Palestina: Hizbut Tahrir Berbelasungkawa untuk Syahidah Bayan Aiman Usailah
Dr. Maher Al-Jabari, Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir di Palestina, memperingatkan akan pemanfaatan darah para syahid untuk menarik pendudukan internasional baru terhadap Palestina di atas pendudukan Yahudi, dengan dalih perlindungan internasional. Ia mengatakan bahwa umat Islam telah melihat dengan mata telanjang seperti apa kejahatan tentara internasional di Afganistan dan Irak. Ia juga mengatakan bahwa ada pihak-pihak yang senang bersuara untuk menarik pasukan pendudukan internasional, sementara mengutuk suara kebenaran yang menyerukan untuk memobilisasi tentara Islam.
Pernyataan itu disampaikan saat testimoni atas nama delegasi besar syabâb (aktivis) Hizbut Tahrir di rumah duka Syahidah Bayan Aiman Usailah, yang dibunuh tentara pendudukan Yahudi dengan darah dingin di Hebron. Al-Jabari menyebut bahwa ia adalah putri dari pengemban dakwah Khilafah. Al-Jabari juga mengatakan bahwa ia bersama dengan saudara-saudaranya, para syahid lainnya, tengah memperlihatkan logam mulia umat, kecintaan untuk syahid dan perasaan Islam yang mengakar untuk melawan kaum penjahat pendudukan Yahudi.
Al-Jabari menambahkan bahwa para syahid tengah memberi penguatan baru bahwa masalah Palestina bukan masalah faksi dan bukan pula urusan nasional Palestina, namun itu adalah masalah umat Islam yang terbentang luas dari Indonesia hingga Maroko, dan dari Ethiopia hingga Kaukasus. Al-Jabari menyerukan untuk menyatukan kemarahan rakyat Palestina dengan revolusi umat, dalam rangka memobilisasi tentara agar datang ke Palestina dengan gemuruh teriakan tahlîl (Lâ Ilâha IlalLâh [Tiada Tuhan selain Allah]) dan takbîr (AlLâhu Akbar [Allah Mahabesar]); dengan pesawat tempur, rudal dan bom, tidak hanya dengan pisau dan belati.
Siapa Penolong Rakyat Syam yang Tengah Bersabar dan Bersiaga?
Selama pengeboman oleh tentara vampir di desa-desa Hawran, sejumlah mujahidin ada yang syahid dan ada pula yang terluka, termasuk salah satu pemimpin faksi yang berjuang di wilayah Hawran. Selain itu ada sejumlah besar orang yang terluka ketika mereka mencoba untuk masuk ke Yordania. Mereka ini tidak dipedulikan. Bahkan penjaga perbatasan meminta paramedis untuk melepas semua pakaiannya dan tidak mendekati pagar pembatas kecuali atas perintah dari mereka. Sebagian dibolehkan masuk dan sebagian lagi ditolak dengan dalih kurangnya bukti identitas diri, dan ada juga yang termasuk persona non-grata.
“Baiklah, wahai saudara kami di Syam! Sungguh tentara umat telah merendahkan kalian, setelah para penguasanya yang merendahkan kalian. Bahkan tidak puas dengan itu. Mereka juga bersekongkol melawan kalian dan revolusi kalian. Ingat, semua itu mereka lakukan karena kalian mengatakan, ‘Allah adalah Tuhan kami,’” ungkap Direktur Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir Osman Bakhach seperti diberitakan hizb-ut-tahrir.info, Kamis (8/10).
Bahkan masalahnya tidak berhenti di sini, lanjut Osman. Para penguasa negeri kaum Muslim menjadikan tentara mengontrol kalian. Padahal umat yang membiayai semua kebutuhan mereka. Namun, balasannya justru mereka menghinakan umat dan tetap berada di bawah ketaatan kepada rezim vampire, yang tidak berbicara sepatah kata pun kecuali dengan isyarat hingga mereka melanggar hukum-hukum Allah serta melakukan bermacam-macam penyiksaan terhadap rakyat mereka dan keturunannya.
“Saudara kami di Syam! Allah bersaksi bahwa apa yang kalian serukan adalah sesuatu yang dibenci oleh para penguasa. Oleh karena itu, kalian tidak perlu heran jika mereka memerangi kalian dan revolusi yang kalian perjuangkan karena takhta mereka mulai mengendus bau perubahan dan kejatuhan,” tegasnya.
Osman pun mengutip al-Quran Surat Ali Imran yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung.
Menggurui Negara Lain, Amerika Gagal Melindungi Rakyatnya Sendiri
Amerika menggurui negara-negara lain untuk menyajikan cara hidupnya agar sesuai dengan konsep kebebasan yang dia usung. “Padahal masyarakatnya sendiri gagal,” ungkap aktivis Hizbut Tahrir Ahmad Abu Hayyan dalam situs www.hizbut-tahrir.or.id, Kamis (15/10).
Di setiap tingkat masyarakat di Amerika, orang-orang yang tidak bersalah, kaum wanita dan anak-anak, menderita gangguan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya; meliputi tindakan pembunuhan yang dilakukan tanpa pandang bulu.
Menurut perhitungan Ahmad, sejak Barack Obama dilantik sebagai presiden AS, setidaknya tindakan kekerasan senjata massal telah terjadi 15 kali. Terakhir, penembakan di sebuah sekolah di Oregon. Sembilan orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka dalam penembakan di sekolah itu sebelum penyerang ditembak mati oleh polisi.
Pria bersenjata di Oregon itu, Chris Harper Mercer, digambarkan sebagai orang yang “tidak komunikatif”, penyendiri yang dikeluarkan dari Angkatan Darat AS setelah kurang dari satu bulan mengabdi.
Pria bersenjata 26 tahun dalam penembakan mematikan itu diyakini telah meninggalkan sebuah dokumen yang memuji pembunuhan massal dan menyebutkan bahwa dia merasa kesepian dengan hanya memiliki kontak dengan beberapa orang di luar internet.
Pihak berwenang menyita 13 senjata yang terkait dengan sang penembakl; enam senjata di lokasi pembunuhan dan tujuh senjata di apartemennya. Juga ada jaket antipeluru yang dilengkapi dengan pelat baja dan berisi 5 magazin amunisi yang ditemukan di samping senapan milik pria bersenjata itu yang berada di tempat penembakan.
Gereja Ortodoks Sebut Rusia Memimpin “Perang Suci” di Suriah
Gereja Ortodoks di Rusia mengungkapkan pada Rabu (30/9) tentang dukungannya terhadap keputusan Moskow untuk melancarkan serangan udara di Suriah. “Perang melawan terorisme adalah perang suci untuk saat ini. Mungkin negara kita akan menjadi kekuatan yang paling aktif di dunia dalam memerangi terorisme,” ungkap Kepala Urusan Publik Gereja Ortodoks Vsevolod Chaplin, seperti dilansir kantor berita Rusia Interfax, Rabu (30/9).
Pada hari yang sama, Rusia melancarkan serangan udara pertama di Suriah setelah Presiden Vladimir Putin mendapat persetujuan Parlemen untuk penggunaan kekuatan.
Setelah bertahun-tahun diselimuti aksi represif selama Uni Soviet, Gereja Ortodoks Rusia kembali banyak pengaruhnya dan menjalin hubungan erat dengan pemerintah meskipun ada pemisahan resmi antara gereja dan negara. Bahkan Presiden Vladimir Putin sering terlihat menghadiri Misa di gereja secara teratur.
Adapun sejumlah laporan media dan sumber-sumber resmi di Prancis dan Amerika Serikat mengatakan, bahwa serangan-serangan yang dilancarkan Rusia tidak menargetkan daerah-daerah yang dikuasai oleh organisasi ISIS. Namun, yang menjadi targetnya adalah tempat-tempat bagi para pejuang revolusi yang menentang rezim Bashar al-Assad. Bahkan serangan itu menyebabkan banyak kematian warga Muslim tidak berdosa. [Riza-Bajuri-Joy/dari berbagai sumber]