka pada umumnya lemah. Perempuan juga memiliki nilai ‘plus’. Keindahan tubuhnya adalah kekayaan yang bernilai ekonomis. Inilah yang memunculkan kejahatan bermotif materi terhadap perempuan.

Adapun maraknya kejahatan seksual, hal ini tidak lepas dari menjamurnya pornografi. Kini, konten porno begitu mudah berpindah dan ditemui di dunia maya, lapak pinggir jalan, media cetak, hingga telepon seluler. Betapa mudahnya dorongan syahwat dimunculkan. Bisa dibayangkan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki tempat pelampiasan yang sah (yaitu istri) saat hasrat seksual itu tak terbendung. Tak jarang, kekerasan seksual di rumah pun terjadi karena kondisi seperti ini.

Di sisi lain, pemandangan memilukan juga berasal dari perempuan itu sendiri. Gaya hidup liberal telah menyeret mereka untuk berpenampilan mengundang hasrat seksual lawan jenis. Tak hanya aurat, gaya sensualitas-nya pun semakin menambah gairah laki-laki. Padahal sebuah studi oleh Georgia Gwinnett College, AS, memperlihatkan bahwa pada otak lelaki terjadi efek seperti saat seseorang meminum miras atau obat-obatan bila melihat lekuk tubuh wanita yang ramping dan seksi.

Kecanggihan teknologi juga memberi andil yang tidak sedikit. Dalam sistem kapitalis-liberalis hal ini telah dimanfaatkan secara mudah oleh pelaku kejahatan untuk memuluskan target-target kejahatannya. Mereka bisa menggunakan media sosial (seperti facebook atau lainnya) untuk mencari target. Berkenalan dengan korban hingga janjian untuk bertemu menjadi amat mudah dilakukan.

Negara dalam sistem kapitalis ternyata juga gagal dalam mencegah berbagai tindak kejahatan serupa terjadi lagi. Produk hukum yang dilahirkan benar-benar tidak memberikan harapan keadilan bagi kaum perempuan. Tak ada efek jera atas hukuman yang dijatuhkan pada pelaku kejahatan. Dalam pasal 285 KUHP, misalnya, hukuman bagi pelaku pemerkosaan paling lama dua belas tahun. Untuk kejahatan seksual lain minimal hanya 2 tahun. Pantas saja, pelaku kejahatan tidak pernah jera.

Kapitalisme-liberalisme semakin lengkap menjadi biang ketakutan karena sistem ini terbukti gagal dalam membina dan melahirkan orang-orang salih dengan kadar iman yang kuat. Kalaupun ada, jumlahnya amat sedikit. Lemahnya iman menyebabkan pelaku kejahatan tidak mampu menahan diri dari godaan. Betapa banyak orang yang saat ini lebih disibukkan dengan urusan pribadi; sebagian sibuk mengurus kemewahan dunia, sebagian lainnya sibuk memikirkan kesulitan hidup. Semua itu menggerus keimanan. Masyarakat dengan tingkat depresi yang tinggi tidak mampu berpikir jernih. Tak jarang pelampiasannya adalah aktivitas yang melanggar syariah, seperti melakukan tindak kejahatan (terhadap perempuan). Demikanlah, jahatnya kapitalisme liberalis dalam merusak kehidupan manusia.

Tips Praktis

Risiko hidup dalam sistem yang rusak mau tak mau harus ditanggung semua pihak, termasuk perempuan dan keluarga baik-baik. Berikut beberapa tips untuk melindungi perempuan dari kejahatan.

Pertama: Selalu memohon keselamatan kepada Allah SWT dalam setiap melakukan aktivitas, apalagi jika terpaksa melakukan aktivitas dengan tingkat risiko lebih tinggi.

Kedua: Memastikan seluruh anggota keluarga memahami dan melaksanakan hukum syariah. Hal ini penting karena pelaku kejahatan bisa saja berasal dari orang-orang di sekitar rumah, atau orang luar tetapi mendapatkan kesempatan dengan perantaraan orang dalam rumah.

Ketiga: Meningkatkan peran serta keluarga. Orangtua hendaknya lebih memperhatikan dan menjaga anaknya. Demikian pula, suami terhadap istrinya. Mereka adalah orang-orang yang telah diamanahi Allah SWT untuk menjaga perempuan.

Keempat: Menegakkan hukum syariah di rumah. Misalnya, menjaga kehidupan khusus (rumah) hanya untuk mahram atau para wanita saja; tidak memberi kelonggaran terhadap tamu untuk masuk ke dalam rumah, kecuali setelah salam dan mendapatkan ijin dari penghuni rumah. Istri tidak boleh sembarangan menerima tamu, melainkan dengan ijin suaminya.

Kelima: Menjaga dan melaksanakan hukum syariah ketika keluar rumah. Di antaranya dengan menutup aurat dan berpakaian syar’i, tidak berdandan berlebihan (tabarruj), tidak khalwat, tidak menunduk di hadapan laki-laki sehingga memunculkan niat dan pandangan buruk dari pihak laki-laki; juga tidak bepergian sendirian tanpa mahram, terutama jika melakukan berperjalan lebih dari sehari semalam.

Keenam: Tidak memberikan peluang bagi munculnya kejahatan. Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat sang pelaku, tetapi juga karena ada kesempatan. Hendaklah perempuan menjaga harga diri dan bersifat iffah, dengan tidak melakukan aktivitas yang mengundang niat jahat orang lain. Ia tidak boleh tebar pesona sembarangan kepada orang lain, terutama terhadap lawan jenis. Ia juga harus berusaha mencari keselamatan diri (misal, tidak berjalan sendirian pada malam hari, di tempat sepi, atau menerima bantuan dari laki-laki bukan mahram-nya, dsb).

Ketujuh: Bijak dalam menggunakan media sosial. Hendaklah tidak mudah berkenalan dengan orang yang tidak dikenal dalam media sosial. Membatasi berinteraksi dengan lawan jenis dalam media sosial. Tidak menceritakan masalah pribadi dan tidak berkomunikasi secara intensif dengan lawan jenis. Sebaiknya pula tidak memasang foto diri (yang bisa menarik perhatian lawan jenis) di media seperti ini.

Kedelapan: Berusaha menjadi perempuan kuat dengan membekali diri ilmu bela diri. Tak ada salahnya perempuan memiliki kemampuan beladiri, bahkan meski usia tidak muda lagi. Setidaknya kemampuan ini akan menjadikan perempuan lebih percaya diri, tidak mudah panik, berani melawan bahkan berusaha melumpuhkan pelaku kejahatan.

Kesembilan: Tetap istiqamah dalam barisan orang-orang yang selalu menolong agama Allah SWT (dengan dakwah menegakkan syariah dan Khilafah). Sungguh, Allah SWT akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya (QS Muhammad [47]: 7). Sikap ini secara tidak langsung juga memberikan andil yang amat besar dalam menghilangkan penyebab munculnya kejahatan terhadap perempuan.

Menumbangkan kapitalisme-liberalisme dan menegakkan sistem Khilafah yang menjalankan hukum syariah secara sempurna adalah bagian terpenting agar menjadi hamba yang Allah SWT cintai. Semoga hal ini menjadi amal sholih yang akan melindungi kaum perempuan di dunia dan akhirat.

Demikianlah, beberapa perkara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko kejahatan terhadap perempuan. Sungguh, bagi Muslim keadaan apapun yang ada pada dirinya, susah ataupun senang, akan mampu menjadi wasilah menuju kemuliaan hidup. Berbahagialah mereka yang tetap berpegang teguh pada syariah dan berjuang menegakkannya. [Noor Afeefa; Anggota Lajnah Tsaqofiyah MHTI]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*