HTI

Opini (Al Waie)

Melindungi Fitrah Manusia dari LGBT

Mewabahnya virus LGBT di tengah-tengah masyarakat tidak dapat dibendung. Hal ini sejalan dengan pemikiran liberalisme yang kian merebak di Indonesia. Tahun 2004, mahasiswa Fakultas Syariah di salah satu Universitas Islam di Semarang menerbitkan Jurnal Justisia yang berjudul: “Indahnya Kawin Sesama Jenis”. Redaksi Jurnal ini dengan tegas menulis, “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan. Jika dulu Tuhan mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit), maka sekarang Tuhan perlu mengutus “Nabi” untuk membolehkan kawin sejenis supaya mengurangi sedikit proyek Tuhan tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alam-Nya. Bagi kami, jalan terus kaum homoseks. Anda di jalan yang benar.”

Akhir-akhir ini, berbagai dukungan bagi kaum LGBT kembali muncul dari berbagai pihak. Bahkan secara sistematis kaum LGBT dan pendukungnya sedang bergerak melegalisasi pernikahan sesama jenis di Indonesia. Ada Gerakan ITD (Indonesia Tanpa Diskriminasi) yang melakukan pergerakan secara massif melalui film, sastra, dan sebagainya untuk mewujudkan Indonesia tanpa diskriminasi. Gerakan ITD dipelopori oleh Denny JA —pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI 2004), Lingkaran Survei Indonesia (LSI 2005), Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI), dan Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKOPI).

Jauh sebelum ramainya LGBT di Indonesia, pernikahan sesama jenis telah dilegalkan di 23 negara, bahkan di negara yang digembar-gemborkan adidaya. Memalukan! Mungkin kata itu yang pantas disematkan kepada negara yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis. Bagaimana tidak. Perilaku demikian sesungguhnya tengah mengundang azab Allah SWT, seperti azab yang menimpa kaum Nabi Luth as.

Persoalan LGBT hakikatnya merupakan persoalan sistemik, yakni perilaku liberal sebagai buah dari penerapan sistem demokrasi yang begitu menjunjung tinggi kebebasan individu. Perilaku lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender dianggap sebagai bagian dari HAM yang mutlak keberadaannya. Jelas ini adalah pemikiran yang menyesatkan. Selain menimbulkan kemadaratan bagi lingkungan, perilaku ini jelas diharamkan dalam Islam. Bahkan pelakunya disanksi dengan hukuman yang memberikan efek jera karena perilaku demikian digolongkan sebagai tindak kejahatan/kriminal yang harus dihukum secara tegas.

Tak ada khilafiyah di kalangan fukaha tentang keharaman perilaku LGBT ini. Nabi saw. bersabda, “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).

Namun, faktanya keharaman tersebut seolah hanya berlaku bagi sebagian kaum Muslim saja dan tidak berlaku bagi negara. Haram bagi individu, legal bagi negara. Ironis, eksistensi LGBT diakui. Padahal sudah sangat jelas keharamannya. Semua ini tentu tidak lepas dari sumbangsih peradaban sekularisme yang menjadi sponsor utama dalam tumbuh kembangnya perilaku LGBT di berbagai negara. Negara pun tidak dapat menjatuhkan sanksi dengan alasan HAM. Karena itu tak aneh jika suatu saat pernikahan sesama jenis dilegalkan oleh negara. Na’ûdzubilLâhi min dzâlik!

Solusi untuk menyelesaikan problematika tersebut, selain melalui pengobatan dan pembinaan, negara pun harus menerapkan sanksi yang tegas seperti sanksi dalam Islam. Akan tetapi, sanksi tersebut tidak mungkin terealisasi jika demokrasi masih diterapkan.

Alhasil, tiada jalan lain untuk menyelesaikan problematika tersebut kecuali dengan penerapan syariah Islam secara komprehensif di dalam institusi Khilafah Islamiyah. Khilafahlah yang akan menjatuhkan sanksi yang tegas bagi perilaku lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Rismayanti Nurjannah; Guru di SMAIT Insantama, Bogor]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*