Serangan terhadap Paris (Paris Attack) beberapa waktu lalu telah dimanfaatkan oleh negara-negara Barat untuk mengokohkan kebijakan politik mereka. Sebagaimana serangan WTC yang dijadikan legitimasi perang global melawan terorisme ala Amerika, ‘Paris Attack’ menjadi amunisi baru untuk menyerang umat Islam.
‘Paris Attack’ digunakan kelompok-kelompok yang secara terbuka menunjukkan sikap anti Islam untuk menyuburkan islamophobia. Islam dan al-Quran dituduh sebagai sumber terorisme. Rasulullah saw. dihina sebagai penghasut kejahatan. Masjid-masjid dituding sebagai markas teroris. Hasil provokasi kelompok yang sering disebut ultranasionalis dan neokonservatif ini tampak dari meningkatnya serangan terhadap umat Islam di negara-negara Barat, pelecehan terhadap Muslimah serta penistaan terhadap al-Quran dan masjid-masjid.
Di sisi lain ada yang tampak sok bijak dan mengambil jalan tengah (moderat). Kelompok ini menyatakan serangan ini tidak terkait dengan agama. Musuh bersama kita adalah terorisme, ekstremisme dan radikalisme. Namun, ucapan ini sesungguhnya mengandung racun pemikiran yang berbahaya. Siapa yang mereka maksud dengan terorisme itu adalah mereka yang melawan penjajahan Barat, berperang melawan Barat dengan jihad fi sabilillah. Siapa lagi mereka kalau bukan kelompok Mujahidin. Ujung-ujungnya kembali menyerang kaum muslimin.
Sama halnya dengan tuduhan ekstremis, yaitu mereka yang menolak ideologi Barat; menolak demokrasi, pluralisme dan sekularisme. Para ekstremis adalah mereka yang menginginkan tegaknya syariah Islam secara total dan tegaknya Khilafah. Alhasil, pada prinsipnya yang mereka serang adalah nilai-nilai Islam yang mulia; syariah, Khilafah dan jihad.
Lalu mereka menawarkan pemikiran-pemikiran sesat mereka seperti Islam moderat, Islam inklusif, Islam demokratis, dan lain-lain. Pemikiran ini memosisikan umat Islam sebagai tertuduh. Karena pemikiran seperti ini, banyak kalangan Islam berusaha menghindar dari kecaman secara terbuka terhadap ideologi Kapitalisme Barat sebagai penyebab kejahatan dunia. Mereka pun enggan untuk menyerukan jihad fi sabilillah sebagai bentuk perlawanan terhadap kezaliman.
‘Paris Attack’ menjadi kunci penting bagi Barat untuk melakukan penyesatan politik (at-tadhlîl as-siyâsî). Seakan-akan Baratlah yang menjadi korban. Atas dasar ini mereka melakukan serangan secara terbuka terhadap umat Islam; atas nama perang melawan teroris. Seperti yang disampaikan Menlu Prancis di sela-sela pertemuan G-20 di Turki, serangan ke Kota Raqq yang diklaim sebagai basis ISIS adalah sesuatu yang lumrah. Demikian ujar Fabius kepada BBC London (16/11).
Putin dan Obama pun tampil bagaikan pahlawan yang seolah-olah menjadi penyelamat dunia dari ancaman terorisme.Obama tampil dengan kesan humanis. Ia menyatakan serangan Paris sebagai “sebuah serangan terhadap kemanusiaan”.
Mereka tampil tanpa malu seolah Amerika, Rusia, Inggris adalah negara-negara baik. Padahal negara-negara inilah teroris yang sesungguhnya. Bukankah Putin yang selama ini mendukung kejahatan Bashar Assad selama krisis Suriah yang telah membunuh 350 ribu Muslim di Suriah. Putin pun bersikap keras terhadap umat Islam di Rusia, Chechnya dan wilayah-wilayah lain yang berada di bawah pengaruh Rusia. Obama juga sama jahatnya. Pemerintahan Obama tidak banyak berbeda dibandingkan dengan pemimpin Amerika sebelumnya. Dia terus membombardir Afganistan dan Pakistan dengan pesawat drone. Sampai sekarang dia pun belum menutup Penjara Guantanamo yang jelas-jelas melanggar HAM yang mereka propagandakan sendiri.
Para pemimpin negara-negara Barat termasuk Obama juga menjadi pendukung para rezim represif di Dunia Islam. Mereka membabi-buta mendukung jenderal diktator, as-Sisi, yang membantai ribuan rakyatnya. Mereka mendukung tanpa batas kejahatan penjajah Yahudi terhadap umat Islam di Palestina. Secara tidak langsung Obama juga membiarkan Bashar Assad berkuasa karena belum mendapatkan penggantinya yang pas yang bisa dikontrol Amerika Serikat.
‘Paris Attack’ digunakan Barat untuk memuluskan jalan mereka untuk perang di Suriah. Barat telah membatasi pemerintahan baru di Suriah adalah pemerintahan yang sekular, demokratik dan mengusung pluralisme. Dalam proposal yang disetujui oleh 19 negara dalam pertemuan di Wina, Sabtu (14/11), dengan tegas disebutkan bahwa dalam waktu enam bulan perundingan di Suriah harus menghasilkan pemerintahan transisi yang “kredibel, inklusif dan non-sektarian”.
Untuk itu, penting bagi Barat untuk melumpuhkan kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan jalan Barat ini. Itulah kelompok yang sadar bahwa solusi ala Amerika haruslah ditolak karena hanya akan mengganti rezim Suriah dengan boneka baru Barat yang tidak membawa perubahan yang berarti. Tuntutan kelompok Islam selama ini adalah jelas; bukan demokrasi, tetapi Khilafah Islam yang menerapkan syariah Islam.
Untuk itu, Barat kembali menggunakan isu terorisme guna memuluskan jalannya. Menuding pihak yang tidak sejalan dengan mereka sebagai teroris. Dalam konteks Suriah, Barat menggunakan genderang perang melawan ISIS. Dengan alasan memerangi terorisme ISIS inilah mereka membombardir wilayah-wilayah yang dikuasai kelompok mujahidin anti Assad yang menentang Barat meskipun diketahui daerah itu bukan wilayah yang dikuasai ISIS.
Alhasil, apa yang dimaksud oleh Barat sebagai perang melawan terorisme tidak lain adalah upaya memuluskan langkah-langkah politik mereka di Suriah untuk mengaborsi perjuangan Islam di Bumi Syam itu.
Terakhir, kepada para pemimpin negara Barat kembali kami ingatkan: Jangan ajari kami bagaimana menjaga nyawa umat manusia. Jangan ajari kami bagaimana mensejahterakan umat manusia. Kalian tidak punya otoritas moral maupun intelektual melakukan itu karena pada saat yang sama kalian melakukan pembantaian terhadap umat Islam, merampok dan memiskinkan mereka di negeri mereka yang kaya.
Bagi kami tidak ada pilihan lain untuk menyelesaikan persoalan kami kecuali dengan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam, menyatukan umat Islam serta melindungi tiap tetes darah mereka dan setiap jengkal tanah mereka dari negara-negara rakus; dari orang-orang brutal seperti kalian! Cukuplah Allah SWT dengan syariah-Nya yang mulia sebagai Pelindung kami dan tempat kami kembali. AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]