Gejolak harga minyak mentah dunia menyebabkan kepanikan baik bagi negara produsen maupun negara konsumen minyak. Ketika harga minyak naik, konsumen menderita. Ketika harganya turun, produsen menderita. Namun, selama gejolak harga ini semua orang menderita; produsen tidak bisa berinvestasi karena mereka tak tahu akan berapa harga minyak sehingga akhirnya dapat menyebabkan kekurangan pasokan.
Tulisan berikut ini mengupas masalah apa yang telah menyebabkan gejolak harga minyak mentah saat ini, dan bagaimana hal ini telah mempengaruhi negara-negara Muslim. Dengan merujuk pada Islam, Islam menawarkan penyelesaian yang dapat dilakukan negara-negara seperti Indonesia untuk melindungi dirinya dari gejolak harga ini sehingga dapat berkembang apapun yang terjadi dengan perkembangan minyak mentah internasional.
Analisis Pasar
Saat menganalisis harga minyak mentah, penting untuk diingat bahwa hal ini dipengaruhi oleh dua bentuk perdagangan (bukan satu bentuk perdagangan): perdagangan kertas dan perdagangan fisik. Perdagangan fisik pada dasarnya adalah perdagangan antara orang-orang yang secara fisik menghasilkan minyak mentah dan orang-orang yang benar-benar ingin menggunakan minyak mentah. Di sisi lain, perdagangan kertas adalah perdagangan antara orang-orang yang tidak memiliki minyak mentah dan juga tidak pernah ingin memilikinya. Perdagangan ini terjadi antara para spekulan yang menempatkan taruhan pada harga minyak mentah apakan akan naik atau turun, dengan menawarkan untuk membeli atau menjualnya dengan harga yang ditetapkan pada suatu saat nanti. Dalam sistem kapitalis, taruhan ini juga mempengaruhi harga.
Nilai perdagangan fisik global (nilai semua barang dan jasa, bukan hanya minyak), yakni ekonomi riil, diperkirakan bernilai sekitar US$77 triliun. Menurut Bank of International Settlements, ekonomi kertas di seluruh dunia, yang secara resmi disebut sebagai “pasar derivatif global”, bernilai sekitar US$710 triliun. Karena ekonomi kertas begitu besar, dan jauh lebih besar daripada ekonomi riil, dia memiliki pengaruh yang besar terhadap harga—tak hanya pengaruh pada minyak mentah—semua komoditas.
Oleh karena itu, pertanyaan pertama yang perlu dijawab mengenai pergolakan yang terjadi baru-baru ini pada harga minyak mentah adalah: apakah hal ini didorong oleh spekulasi atau oleh sesuatu dalam ekonomi riil? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat ekonomi riil apakah ada perubahan yang substansial? Jika tidak, kesimpulannya, perdagangan kertas mendorong perubahan harga (http://www.tradingeconomics.com/commodity/brent-crude-oil).
Kejatuhan Harga Pertama (Juni-Oktober 2014)
Dalam ekonomi riil, beberapa peristiwa besar berikut terjadi berkaitan dengan harga minyak.
Di sisi pasokan minyak mentah peristiwa paling penting terjadi di Amerika. Di sana perusahaan-perusahaan minyak mengembang-kan metode baru untuk memproduksi minyak mentah yang berasal dari formasi batuan yang dikenal sebagai “shale”. Shale rock (batu serpih) adalah batu yang sangat padat. Demikian padatnya sehingga cairan dan gas-gas pada dasarnya terjebak di dalamnya. Metode produksi minyak mentah tradisional tidak bisa bekerja dalam kasus minyak mentah (atau gas alam) yang telah berkumpul di dalam shale rock ini. Kita bisa mengebor sumur ke dalam shale rock, tetapi hanya sedikit minyak yang akan muncul dari permukaannya. Yang dilakukan Amerika adalah mengoptimalkan dua teknologi yang ada untuk mendapatkan minyak mentah dari shale rock (batu serpih) itu: pengeboran horisontal dan hydraulic fracturing atau yang dikenal dengan “fracking”.
Pengeboran horisontal membuatnya jauh lebih murah bagi perusahaan-perusahaan minyak untuk bisa menjangkau wilayah-wilayah di tempat share rock terkandung dalam bentuk mentah. Dalam metode tradisional, pada dasarnya sumur minyak dibor lurus ke bawah. Jadi, jika sebuah perusahaan minyak ingin mendapatkan minyak dari wilayah lain, mereka harus memindahkan semua peralatan untuk diletakkan tepat di atas area tersebut. Dengan pengeboran horisontal peralatan tidak perlu lagi dipindahkan. Perusahaan-perusaha-an minyak hanya perlu mengarahkan mata bor ke mana pun dia ingin arahkan: baik itu lurus ke bawah, ke kiri, atau ke kanan.
Fracking berarti menyuntikkan cairan ke dalam shale rock (batuan serpih) dengan tekanan tinggi. Hal ini menyebabkan batu serpih terbuka sehingga memungkinkan minyak mentah mulai mengalir ke arah sumur dan akhirnya sampai ke permukaan.
Untuk memproduksi minyak mentah dari shale rock masih tetap jauh lebih mahal daripada produksi minyak tradisional. Namun, karena harga minyak secara historis tinggi bagi sebagian besar periode antara tahun 2007 hingga 2014, fracking tetap menguntungkan untuk dilakukan.
Akibatnya, produksi minyak mentah di Amerika meningkat sekitar 3,5 juta barel perhari sehingga meningkatkan juga pasokan harian minyak mentah dunia sekitar 4%, yakni menjadi 92 juta barel perhari.
Di sisi permintaan energi, peristiwa paling penting ini mengecewakan pertumbuhan ekonomi global sejak awal krisis keuangan global kembali terjadi pada tahun 2007. Sebagai contoh, sebagian besar prediksi pertumbuhan dari Dana Moneter Internasional (IMF) telah berubah menjadi terlalu tinggi. Pasalnya, permintaan energi secara langsung terkait dengan kegiatan ekonomi (jika ada lebih banyak perdagangan maka ada lebih banyak kebutuhan untuk transportasi, juga ketika orang membeli lebih banyak barang mereka cenderung menggunakan lebih banyak listrik). Lagi pula karena minyak mentah adalah salah satu sumber yang paling penting dari energi dalam perekonomian saat ini, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari yang diharapkan menjadi pertumbuhan dalam permintaan minyak mentah yang lebih rendah dari yang diharapkan.
Dengan kata lain, selama periode 2007-2014 pasokan minyak mentah global dan permintaan tidak berjalan secara bersamaan. Sebaliknya, keduanya tumbuh secara terpisah, yang mulai dilihat oleh para pedagang minyak mentah pada musim panas tahun 2014. Untuk menanggapi itu, mereka mulai menawarkan harga yang lebih rendah kepada produsen minyak mentah, yang harus menerima syarat ini jika mereka ingin menjual minyak mentahnya.
Oleh karena itu, penurunan yang sesungguhnya dalam harga minyak mentah disebabkan oleh kejadian-kejadian dalam ekonomi riil.
Kejatuhan Harga Kedua (November 2014)
Pada masa lalu, OPEC memutuskan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan dengan meningkatkan atau menurunkan produksi, untuk menjaga harga tetap stabil. Namun, kali ini OPEC memutuskan untuk tidak mengurangi produksinya. Sebaliknya, malah memutuskan fokus untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dengan demikian, hal ini memungkinkan harga minyak menjadi turun untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
Apa yang diharapkan OPEC adalah bahwa Amerika sebagai produsen shale oil akan menjadi yang pertama yang mengurangi produksinya. Seperti disebutkan, biaya produksi shale oil jauh lebih mahal daripada produksi minyak tradisional, sementara sebagian besar minyak OPEC berasal dari produksi tradisional. Karena itu, logikanya, produsen shale oil akan menjadi produsen pertama yang harga jual minyak mentahnya akan di bawah harga produksi. Jadi, mereka yang akan pertama keluar dari pasar untuk menyeimbangkan pasokan minyak mentah dan permintaan, menstabilkan harga minyak, dan memungkinkan OPEC untuk mempertahankan produksinya.
Dengan kata lain, itu bukan keputusan yang tidak logis yang dilakukan oleh OPEC. Hanya keputusan yang meremehkan kemampuan pikiran manusia.
Saat harga minyak mentah turun, produsen shale oil mulai mencari cara untuk mengurangi biaya operasi mereka. Mereka menemukan caranya. Mereka mengurangi jumlah air yang mereka gunakan untuk fracking. Mereka mulai melakukan fracking minyak tunggal untuk lebih dari sekali. Mereka mulai melakukan pengeboran sumur yang dekat secara bersama-sama. Dengan itu fracking satu sumur akan meningkatkan aliran minyak di sumur lainnya. Langkah ini, dan langkah-langkah lainnya, memungkinkan produsen shale oil untuk menurunkan biaya operasinya ke tingkat yang memungkinkan mereka masih mendapatkan untung jika mereka harus menjual minyaknya dengan harga US$50 atau US$60 dolar perbarel.
Jadi, produsen shale di Amerika tak mengurangi produksi minyak mentah mereka. Akibatnya, harga terus turun sepanjang semester 1 tahun 2015, dengan menstabilkan harga sekitar US$ 60 perbarel.
Karena itu, penurunan kedua dalam harga minyak mentah juga disebabkan oleh kejadian-kejadian dalam ekonomi riil.
Kejatuhan Harga Ketiga (Juli-Agustus 2015)
Keseimbangan harga minyak mentah baru baru-baru ini terganggu oleh informasi yang datang dari Cina. Pertama: Pasar saham Cina jatuh. Setelah itu Pemerintah Cina memutuskan untuk menurunkan nilai Yuan. Kedua informasi itu, terutama mengenai penurunan Yuan, menimbulkan kekhawatiran di antara para spekulan di seluruh dunia bahwa perekonomian Cina akan tumbuh kurang dari yang mereka harapkan sebelumnya. Akibatnya, mereka mulai bertaruh agar harga minyak mentah turun lebih jauh sehingga memiliki efek yang sesungguhnya, yang mendorong harga turun menjadi US$ 40 perbarel.
Pada saat yang sama, tidak ada perubahan yang signifikan dalam ekonomi riil. Produksi minyak mentah pada dasarnya tetap sama dan kilang-kilang minyak di seluruh dunia terus membeli minyak mentah sebagaimana sebelumnya. Dengan kata lain, kejatuhan harga minyak mentah yang terakhir adalah akibat dari perdagangan kertas.
Dampak Harga Minyak Mentah Terhadap Dunia Muslim
Dampak dari harga minyak mentah bergantung pada apakah suatu negara itu eksportir atau importir minyak mentah. Jika suatu negara adalah importir minyak, dia cenderung akan mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih rendah karena membayar lebih sedikit untuk impor. Namun, jika negara itu eksportir, dia akan terganggu oleh harga yang lebih rendah karena uang yang mengalir ke negara itu akan berkurang.
Banyak negara Muslim adalah eksportir minyak mentah utama, yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Irak di Teluk; Aljazair dan Libia di Afrika Utara; Malaysia dan Brunei di Asia; serta Nigeria di Afrika. Negara-negara itu telah kehilangan sebagian besar pendapatan nasional mereka karena penurunan harga minyak mentah.
Sebagian besar dari mereka telah terpukul dengan keras oleh hal ini. Lagipula mereka belum pernah menggunakan pendapatan minyak mentah untuk mengembangkan ekonomi mereka pada masa lalu. Mereka hanya menyia-nyiakannya.
Arab Saudi adalah salah satu contoh terbaik atas ini. Negara itu mengekspor sekitar 8 juta barel minyak perhari, tetapi belum menginvestasikan pendapatan yang dihasilkan dari minyak dalam hal apa pun yang produktif. Mereka tidak membangun infrastruktur pendidikan yang menghasilkan para pelajar yang cerdas yang mendorong inovasi teknologi. Mereka tidak juga mendukung pengembangan perusahaan yang menggunakan inovasi untuk menghasilkan hal-hal diperlukan dunia dan bersedia membayar uang yang banyak untuk hal ini. Mereka benar-benar hanya menggunakan pendapatan minyak mentahnya terutama untuk hal-hal yang boros, untuk konsumsi yang berlebihan. Misalnya, saat melantik Raja Saudi yang baru pada awal tahun ini, dia memerintahkan hadiah kepada orang-orang di sekelilingnya dengan uang senilai US$32 miliar. Lalu pada musim panas dia pergi berlibur ke Prancis bersama dengan 1.000 teman-temannya dan para anggota keluarga. Kemudian pada bulan Agustus, Arab Saudi meminjam US$27 miliar—dengan bunga—untuk bisa membayar tagihannya.
Qatar membuang-buang pendapatan minyak dengan cara lain. Negara itu bukan produsen utama minyak mentah, tetapi merupakan eksportir LNG yang utama, yang harganya terkait dengan harga minyak mentah. Oleh karena itu, mereka mengambil manfaat dari harga minyak mentah yang tinggi dan menderita akibat harga minyak mentah yang rendah, sebagaimana negara eksportir minyak mentah. Qatar saat ini sedang mempersiapkan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Untuk itu mereka sedang membangun stadion-stadion sepakbola, hotel-hotel, jalan-jalan kereta api, metro, jalan-jalan, dan sebagainya. Total akan menghabiskan biaya US$ 200 miliar untuk semua itu. Namun, Qatar adalah negara dengan hanya 250.000 penduduk. Saat ini ada sekitar 2 juta pekerja expert di negara itu terutama untuk membantu membangun infrastruktur Piala Dunia. Siapa yang akan menggunakan infrastruktur besar-besaran setelah acara itu selesai? Tidak ada satu pun. Banyak dari stadion-stadion baru, jalan-jalan dan rel-rel kereta api pada akhirnya akan menjadi tidak terpakai, yang mengumpulkan debu di padang pasir. [Bersambung]; Idries de Vries