HTI

Opini (Al Waie)

Pemuda dalam Sejarah

Ini adalah pelajaran sejarah. Mendekati akhir kekuasaan Belanda di negeri ini, bermunculan gerakan pemuda di berbagai daerah dengan label suku masing-masing, misalnya Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera dan jong-jong lainnya. Namun, mereka segera sadar, bahwa mengusir penjajah takkan mungkin dengan cara masing-masing, kecuali mereka bersatu-padu dalam satu barisan. Karena itu pada 28 Oktober 1928, mereka memproklamirkan “Sumpah Pemuda”: Kami berbangsa satu, bangsa Indonesia. Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.” Sejak detik itu lahirlah suatu kebangsaan (state), bangsa Indonesia.

Pada 1942 sebuah negara adikuasa di Asia saat itu, Jepang (Nipon) berhasil mengusir Belanda dan mengambil-alih kekuasaan di Indonesia. Dengan serta-merta Jepang merekrut sangat banyak pemuda. Sebagian dijadikan romusha (kerja paksa), RT, RW, dan sebagian lagi dilatih kemiliteran dengan beberapa nama: Seinendan, Keibodan, PETA, dan lainnya. Namun, karena mereka tak tahan menyaksikan kebiadaban Jepang atas bangsa ini, sebagian pemuda yang telah dididik militer dengan gagah berani melakukan perlawanan. Yang paling terkenal ialah perlawanan PETA di Blitar yang dipimpin oleh Supriadi. Sayang, sampai sekarang belum ada kabar keberadaan beliau.

Agustus 1945 Kota Hirosima dan Nagasaki di Jepang dibom atom oleh Amerika. Ini membuat tentara Nipon tekuk lutut kepada Amerika. Kesempatan emas ini dengan cepat dimanfaatkan oleh para pemuda. Lalu pada 17 Agustus 1945, atas nama bangsa Indonesia Soekarno dan Hatta memproklamirkan “Kemerdekaan Indonesia.”

Dua bulan kemudian, tepatnya 10 November 1945, pasukan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Malaby berlabuh di Tanjung Perak Surabaya dengan dalih mau memulihkan keamanan sehubungan dengan Jepang telah hengkang. Namun ternyata, mereka diboncengi oleh pasukan Belanda yang mau menjajah kembali. Jelas, rakyat menjadi geram. Dipimpin oleh Bung Tomo, ribuan arek-arek Suroboyo dengan bersenjata tajam: bambu runcing, tombak, keris, parang dan sebagainya menghadapi dua kelompok penjajah itu. Pertempuran pun berkobar dengan sengit. Tak henti-hentinya Bung Tomo membakar semangat dengan teriakan Allahu Akbar. Para pemuda terus merangsek hingga Jenderal Malaby terbunuh.

Hampir bisa dipastikan bahwa setiap pelaku sejarah (perubahan) baik tokoh sentral maupun para pengikutnya adalah orang-orang muda. Namun, bukan berarti tak ada orangtua yang terlibat dalam sejarah.

Islam memerintahkan kepada umatnya tanpa pandang usia atau kelamin, tua-muda dan laki-perempuan untuk berdakwah, beramal shalih, saling menasehati, saling menaati kebenaran dan mengingatkan atau mencegah kezaliman (amar makruf nahi mungkar) yang dilakukan oleh siapa saja, baik oleh masyarakat umum maupun penguasa.

Sering kita menyaksikan di televisi tayangan penderitaan kaum Muslim di berbagai negara. Bila mereka minoritas, harta tempat tinggalnya dirampas, orangnya disiksa dan diusir juga dibunuh. Namun, bila mayoritas di negerinya, mereka ditindas dan dipaksa oleh penguasa. Karena itu saya setuju dengan para ulama yang berpendapat, “Sekarang adalah fase mulkan jabariyah (penguasa yang memaksa/diktator). Adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah menghilangkannya jika Allah menghendaki untuk menghilangkannya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian Khilafah ala Minhaj Nubuwah.” (HR Ahmad).

Sebagai orang yang sudah tua, saya mengajak umat Muslim Indonesia dan Muslim di berbagai negara lain (seluruh dunia), baik tua ataupun wanita, sudah saatnya mendukung perjuangan para pemuda, bahu-membahu dalam satu barisan, sayeg saekoproyo berjuang bersama-sama menyambut bisyarah Nabi saw. yang menyatakan akan tegaknya Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah, kembali pada kehidupan Islam, mengulang sejarah Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah. [Abah Sahri, warga Majalaya, Jawa Barat]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*