HTI

Ekonomi dan Bisnis

Ekonomi Indonesia 2016: Makin Liberal dan Membebani Rakyat

Kondisi ekonomi global sampai akhir tahun 2015 belum ada perbaikan yang signifikan. Lembaga dunia seperti IMF terus mengoreksi perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari mulai 3,5% awal tahun menjadi 3,3% pada bulan Juli. Terakhir pada sidang G 20, IMF kembali merevisi pertumbuhan ekonomi global akan berada pada kisaran 3,2%. Kondisi ini berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia tahun 2015 yang ditandai dengan berbagai gejolak. Di antaranya pelemahan rupiah, pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai dengan harapan serta penerimaan pajak yang jauh dari target yang ditetapkan karena efek domino dari sektor lain.

Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung sampai tahun 2016. Ini ditandai dengan nilai rupiah yang melemah pada akhir tahun 2015, yang kembali menyentuh angka Rp 14.000. Kondisi krisis ekonomi dan ketidakpastikan global sebenarnya merupakan konsekuensi diterapkan sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di seluruh dunia termasuk pemerintah Indonesia. Namun, solusi yang diberikan oleh pemerintah bukan menghentikan kebijakan-kebijakaan ekonomi yang kapitalistik, malah semakin mengokohkan sistem ekonomi neoliberal. Inilah beberapa kondisi ekonomi dan kebijakan Pemerintah tahun 2016 yang semakin kapitalis dan pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat.

APBN 2016 Makin Kapitalistik

APBN 2016 telah disetujui oleh DPR dengan besaran anggaran belanja mencapai Rp 2.095,72 trliliun. Anggaran pendapatan direncanakan sebesar Rp 1.822,54 triliun dengan rencana defisit sebesar Rp 273,178 triliun atau 13,1 persen. APBN 2016 bertumpu pada pendapatan pajak dan cukai dengan total sebesar Rp 1.546,6 triliun atau 84,8 persen dari penerimaan APBN 2016. Pajak makin dijadikan sandaran penerimaan negara.

Sebelumnya Pemerintah gagal mencapai target pajak pada APBNP 2015. Sampai 22 November 2015 realisasi pajak baru sekitar Rp 828,93 triliun atau baru 64 persen dari total target yang ditetapkan pada APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294 triliun. Melihat kegagalan ini, dipastikan 2016 Pemerintah akan semakin masif untuk memburu wajib pajak dan menambah subyek pajak maupun obyek pajak yang baru.     Karena itulah muncul wacana yang disampaikan oleh Dirjen Pajak, bahwa prostitusi bisa dikenakan pajak sebab pada prinsipnya kegiatan yang menghasilkan uang merupakan obyek pungutan sehingga prostitusi dan judi juga bisa ditarik pajak.

Namun ironisnya, ketika rakyat digenjot untuk membayar pajak, pada saat yang sama pemerintah seolah-olah membiarkan perusahaan asing bertahun-tahun tidak pernah bayar pajak. Seperti disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, tak semua investor asing yang beroperasi di Indonesia itu baik. Buktinya, ada 4.000 perusahaan asing yang tak pernah membayar pajak selama 20 tahun meski sudah puluhan tahun berada di Indonesia.

Kesulitan rakyat akibat APBN yang kapitalistik juga tercermin dari sisi belanja. Subsidi pada APBN 2016 hanya sebesar Rp 182,6 triliun. Subsidi energi hanya sebesar Rp 102,1 triliun, terdiri dari subsidi BBM dan gas sebesar Rp 63,7 triliun serta subsidi listrik sebesar Rp 38,4 triliun. Subsidi pupuk Rp 30 triliun.

Peningkatan pajak baik pajak langsung, seperti Pajak Penghasilan, maupun tidak langsung seperti Pajak Penjualan, disertai dengan pengurangan atau penghapusan alokasi subsidi pada APBN secara terus-menerus akan makin memberatkan beban rakyat yang sudah sangat berat.

Tarif Listrik Naik

Kenaikan tarif listrik 1.300-2.200 volt ampere pada Desember 2015 akan dirasakan juga dampaknya secara langsung pada bulan Januari 2016 karena ada dua sistem pembayaran listrik, yakni pra dan pasca bayar. Secara tidak langsung kenaikan tarif listrik untuk pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA bakal dirasakan konsumen dengan kenaikan harga-harga barang konsumtif karena pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA kebanyakan pelanggannya adalah para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kenaikan kenaikan tarif listrik ini akan menyebabkan harga jual industri makanan dan minuman seperti air isi ulang, garmen, laundry diperkirakan akan menyesuaikan harga, termasuk juga pabrik es. Kenaikan harga es ini berdampak terhadap harga produk makanan lainnya, terutama yang memakai storage atau pendingin. Akibatnya, harga ikan dan daging bakal naik lagi. Buntutnya produk makanan yang berbahan baku ikan dan daging bisa naik, seperti bakso dan sebagainya.

Akibat dari pemangkasan subsidi listrik itu, Pemerintah hanya akan memberikan subsidi listrik untuk rumah tangga pengguna 450VA dan 900VA yang terkategori miskin. Berdasarkan catatan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pelanggan listrik yang boleh memakai dua klasifikasi tersebut hanya mencapai 24,7 juta rumah tangga. Dengan begitu, dari 45 juta rumah tangga pengguna 450VA dan 900VA, sebanyak 22,3 juta rumah tangga pada tahun 2016 tidak lagi boleh menerima subsidi. Mereka diberi pilihan untuk naik daya ke 1300VA secara gratis. Jika tidak, mereka harus membayar harga listrik tanpa subsidi. Untuk pengguna 450VA akan mengalami kenaikan tarif 250 persen dan pengguna 900VA akan naik 150 persen!

Awalnya, skenario itu akan diterapkan mulai 1 Januari 2016. Namun, Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM memastikan menunda pencabutan subsidi tarif dasar listrik hingga enam bulan mendatang.     Artinya, itu akan diberlakukan pada Juli 2016.

Penghapusan subsidi tarif listrik itu akan menambah jumlah penduduk miskin karena akan mengakibatkan harga listrik semakin mahal. Ini akan menimbulkan efek domino pada peningkatan harga-harga barang dan jasa lainnya. Menurut Kepala BPS, Suryamin, penghapusan subsidi listrik secara otomatis akan semakin menekan pendapatan dan daya beli masyarakat. Penghapusan subsidi tarif listrik itu bakal menyumbang inflasi nasional sekitar 0,4 persen.

Iuran BPJS Naik

Pada tahun 2016, masyarakat juga akan ditambah bebannya dengan kenaikan iuran BPJS. Iuran BPJS Kesehatan untuk penerima bantuan iuran (PBI) dipastikan naik tahun depan. Pemerintah bersama DPR RI telah menyetujui kenaikan iuran PBI sebesar Rp 23 ribu. Keputusan yang tertulis dalam APBN 2016 ini sendiri jauh di bawah usulan resmi Kemenkes, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Usulan yang diajukan dari hasil koordinasi ketiganya untuk iuran PBI adalah Rp 36 ribu perkepala perbulan.  Karena itulah, walaupun PBI naik, menurut ketua Indonesia Health Economic Association (Ina-HEA), Hasbullah Thabrany, BPJS masih berpotensi defisit dalam jumlah yang cukup besar mencapai Rp 7,4 triliun. Menurut dia, potensi defisit tersebut bisa tertutupi dengan dua cara. Pertama, menaikkan besaran iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri. Dia mengusulkan, kenaikan iuran PBPU kelas III dari saat ini Rp 27.500, diusulkan menjadi Rp 40 ribu, kelas II dari Rp 42.500 menjadi Rp 60 ribu, dan kelas I dari Rp 59.600 menjadi Rp 70 ribu. Kedua, Pemerintah menaikkan cukai rokok hingga tiga kali lipat dan diperuntukkan untuk Jaminan Kesehatan Nasional.

Selain dua faktor tersebut, suntikan dana juga diharap datang dari pertambahan peserta dari golongan pekerja formal. Sebab, jumlah pekerja formal yang cukup besar akan mampu memberi angin segar dalam perputaran keuangan BPJS Kesehatan. Hingga saat ini, baru 20 juta dari 80 juta pekerja formal yang telah terdaftar sebagai peserta JKN.

Perdagangan Bebas Asean (MEA)

Pada akhir tahun 2015, tepatnya tanggal 31 Desember 2015, kesepakatan perdagangan bebas ASEAN atau yang lebih dikenal Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah mulai diberlakukan. Sebagian berharap MEA akan memberikan dampak positif terhadap ekonomi Indonesia. Namun, kebanyakan kalangan justru menganggap MEA ini sebagai ancaman karena daya saing beberapa sektor industri kita masih kalah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

Sebelum diberlakukan MEA saja, akibat liberalisasi perdagangan, serbuan barang barang impor yang masuk ke Indonesia sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Dari mulai barang-barang elektronik, tekstil bahkan urusan pangan pun Indonesia sudah lama bergantung pada hasil impor sehingga dari sisi panganpun kita menghadapi darurat impor. Karena itulah pemberlakuan MEA hanya semakin mengokohkan dominasi barang-barang impor. Pemberlakuan MEA juga otomatis akan mengancam industri dalam negeri, khususnya industri kecil dan menengah, yang sudah dibebani dengan pencabutan subsidi dan berbagai pungutan.

Menurut Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Hendri Sarangih, daya saing Indonesia dinilai masih lemah terutama masalah pangan. Dengan pemberlakuan MEA, Indonesia diperkirakan masih akan cenderung menjadi target pasar dari beberapa negara ASEAN yang dinilai lebih siap dari Indonesia, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Apalagi sektor pangan di Indonesia saat ini masih selalu berorientasi pada pasokan, bukan mengendalikan permintaan. Ditambah lagi dengan kepentingan sekelompok orang yang mengambil keuntungan dari impor atau mafia impor, yang telah menghancurkan semua potensi yang ada.

Apalagi Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Akibatnya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya.

Dampak Krisis Global

Pelambatan pertumbuhan ekonomi global seperti pertumbuhan ekonomi Cina yang masih melemah dan negara-negara lainnya akan berpengaruh terhadap ekspor Indonesia. Bahkan diprediksi Cina hanya akan mampu tumbuh 6,3 persen pada tahun 2016 mendatang. Ini berakibat pada penurunan permintaan terhadap komoditas global yang menjadi andalan ekspor Indonesia seperti karet, sawit dan batubara.

Prospek bisnis perkebunan sejak tahun 2014 sampai 2015 masih mengalami tekanan berat. Bahkan sejumlah komoditas diprediksi masih mengalami tekanan hingga 2016. Harga komoditas kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan karet sudah berada dalam taraf yang rendah sejak tahun lalu. Kondisi ini diprediksi masih akan berlangsung sampai tahun depan. Harga CPO sejak September lalu tersungkur di US$ 526,9 permetrik ton, jauh dari harga ideal US$ 700 permetrik ton. Demikian juga harga karet jauh ke level terendah dalam 10 tahun terakhir di US$ 1,14 per kg dari harga ideal sebesar US$ 2 per kg.      Tekanan pada tiga komoditas pertanian di atas juga diprediksi masih berlanjut pada tahun 2016. Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) Teguh Wahyudi mengatakan, prospek rata-rata bulanan komoditi perkebunan di pasar internasional tahun 2016 masih mengalami fluktuasi. Ia memprediksi harga karet akan berfluktuasi pada kisaran US$ 1,14 per kg sampai US$ 1,69 per kg. Jika kondisi pasar membaik maka harga karet bisa mencapai US$ 1,71 per kg dan jika memburuk akan tembus di bawah US$ 1,14 per kg. Harga CPO juga akan mengalami fluktuasi pada US$ 0,50 per kg sampai US$ 0,69 per kg. Jika kondisi pasar membaik akan bertengger ke US$ 0,74 per kg dan jika memburuk akan jatuh di US$ 0,43 per kg. (Http://industri.kontan.co.id/news/prospek-tiga-komoditas-andalan-ekspor-masih-lemah).         Kabar kurang baik juga datang dari sektor pertambangan batubara. Di tengah produksi yang anjlok, harga komoditas ini di pasar global diramal belum pulih tahun depan. Akhir tahun 2015 terjadi penurun harga yang signifikan terhadap batubara dari Rp 1,2 juta/ton menjadi Rp 776.000/ton. Penyerapan di pasar domestik sebagai alternatif pasar pun masih terbatas. Menurunnya harga komoditas global tentu akan memberikan sentimen negatif pada neraca perdagangan. Pasalnya, struktur ekspor nasional masih didominasi oleh komoditas-komoditas tersebut.

Kabar baik datang dari harga minyak mentah. Harga minyak mentah tahun 2016 diperkirakan belum akan membaik. Pada awal tahun 2016 harga minyak melemah 20% dan mencapai terrendah sejak 2003. Pada hari Selasa (12/01) harga minyak mentah jenis Brent melemah hingga US$30,44 perbarel sebelum naik menjadi US$31,26. Adapun West Texas Intermediate turun 1,6% menjadi US$30,91 perbarel.

Namun, turunnya harga minyak mentah dunia ini sepertinya tidak diikuti dengan penurunan harga BBM yang signifikan. Buktinya, walaupun di akhir 2015 harga minyak mentah rata-rata US$ 45 perbarel dan dolar berada pada sekitar Rp 13.600, harga premium turun hanya menjadi Rp 7.050. Itu pun sempat akan dibebani dengan dana ketahanan energi sebesar Rp 200 perliter walaupun akhir di tunda menunggu persetujuan DPR.

Padahal pada awal Januari 2015 ketika harga minyak mentah dunia sekitar US$ 60 per barel-US$ 70 perbarel dan nilai tukar rupiah mendekati Rp 14.000 perdolar Amerika Serikat (AS), harga premium ditetapkan Rp 7.600 perliter. Harusnya sekarang dengan harga minyak mentah di akhir tahun 2015 dengan rata-rata US$ 45 perbarel, bahkan di awal Januari turun lagi menyentuh US$31,26, sementara nilai tukar rupiah turun di bawah Rp.14.000, mestinya harga premium bisa berkisar antara Rp 5.000 s.d. Rp 5.500. Jelaslah walaupun harga BBM diserahkan pada mekanisme pasar, tetap saja penetapan harga jual premium dan solar bersubsidi masih tidak transparan. Bisa jadi keuntungan akibat penurunan harga minyak mentah dunia sebagian besar hanya dinikmati para mafia migas.

Solusi Ekonomi Islam

Itulah kemungkinan kondisi ekonomi tahun 2016. Dalam kondisi seperti itu, posisi perekonomian Indonesia semakin rapuh. Pertumbuhan ekonomi yang ditarget 5,5%, walaupun tumbuh, tetapi tidak berkualitas. Bahkan menurut INDEF pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 hanya diproyeksikan sebesar 5,0 persen. Rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan berada di Rp 14 ribu perdolar AS. Defisit Transaksi berjalan akan berada pada 1,8 persen dari PDB. Tingkat inflasi diperkirakan berada pada 5,0 persen. Ini seiring dengan depresiasi nilai tukar rupiah serta defisit produksi pangan. Pengangguran diperkirakan sebesar 6,1 persen sehingga kemiskinan meningkat menjadi 11,1 persen.

Karena itulah mempertahankan sistem ekonomi kapitalis sama dengan mempertahankan dan meningkatkan kerusakan, kemiskinan dan penderitaan rakyat. Sudah saatnya umat serta tokoph-tokoh umat mencampakkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini harus diganti sistem ekonomi Islam yang ditegakkan dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*