APBN 2016 telah disetujui oleh DPR. Besaran anggaran belanja APBN 2016 mencapai Rp 2.095,72 trliliun. Anggaran pendapatan direncanakan sebesar Rp 1.822,54 triliun dengan rencana defisit sebesar Rp 273,178 triliun atau 13,1 persen. Dalam APBN 2016 didapati besaran total subsidi hanya sebesar Rp 182,6 triliun, atau hanya 8,71% dari jumlah total anggaran belanja negara.
Dari seluruh subsidi tersebut, subsidi energi hanya sebesar Rp 102,1 triliun, terdiri dari subsidi BBM dan gas sebesar Rp 63,7 triliun serta subsidi listrik sebesar Rp 38,4 triliun. Subsidi listrik turun 37,6 triliun dari APBN-P 2015 yang Rp 76 triliun. Artinya, subsidi listrik pada APBN 2016 dipangkas 49,47 persen dari APBN-P 2015. Dari subsidi listrik 38,4 triliun itu hanya sekitar Rp29,39 triliun untuk subsidi berdaya 450 VA-900 VA yang selama ini masih mendapat subsidi. Sisanya adalah untuk membayar kurang bayar (carry over) tahun ini.
Akibat dari pemangkasan subsidi listrik itu, Pemerintah hanya akan memberikan subsidi listrik untuk rumah tangga pengguna 450VA dan 900VA yang terkategori miskin. Berdasarkan catatan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pelanggan listrik yang boleh memakai dua klasifikasi tersebut hanya mencapai 24,7 juta rumah tangga. Dengan begitu, dari 45 juta rumah tangga pengguna 450VA dan 900VA, sebanyak 22,3 juta rumah tangga pada tahun 2016 tidak lagi boleh menerima subsidi. Mereka diberi pilihan untuk naik daya ke 1300VA secara gratis. Jika tidak, mereka harus membayar harga listrik tanpa subsidi. Untuk pengguna 450VA akan mengalami kenaikan tarif 250 persen dan pengguna 900VA akan naik 150 persen!
Awalnya, skenario itu akan diterapkan mulai 1 Januari 2016, namun akhirnya ditunda setidaknya enam bulan. Artinya, itu akan diberlakukan pada Juli 2016. Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM memastikan menunda pencabutan subsidi tarif dasar listrik hingga enam bulan mendatang. Sudah bisa diprediksi, jika listrik naik maka barang-barang yang lain akan ikut naik. Sebab, listrik adalah termasuk salah satu komponen yang menjadi stimulus bagi kenaikan barang dan jasa lainnya. Jika demikian maka beban kenaikan bukan hanya pada listrik semata, namun juga akan merembet pada kenaikan bahan-bahan pokok dan bahan-bahan kebutuhan yang lainnya.
Penghapusan subsidi tarif listrik itu akan menambah jumlah penduduk miskin. Menurut Kepala BPS, Suryamin, penghapusan subsidi listrik secara otomatis akan semakin menekan pendapatan dan daya beli masyarakat. Penghapusan subsidi tarif listrik itu bakal menyumbang inflasi nasional sekitar 0,4 persen.
Menurut Riyanto, peneliti ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Univeritas Indonesia, jika tarif dasar listrik naik maka orang miskin bertambah 3-5 juta orang. Berdasarkan BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai 28,59 juta jiwa. Ini adalah konsekwensi logis dari rezim anti subsidi. Yang ada adalah semakin menyengsarakan masyarakat.
Penghapusan subsidi pada APBN secara terus-menerus membuktikan bahwa Pemerintah dan DPR selama ini anti subsidi. Penghapusan subsidi itu akan makin memberatkan beban rakyat yang sudah sangat berat. Sungguh tindakan demikian menyalahi syariah Islam. Bahkan Rasul saw. pernah berdoa, “Ya Allah, siapa saja yang mengurusi suatu urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkan dia. Siapa saja yang mengurusi suatu urusan umatku, lalu dia menyayangi mereka, maka sayangilah dia.” (HR Muslim dan Ahmad). [Nur Amalia; Ibu Rumah Tangga. Tinggal di Bogor]