HTI

Muhasabah (Al Waie)

Jadilah Satu Tubuh

Tsauban ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Umat-umat hampir saja mengerubuti kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengelilingi makanannya.” Ada Sahabat bertanya, “Apakah kami pada saat itu berjumlah sedikit?” Rasulullah saw. Menjawab, “Bahkan, jumlah kalian saat itu banyak, namun keadaan kalian seperti buih. Sungguh Allah akan mencabut rasa segan dari dada musuh kalian terhadap kalian dan Allah membenamkan dalam hati kalian al-wahn.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud al-wahn?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud).

Dulu, kiai saya di kampung mengatakan kepada saya, “Kamu akan lihat nanti apa yang dikatakan oleh Junjungan kita itu dengan mata kepala kamu sendiri!”

Kiranya benar perkataan kiai saya itu. Sebagai contoh apa yang kini terjadi di Bumi Syam. Kita menyaksikan suara lantang untuk menegakkan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah di sana makin massif. Pasukan buatan Amerika makin kewalahan. Dunia menyaksikan AS membentuk koalisi dengan negara sekutunya untuk menyerang negeri kaum Muslim. Rusia pun membentuk koalisi. Dalihnya, memerangi terorisme. Padahal merekalah teroris sebenarnya.   Teheran, Baghdad dan Damaskus turut dalam genderang AS. Turki mendiamkan wilayah udaranya digunakan oleh pasukan AS dan Rusia untuk menyerbu umat Islam dan negerinya di Syam. Amerika Serikat yang selama ini berseteru dengan Rusia, dalam penyerangan terhadap Suriah berada dalam satu barisan. Mereka berkelahi dan berselisih dalam banyak perkara. Namun, selalu bersatu dalam menentang dan menghancurkan Islam.

Seorang kiai di Bogor bertanya kepada saya dengan penuh hormat dan rendah hati, “Kiai, bagaimana antum memaknai perang yang dilakukan Rusia dan AS terhadap Suriah?”

Mendengar pertanyaan ini saya jadi teringat Perang Ahzab. Sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Hisyam dalam Sîrah-nya, Rasulullah saw. pada bulan Syawal tahun 5H menghadapi Perang Ahzab. Pada saat itu, Nabi saw. diserbu oleh pasukan koalisi. Setidaknya ada 3 pasukan, yaitu Pasukan Qurasy dan sekutunya yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb, Pasukan Ghathfan dan sekutunya dari Kabilah Najd, yang dipimpin oleh Uyainah bin Hishn Fazari, Mas’ud bin Rakhilah dan Harits bin ‘Auf, serta Pasukan Bani Asad yang dipimpin oleh Talihah bin Khuwailid Asadi. Di antara mereka juga terdapat kaum Yahudi Bani Nadhir. Sasarannya satu: umat Islam. Dalam diri umat Islam sendiri terdapat orang-orang yang beriman (QS al-Ahzab [33]: 22). Mereka adalah para Sahabat yang penuh keyakinan dan tidak waswas dalam kondisi apapun. Ada juga kaum munafik dan pengecut (QS al-Ahzab [33]: 12 dan 13). Mereka terpaksa menganut Islam, namun kalau bisa, hendak menjatuhkan Rasulullah dan berpihak kepada musuh. Mereka bermental lemah, kadang menebarkan kepengecutannya kepada pihak lain. Kini dalam penyerangan terhadap Bumi Syam, ada juga orang-orang Islam yang turut dalam koalisi AS dan Rusia. Berdasarkan hal ini, saya pun menyampaikan kepada Pak Kiiai, “Yai, itu merupakan satu perang: perang terhadap umat Islam”.

Dalam sebuah pertemuan pada pertengahan Oktober 2015 lalu, seorang pemuda bertanya dengan penuh semangat dan mata berkaca-kaca, “Ustadz, mengapa yang dibunuh itu selalu umat Islam; yang rumahnya diserang oleh pesawat tanpa awak adalah umat Islam; yang wanita, anak-anak, dan orangtua rentanya diserbu selalu umat Islam; yang negeri-negerinya diporakporandakan pun selalu negeri-negeri kaum Muslim. Lihatlah Afganistan, Pakistan, Kashmir, Bangladesh, Palestina, Libya, Suriah, dll. Semuanya adalah negeri Muslim. Mengapa yang dibinasakan itu bukan AS, Rusia, Cina, Inggris, dll? Mengapa?”

Saya tersentak dengan pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu sangat tajam. Saya sampaikan, “Barangkali penyebab pertama adalah karena pelakunya merupakan musuh-musuh Islam yang tidak ingin umat Islam maju. Mereka tidak mau umat Islam menjadi negara besar. Penyebab lainnya adalah umat Islam sendiri sekarang seperti buih. Banyak tapi lemah. Tidak punya induk. Tidak punya komando. Tidak punya pemimpin. Umat Islam tidak punya benteng.   “Sesungguhnya Imam/ Khalifah itu adalah benteng,” tambah saya menyampaikan hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Semua ini menegaskan bahwa karakter kaum kafir itu sama. Mereka terpecah-belah dalam berbagai urusan, namun tetap bersatu untuk menghalangi tegaknya Islam.

Lantas, apa sikap yang semestinya? Ada sikap para Sahabat Rasulullah Muhammad saw. yang penting dijadikan suri teladan yang diabadikan di dalam al-Quran: (Itulah) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu takutlah kalian terhadap mereka.” Justru perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” Mereka pun kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah. Mereka tidak mendapat bencana apa-apa. Mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar (TQS Ali ‘Imran [3]: 173-174).

Suara-suara pesimis akan selalu muncul dari berbagai penjuru arah. Suara itu bila didengarkan dan diikuti hanya akan menjadikan orang beriman terpalingkan jiwanya hingga takut terhadap musuh-musuh Allah SWT. Suara itu muncul dari kalangan kaum kafir dan munafik. Bahkan Allah SWT menegaskan tanpa tedeng aling-aling, bahwa omongan menakut-nakuti itu berasal setan dan kawan-kawannya. Oleh karena itu, Allah Yang Mahatahu mengingatkan dalam ayat berikutnya: Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu janganlah kalian takut terhadap mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang yang beriman (TQS Ali ‘Imran [3]: 175).

Ironis memang, kaum kafir menyatu saat menghadapi umat Islam, namun umat Islam tetap tidak utuh saat menghadapi kaum kafir. Saatnya kita menyerukan: jadilah satu tubuh! []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*