HTI

Jejak Syariah

Sudan: Terkoyak Oleh Intervensi Asing (Bagian 1)

Saat ini Sudan telah terbelah menjadi dua Negara: Sudan Utara dan Sudan Selatan. Dulunya negara di Afrika Tengah bagian timur ini merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Di negara tersebut juga sudah jamak terjadi konflik berkepanjangan yang kian memperburuk sendi-sendi kehidupan dan beragama.

Dulu Sudan—dengan nama resminya Republic of Sudan—adalah negara yang terletak di timur laut Benua Afrika. Sebelum referendum yang memisahkan Sudan menjadi dua bagian, Sudan merupakan negara terluas di Afrika dan di daerah Arab, serta terluas kesepuluh di dunia. Negara ini berbatasan dengan Mesir di utara, Laut Merah di timur laut, Kongo dan Afrika Tengah di barat daya, Chad di barat, dan Libya di barat laut.

Islam Masuk ke Sudan

Islam masuk ke Sudan setelah mampu ‘menghilangkan’ institusi penghalang bagi penyebaran dakwah Islam di Afrika. Di bawah pimpinan Amr bin al-‘Ash pada tahun 640 M, pasukan Islam menyerbu Mesir yang saat itu di kuasai oleh Kerajaan Bizantium. Amru bin al-‘Ash memandang bahwa Mesir dilihat dari kacamata militer maupun perdagangan letaknya sangat strategis dan tanahnya subur karena terdapat sungai Nil sebagai sumber makanan. Karena itu, dengan restu Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., dia membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi pada tahun 19 H (640 M) hingga sekarang. Lalu fokus penyebaran Islam dilanjutkan di daerah sekitar jazirah Afrika. Salah satunya adalah Sudan.

Islam masuk ke Sudan pada tahun 1500-an tatkala Kerajaan Maqurra yang ada di Sudan jatuh ke tangan bangsa Arab. Sejak itu Islam terus dikembangkan baik melalui dakwah maupun proses peleburan masyarakat melalui perkawinan campuran dengan penduduk setempat. Salah satunya dengan suku Funj. Dengan model inilah, akhirnya Islam terus berkembang pesat di Sudan.

Intervensi Asing

Keberadaan Bangsa Eropa di hampir seluruh wilayah Afrika tak terkalahkan hingga pada abad ke-19. Inggris menjadi negara yang mendominasi perdagangan bebas di Afrika. Namun, pada akhir 1860 Prancis, Jerman dan AS mulai meningkatkan industrinya sehingga membuat barang-barang manufaktur dan pedagang Eropa semakin banyak masuk ke Afrika. Berbagai penemuan hutan tropis di Afrika bagian barat yang dapat memproduksi minyak sayur, perburuan gading dan karet hingga wilayah sumber berlian dan emas di Afrika bagian selatan membuat Bangsa Eropa memiliki ekpektasi yang tinggi terhadap Afrika. Pembagian wilayah jajahan Afrika oleh Bangsa Eropa dilakukan berdasarkan Berlin Conference 1884 yang dihadiri oleh 14 negara Eropa dan AS.1

Dalam perjanjian tersebut, Prancis menguasai hampir wilayah barat Afrika, dari Mauritania hingga Chad dan Gabon, serta Republik Kongo.2 Adapun Inggris mendapatkan bagian Mesir, Sudan, Uganda, Kenya Afrika Selatan, Zambia, Zimbabwe, dan Botswana.3 Inggris juga menjadi penguasa utuh dua negara termakmur Afrika, yaitu Ghana dan Nigeria.4

Intervensi Inggris terhadap Sudan, selain langsung, juga melalui Mesir. Negara-negara Eropa semakin mempunyai pengaruhnya fi Mesir pada masa pemerintahan Muhammad Ali. Ali mengimplementasikan nasihat-nasihat dan teknologi Eropa untuk mereformasi Mesir. Reformasi ini ditujukan untuk membuat Mesir sebagai negara terkaya dan terkuat di Afrika Utara. Dengan strategi ini, akhirnya Mesir memperluas daerah kekuasaannya hingga Sudan serta memperbudak petani Mesir dan Sudan untuk dijadikan tentara. Hampir semua lahan digunakan untuk budidaya kapas dan gandum yang juga diimpor dari Sudan sebagai bentuk pembayaran pajak para petani, kemudian diekspor ke Eropa untuk mendapat keuntungan bagi pemerintahan Mesir.

Kesuksesan Mesir telah menarik kedatangan pedagang Prancis dan Inggris ke wilayah tersebut. Pemerintah Prancis dan Inggris telah berhasil memberikan tekanan pada Muhammad Ali untuk melonggarkan pembatasan pedagang asing pada 1838.5Keduanya meningkatkan pengaruh di Mesir dan Sudan melalui berbagai cara. Pada tahun 1860-an, Mesir mulai berhutang pada Bangsa Eropa karena terjadinya penurunan produksi kapas dan kesulitan mengembalikan hutang tersebut. Dalam situasi ini, Prancis dan Inggris pun akhirnya mengintervensi Mesir dengan alasan melindungi keuangan Mesir. Sudan pun akhirnya masuk dalam cengkeraman Inggris.

Strategi Inggris

Kemerdekaan Sudan diberikan oleh Inggris pada 1956. Sebelumnya, yang menguasai adalah Mesir pada 1899. Saat itu Mesir sendiri berada di bawah imperium Inggris. Inggris secara langsung menduduki Darfur pada 1916. Penjajah Inggris lalu membuat sejumlah kebijakan dengan membagi Sudan menjadi dua, utara dan selatan. Sudan utara dikembangkan dan diisolasi dari Sudan wilayah selatan. Mereka melarang penduduk wilayah utara untuk masuk ke selatan. Di Selatan mereka mencegah penyebaran Islam dan tradisi Islam serta memperkenalkan misionaris Kristen. Inggris pun membangun kesadaran identitas penduduk Sudan wilayah selatan, bahwa mereka adalah penduduk asli Afrika (yang berbeda dengan Utara). Inggris pun membangun pola pemerintahan tradisional di bawah pimpinan para syaikh di Utara dan pemimpin suku di Selatan yang memberikan andil terhadap lemahnya sistem pemerintahan Sudan di kemudian hari. Setelah kemerdekaan, Sudan harus menghadapi perang sipil yang pertama tahun 1970, namun bisa diatasi oleh pemerintah. Tahun 1983 perang kembali pecah yang berakhir tahun 2003 dan AS diduga membantu pemberontak Kristen di sana.

Inggris adalah negara pertama yang mengambil peran dalam penyebaran benih fitnah di Sudan Selatan. Sejak Inggris menguasai negeri penguasa sungai Nil kedua setelah Mesir ini pada akhir abad ke-19, mereka telah menutup jalan masuk dakwah islamiyah ke Sudan Selatan. Pada saat yang sama, mereka melebarkan sayap kristenisasi dengan membiarkan masuk para misionaris untuk menyebarkan paham dan pengaruh Kristen. Setelah Sudan merdeka, usaha kristenisasi ini tetap berlangsung dengan makmur, karena pemerintah Sudan tidak terlalu memperhatikan usaha kristenisasi ini. Yang penting adalah keadaan rakyat Sudan tetap makmur dan sejahtera.

Keadaan ini tetap berlangsung hingga kini. Malah terlihat ada indikasi yang menyatakan dukungan pemerintah Sudan terhadap proses kristenisasi. Hal ini antara lain terlihat dengan penghapusan undang-undang tentang batas penyebaran agama Kristen yang pernah ditetapkan pada masa pemerintahan Ibrahim Abud (tahun 1957—1963). Undang-undang ini melarang adanya pembangunan gereja baru di wilayah Sudan Selatan tanpa izin dari Pemerintah. Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik antaragama dan pembangunan tempat peribadatan Kristen di wilayah umat Islam. Namun kemudian, ketentuan ini dihapus atas permintaan Paus Paulus II yang berkunjung ke Sudan tahun 1994. Akibatnya, terbukalah kesempatan emas bagi pihak gereja untuk menyebarkan agama Kristen di Sudan dengan seluas-luasnya, dengan tetap berpusat di Sudan Selatan.

Potensi Sudan

Ada sejumlah potensi tersimpan yang dimiliki Sudan antara lain: Pertama, Sudan adalah negara yang terluas di benua Afrika dan wilayah tersubur di kawasan negara Arab. Hal ini memungkinkan adanya pemberdayaan sumberdaya alam yang lebih dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Kedua, Sudan yang saat ini dianggap miskin dan terbelakang, ternyata menyimpan kekayaan alam yang melimpah, seperti adanya kandungan minyak di bagian selatan dan kandungan uranium di bagian barat. Kekayaan ini dapat membawa Sudan menjadi negara kaya dan potensial. Sudan juga masih menyimpan cadangan minyak bumi sebanyak 631,5 juta barel, 99,11 milyar meter kubik gas alam yang belum tereksploitasi, serta cadangan biji besi dan tembaga dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Saat ini produksi minyak mentahnya sekitar 500.000 barel perhari.

Ketiga, Sudan berada di posisi strategis lalu-lintas perairan Laut Merah. Pposisi ini menguntungkan untuk menguasai perikanan hingga ke jantung Afrika. Sudan adalah penguasa sungai Nil kedua setelah Mesir. Sudan sebenarnya adalah negara subur dengan dua aliran anak sungai Nil yang memberi berkah pertanian yang menjadi pilar utama perekonomian negara.

Keempat, Sudan merupakan gerbang masuknya Islam ke kawasan selatan dan Afrika yang kini menjadi tujuan program tanshîriah internasional.

Kelima, Sudan adalah satu-satunya negara Arab yang berani menyuarakan syiar jihad dalam setiap pertempuran menghadapi musuh saat kata-kata jihad kini sering dikonotasikan dengan kelompok teroris. [Gus Uwik, dari berbagai sumber].

Catatan kaki:

1         Rosenberg, Matt. Berlin Conference of 1884-1885 to Divide Africa [online] dalam http://geography.about.com/cs/politicalgeog/a/berlinconferenc.htm

2         Idem.

3         Idem.

4         Shillington, Kevin. 2011. History of Africa 2nd Ed. Palgrave Macmillan.

5         Idem.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*