Dua Skenario Kondisi Akhir Muslim Rohingya
Tragedi yang mendera Muslim Rohingya di Burma (Myanmar) tidak akan berakhir kecuali pada dua kondisi. “Wahai umat Islam, Anda bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas keduanya,” tegas Direktur Kantor Media Pusat (CMO) Hizbut Tahrir Osman Bakhach, dalam pers rilisnya, Rabu 29 Muharram 1437/11 Nopember 2015.
Pertama: Terealisasinya cita-cita ekstremis Budha yang didukung penguasa beserta mereka yang mengklaim sebagai tokoh perdamaian seperti Aung San Suu Kyi. Cita-cita itu tak lain adalah pemusnahan massal dan pembersihan etnis Rohingnya.
“Bila ini terjadi, berarti apa yang menimpa saudara-saudara kita, Muslim Rohingya, adalah sama dengan genosida atas umat Islam di Andalusia, Balkan, serta pulau-pulau Mediterania. Tragedi itu berakhir dengan pemusnahan sebagian, pengusiran sebagian lainnya, serta penghilangan semua jejak keberadaan Islam dan umat Islam di negara tersebut,” ungkap Osman.
Untuk itu, ekstremis Budha dan penguasa melakukan berbagai tindakan keji dengan melakukan pembunuhan, pembakaran, pengusiran, perampasan hak kesehatan, pendidikan, pelarangan bekerja bagi pria dan melahirkan bagi wanita, hingga pencabutan hak-hak politik mereka dan sebagainya.
Semua ini terjadi dengan disaksikan dan didengar oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), negara-negara demokrasi Barat, para penguasa negeri-negeri Islam, media internasional, oposisi demokratik Burma, serta sejumlah organisasi-organisasi hak asasi manusia yang membiarkan kezaliman tersebut.
Kedua: Pertolongan (nushrah) umat Islam untuk Muslim Rohingya, dalam kapasitasnya satu umat. Nushrah tersebut bisa dimulai dengan bantuan militer umat Islam yang berdekatan dengan Burma, yakni tentara Muslim di Bangladesh, Malaysia, Indonesia; lalu tentara-tentara terdekat selanjutnya hingga yang lebih jauh lagi.
“Wahai para tentara Muslim, wahai tentara Bangladesh, Indonesia, Malaysia, janganlah menunggu para penguasa khianat menggerakkan dan mengirim kalian untuk menyelamatkan saudara-saudara kalian. Bergeraklah dengan jiwa kalian dan semangat kalian demi agama, akidah dan tanggung jawab kalian terhadap saudara-saudara kalian,” seru Osman yang kemudian mengutip sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Imam Muslim, “Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya; tidak menzalimi dan membiarkan saudaranya (terzalimi).”
Hizbut Tahrir, mengajak semua umat Islam untuk terus melakukan upaya sungguh-sungguh dan efektif, untuk menolong kaum Muslimin di Myanmar dan di negara-negara Muslim lainnya.
“Kami menyeru Anda untuk mengatasi kezaliman dan pembantaian ini dengan solusi mendasar. Satu-satunya solusi mendasar tersebut adalah dengan menegakkan Khilafah sesuai metode kenabian, yang dipimpin oleh seorang khalifah kaum Muslim untuk menerapkan syariah Allah, lalu mereka dapat menyelesaikan urusan-urusannya, mendapat ridha Tuhannya, mengalahkan musuh-musuhnya, melindungi darah dan kehormatannya serta menyebarkan keadilan ke segala penjuru dunia,” ajak Osman.
Osman pun menyeru Muslim Rohingya, “Wahai saudara-saudara kami di Myanmar, bersabarlah sebagaimana kesabaran para ulul ‘azmi dari kalangan para rasul karena dengan izin Allah SWT pertolongan sebentar lagi datang. Janganlah berputus asa, karena kalian adalah saudara kami. Dengan izin dan pertolongan-Nya pula, kami menjanjikan kepada kalian cahaya Khalifah Rasyidah berdasarkan metode kenabian yang akan mengembalikan kemulian kalian dalam waktu dekat.”
HT Australia Kumpulkan Korban Diskriminasi Pemerintah
Hizbut Tahrir Australia mengumpulkan kaum Muslim korban kriminalisasi UU anti teror pemerintah federal, Sabtu (30/10) di The Bellevue, Bankstown, Sydney.
Dalam konferensi yang bertema Innocent until Proven Muslim (Tidak Bersalah hingga Terbukti Muslim) tersebut sejumlah korban memberikan kesaksiannya terkait pelecehan dan penindasan; juga bagaimana untuk menolak hal itu.
Terungkap dalam kesaksian, kata “radikalisasi” digunakan Pemerintah untuk menjebak dan mengontrol pesan-pesan “pemaksaan asimilasi” dan “penindasan” yang dilakukan Pemerintah dalam menegakkan UU tersebut terungkap pula dalam konferensi.
Diungkapkan juga bahwa karena itu, “Kami membela Anda dalam setiap tindakan yang Anda lakukan,” teriak salah satu pembicara dalam konferensi.
Salah seorang tokoh masyarakat yang dihormati menceritakan pengalamannya saat disuruh untuk mengosongkan kopernya—hingga celana dalamnya juga diperiksa—saat dia datang melalui Bandara Sydney. Dia pun diinterogasi di sana selama berjam-jam.
Seorang pria lain mengatakan paspornya dirampas dari dia, namun Pemerintah tidak bisa, atau tidak akan, menjelaskan alasannya.
Seorang wanita, yang putranya di penjara dengan keamanan maksimum, mengeluhkan pelecehan ketika mencoba untuk mengunjungin putranya, dan kondisi sang anak yang ditahan semakin ketat.
Respon dari penyelenggara dan para peserta adalah sepakat, yakni untuk melawan!
Diskriminatif, 26 Gubernur AS Tolak Pengungsi Suriah Kecuali Beragama Kristen
Karena ketakutan terhadap segala sesuatu tentang Islam (Islamophobia), 26 gubernur negara bagian Amerika melakukan tindakan diskriminatif dengan menolak pengungsi Suriah kecuali yang beragam Kristen.
Setidaknya 26 gubernur negara sayap kanan dari partai Republik mengatakan pada Ahad dan Senin (8 dan 9 Nopember), bahwa mereka akan menolak untuk menerima para pengungsi Suriah.
Negara-negara bagian itu adalah: Texas, Georgia, Ohio, Massachusetts, Alabama, Michigan, Louisiana, Indiana, Florida, Mississippi, Arizona, Illinois, North Carolina, Wisconsin dan Arkansas.
Para pejabat Republik lainnya mengatakan bahwa AS hanya bisa menerima pengungsi yang beragama Kristen. Gubernur Florida dan calon presiden Jeb Bush mengatakan bahwa AS harus membatasi pemukiman pengungsi Suriah bagi “orang-orang Kristen yang sedang dibantai”.Pernyataan Bush juga diamini Senator dari Texas Ted Cruz.
Pada Senin, anggota dewan dari Partai Republik juga mengatakan mereka akan memperkenalkan UU untuk memblokir dana bagi para program pengungsi Suriah.
Menurut Ketua CAIR, Hooper, langkah-langkah anti-pengungsi Partai Republik adalah bagian dari pola lama diskriminasi anti Muslim oleh para anggota dewan.
Kelompok itu mengatakan bahwa lebih dari selusin kandidat untuk pemilihan presiden 2016 telah menyampaikan retorika Islamophobia selama kampanye mereka. Ketika berbicara mengenai serangan Paris, Hooper mengatakan: “Partai Republik melompat ke gerbong Islamophobia dan mengeksploitasi serangan-serangan yang mengerikan.”[Joko Prasetyo, dari berbagai sumber]