Risalah Islam yang mulia telah mengajari kita bahwa perlindungan terhadap keluarga, khususnya anak dan istri, ada di tangan laki-laki yang berperan sebagai wali mereka. Laki-laki wajib melindungi, mendidik dan memberikan nafkah bagi perempuan dan anak yang berada di bawah perwaliannya.
Namun, tragedi memilukan yang terjadi pada para pengungsi Suriah memaksa kita untuk melihat kenyataan bahwa ratusan ribu anak-anak Suriah tidak lagi bisa dilindungi oleh ayah mereka sendiri. Gambar jenazah Aylan Kurdi, seorang balita Suriah berusia tiga tahun yang tewas tenggelam dan terdampar di sebuah pantai di Turki, telah menyentakkan dunia September lalu.
Muhamad, 47 tahun, paman Aylan, menceritakan bagaimana upaya ayah Aylan—Abdullah Kurdi—untuk menyelamatkan anak-anaknya setelah kapal yang ditumpangi keluarga Abdullah karam diempas ombak besar di tengah udara dingin dan malam yang gelap gulita, saat melalui Laut Aegea menuju Yunani. Namun, Aylan dan kakaknya Galib (5 tahun) serta ibunya Rehana (35 tahun) tewas tenggelam. Abdullah telah berupaya dengan seluruh kekuatan mendorong kedua anaknya ke atas permukaan agar selamat, tetapi gagal. Saat Abdullah mengetahui Galib telah meninggal, dia membiarkan anaknya hanyut dan berusaha menyelamatkan anaknya yang lain, Aylan. Namun, harapan Abdullah pupus setelah melihat darah mengalir dari mata balita lucu itu. Air laut dingin itu juga menghanyutkan dia. Kemudian Abdullah mencari-cari istrinya dan akhirnya menemukan istrinya juga telah mengambang di air. Abdullah mengatakan, “Saya berusaha dengan segala kekuatan saya untuk menyelamatkan mereka. Namun, saya tidak mampu!”
Keluarga Abdullah Kurdi hanyalah satu kisah yang mewakili kisah ribuan keluarga Suriah yang menjadi imigran gelap menuju Eropa untuk memperbaiki kehidupan keluarganya. Abdullah mengeluarkan uang US$ 5.000 kepada penyelundup untuk membawa keluarganya keluar dari Turki. Selama di Turki, Abdullah bekerja sebagai tukang pangkas rambut, namun profesi itu tak bisa memberikan kehidupan yang cukup. Sebelumnya, Abdullah bersama keluarga tinggal di Kobane, daerah perbatasan Suriah dan Turki. Namun, selama di Kobane, kehidupan mereka dipenuhi ketakutan dan suasananya mengerikan.
Putus Asa
Lantas siapa wali dan pelindung bagi anak-anak dan perempuan Suriah jika kaum laki-lakinya tidak lagi mampu melindungi mereka? Padahal saat ini jumlah pengungsi perempuan Suriah melebihi laki-laki, yakni sebesar 50,5%; juga anak-anak di bawah usia 12 tahun mencapai 38,5% dari jumlah pengungsi Suriah (UNHCR, September 2015). Ini adalah tragedi kemanusiaan yang harus diakhiri segera!
Antonio Guterres, Komisaris Tinggi UNHCR, mengurai tiga faktor lonjakan pengungsi Suriah ke Eropa. Pertama: Banyak yang telah kehilangan harapan terhadap solusi politik untuk mengakhiri perang di negeri mereka. Kedua: Setelah bertahun-tahun di pengungsian, sumberdaya mereka telah habis dan kondisi hidup telah terus memburuk. Tujuh dari sepuluh pengungsi Suriah di Libanon hidup dalam kemiskinan ekstrem. Pengungsi di seluruh wilayah tidak dapat bekerja secara legal. Lebih dari setengah dari anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan apapun. Ketiga: Kurangnya dana bantuan kemanusiaan. Beberapa bulan yang lalu dana bantuan telah dipotong 30% oleh program pangan dunia. Akibatnya, semakin banyak pengungsi Suriah memulai perjalanan putus asa ke Eropa meskipun dengan risiko dan biaya yang sangat besar. Guterres bahkan menandaskan, “Jika boleh jujur, dalam keadaan seperti itu, saya mungkin akan melakukan hal yang sama untuk keluarga saya sendiri.”
Kondisi perang yang berkepanjangan, kebrutalan rezim predator Bashar Assad, kejahatan imperialis Barat dan kemunafikan para penguasa Teluk telah berpadu sempurna dalam melumpuhkan perwalian keluarga Muslim Suriah. Anak-anak Suriah adalah korban tak berdaya dari predator-predator Barat sekaligus korban pengabaian para penguasa boneka Muslim—sisa-sisa kolonial dari negara Kapitalis Barat—yang sengaja mengkhianati peran mereka sebagai waliyul amri (penguasa) bagi Muslim Suriah.
Peran Waliyul Amri
Islam sesungguhnya sangat menekankan pentingnya peran perwalian negara atau waliyul amri selain perwalian keluarga. Pasalnya, negara berperan sebagai perisai (junnah) yang melindungi seluruh rakyatnya dengan seluruh kekuatan politik yang dimiliki Negara. Ini, seperti sabda Rasulullah saw.:
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai; rakyat akan berperang di belakang dan berlindung dengan dirinya (HR Muslim).
Di antara tugas waliyul amri (penguasa) adalah memastikan setiap laki-laki mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai wali bagi keluarganya; yakni untuk melindungi, mendidik dan memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Penguasa dalam sistem Islam akan menjamin darah, harta dan kewarganegaraan seluruh rakyatnya dalam naungan Khilafah Islam. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
السُّلْطَانَ ظِلُّ اللهِ فِي اْلأَرْضِ، يَأْوِي إِلَيْهِ كُلُّ مَظْلُوْمٍ مِنْ عِبَادِهِ
Sesungguhnya otoritas kekuasaan itu merupakan naungan Allah di muka bumi. Setiap orang yang terzalimi di antara para hamba-Nya pergi berlindung kepada dirinya (HR al-Baihaqi).
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا، فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا
Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti terlarangnya pada hari ini, bulan ini dan negeri ini (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu wali dan perisai sejati bagi umat Islam tidak akan pernah membiarkan jutaan anak-anaknya bermigrasi justru mencari perlindungan ke negeri kuffâr Eropa. Seorang amirul mukminin tidak akan mengabaikan satu nyawa Muslim pun menjadi korban. Ia pun tidak akan pernah membiarkan wilayah kaum Muslim jatuh ke tangan kuffâr melalui berbagai jerat perjanjian imperialis Barat!
Sungguh, tidak ada solusi untuk tragedi pilu ini kecuali dengan eksisnya kekuatan politik Islam di muka bumi yang kembali berperan sebagai waliyul amri yang sesungguhnya bagi Muslim Suriah. Khilafahlah yang merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam di dunia dengan visi politiknya yang luhur akan membentuk dunia dengan keadilan Islam dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Khilafah pula yang proklamasi pendiriannya merupakan kejadian agung yang mengguncang dunia. Akarnya menancap dalam di bumi. Kekuasaannya menjaga keamanan dalam dan luar negeri atas wilayah tersebut, menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.
Khalifah sebagai waliyul amri akan menghilangkan hegemoni kuffâr atas kaum Muslim dan menghancurkan sekat-sekat nasionalisme di dunia Islam. Khalifah akan membebaskan tanah kaum Muslim Suriah, Myanmar, Xinjiang, Mindanao, Sulu, hingga Afrika Tengah. Khalifah pun akan menjadi perisai bagi nyawa dan kehormatan umat Islam, termasuk kaum Muslimah dan anak-anak Suriah. [Fika Komara; Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir untuk Asia]