Beberapa hari setelah peristiwa pengeboman kantor Polres Cirebon beberapa tahun lalu, saya menerima email dari seseorang. Melalui email itu ia menjelaskan mengapa mereka harus mengebom kantor polisi itu. Pertama, katanya karena gedung itu adalah markas anshâr ath-thâghût. Bila thâghût harus diperangi, maka begitu juga anshâr (penolong)-nya. Jadi, di mata mereka, semua polisi itu halal darahnya. Lalu mengapa pengboman dilakukan di dalam masjid? Karena masjid di kantor polisi itu, menurut mereka, adalah masjid dhirâr, yakni masjid yang bukan berdiri di atas takwa sehingga tidak masalah dihancurkan. Kemudian mengapa pengeboman dilakukan di saat shalat Jumat? Katanya, supaya banyak anggota polisi yang kena. Terakhir, mengapa bunuh diri? Mereka tegaskan, itu bukan bunuh diri, melainkan isytisyhâdi (mensyahidkan diri).
Tentang halalnya darah polisi, kita mendapat konfirmasi yang amat gamblang dari tokoh paling terkemuka di kalangan mereka. Dalam dialog yang sangat alot, ia berulang menegaskan bahwa polisi memang adalah anshâr ath-thâghût sehingga halal darahnya. Meski sudah berulang diingatkan, bahwa pemahaman semacam itu tidaklah tepat, tetap saja hingga akhir diskusi pendiriannya tidak berubah.
Dari sini kita bisa mengerti, pada era umat tidak hidup dalam kehidupan Islam, umat mengalami banyak penindasan, ketidakadilan dan kezaliman, telah lahir seribu satu macam respon dari yang tak acuh hingga yang respon sangat keras, bahkan cenderung fatal. Bom di markas Polres Cirebon dan ‘Bom Thamrin’ yang katanya hendak menyasar polisi dan warga asing—bila benar itu dilakukan oleh jaringan pendukung ISIS—adalah salah satu contoh fatalnya respon. Namun, layakkah mereka disebut teroris?
++++
Apa itu teroris dan terorisme? Tidak ada definisi pasti. Namun, kita boleh merujuk Pasal 14 ayat 1 dari The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) Act, 1984, terorisme diartikan sebagai “the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear”. Jadi, terorisme adalah setiap penggunaan kekerasan demi mencapai kepentingan politik dan menimbulkan ketakutan publik secara meluas.
Bila kita merujuk pada definisi ini, maka terorisme bisa dilakukan oleh siapapun, dari bangsa manapun dan agama apapun, termasuk negara manapun. Pasalnya, siapapun bisa menggunakan kekerasan dan menimbulkan ketakutan meluas dalam meraih tujuan politiknya. Fakta memang menunjukkan demikian.
Wonderlist edisi 29 Mei 2015, misalnya, merilis daftar organisasi teroris dari aneka latar agama dan ideologi di berbagai negara. Di wilayah Amerika Utara, misalnya, ada Fuerzas Armadas Revolucionarias De Colombia (FARC). Dibentuk pada 1964 di wilayah Kolombia, kelompok ini merupakan sayap militer dari Partai Komunis Kolombia. FARC mengklaim memiliki pasukan sebanyak 10.000 orang. Kegiatan mereka utamanya perdagangan narkoba. Lalu ada Sendero Luminoso. Kelompok ini merupakan pemberontak yang beroperasi di Peru. Mereka menginginkan Peru beraliran Marxisme. Sejak berdiri hingga kini, Sendero Luminoso telah membunuh 31.000 rakyat Peru.
Di wilayah Eropa ada Real Irish Republican Army (RIRA) di Irlandia Utara. Mereka menginginkan Irlandia Utara dan Republik Irlandia bersatu dan menolak kepempimpinan Ratu Elizabeth sebagai kepala negara. Masih di Irlandia Utara, ada UDA. Berbeda dengan RIRA, UDA lebih bersifat agama dengan tujuan utama perlawanan terhadap kaum Katolik. Lalu ada Epanastatikos Agonas (EA), kelompok militan di Yunani yang berdiri pada 2003. Mereka sering melakukan penyerangan terhadap gedung pemerintahan, bank, dan kantor polisi. Mereka menolak Yunani menjadi anggota Uni Eropa (UE) dan ingin mengubah sistem pemerintahan yang ada. Ada lagi Euskadi Ta Askatasuna (ETA) yang beroperasi di perbatasan Spanyol dan Prancis. Kelompok ini didominasi etnis Basque, yang menginginkan pendirian sebuah negara yang disebut Basqueland.
Di wilayah Filipina ada New People’s Army (NPA), berdiri pada 1969, yang merupakan sayap militer dari Partai Komunis Filipina. Mereka berkeinginan menjadikan Filipina sebagai negara Komunis. Di Jepang ada Aum Shinrikyo. Jumlah pengikutnya bisa mencapai 9.000 orang. Kelompok ini pernah melakukan serangan di kereta bawah tanah Tokyo pada 1995 yang mengakibatkanya 15 orang tewas.
Namun, dalam dua dekade terakhir pasca Peristiwa WTC/911, setelah AS dengan lantang mendeklarasikan War on Terrorism (WOT), perhatian publik dunia lebih banyak tertuju pada kelompok-kelompok Islam. Dalam list FTOs (Foreign Terrorist Organizations) yang terbaca di situs US Department of State, Diplomacy in Action, mayoritasnya adalah organisasi dan kelompok Islam. Di antaranya: Abdallah Azzam Brigades (AAB), Abu Nidal Organization (ANO), Abu Sayyaf Group (ASG), Al-Aqsa Martyrs Brigade (AAMB), Ansar al-Islam (AAI), Army of Islam (AOI), Asbat al-Ansar (AAA), Gama’a al-Islamiyya (IG), Hamas, Haqqani Network (HQN), Harakat ul-Jihad-i-Islami (HUJI), Harakat ul-Jihad-i, Islami/Bangladesh (HUJI-B), Harakat ul-Mujahideen (HUM), Hizballah, Indian Mujahedeen (IM), Islamic Jihad Union (IJU), Islamic Movement of Uzbekistan (IMU), Jaish-e-Mohammed (JEM), Jemaah Ansharut Tauhid (JAT), Jemaah Islamiya (JI), Jundallah, Kata’ib Hizballah (KH), Lashkar e-Tayyiba (LT), Lashkar i Jhangvi (LJ), Libyan Islamic Fighting Group (LIFG), Moroccan Islamic Combatant Group (GICM), Palestine Islamic Jihad – Shaqaqi Faction (PIJ), Palestine Liberation Front – Abu Abbas Faction (PLF), Al-Qa’ida (AQ), Al-Qa’ida in the Arabian Peninsula (AQAP), Al-Qa’ida in Iraq (AQI), Al-Qa’ida in the Islamic Maghreb (AQIM), Al-Shabaab (AS) dan Tehrik-e Taliban Pakistan (TTP).
Apa kriteria utama untuk sebuah kelompok itu disebut kelompok teroris? Situs itu menjelaskan, “The organization’s terrorist activity or terrorism must threaten the security of U.S. nationals or the national security (national defense, foreign relations, or the economic interests) of the United States.” Intinya adalah siapa saja yang mengancam kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan keamanan AS harus dianggap teroris.
Selanjutnya, AS memaksa dunia mengikuti kehendak AS bila tidak mau dimusuhi AS. Sesaat setelah peristiwa WTC/911, Presiden Bush dengan lantang menyatakan, “…from the day on, every nation in every region has decision to make, either you are with us or with terrorist”. Jadilah berbagai kelompok atau organisasi Islam yang sejatinya didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan, kezaliman dan penindasan yang menimpa umat—karena dianggap mengancam kepentingan AS—dianggap teroris. Sebaliknya, AS dan negara-negara sekutunya, yang telah nyata-nyata melakukan kekerasan di mana-mana hingga mengakibatkan ratusan ribu bahkan jutaan tewas, malah tak pernah disebut teroris.
++++
Umat Islam dewasa ini memang benar-benar dalam keadaan terpuruk; tak henti mengalami penindasan, aneka ketidakadilan dan kezaliman. Namun, ketika hendak melakukan perlawanan terhadap semua itu, eh malah dituduh teroris. Dalam situasi seperti itu, lahirnya berbagai kelompok perlawanan yang menempuh berbagai cara, termasuk melakukan pengeboman di sana-sini, menyasar obyek yang semestinya tidak boleh dijadikan sasaran, jelas makin memperkeruh keadaan. Alih-alih persoalan terurai, yang terjadi keadaan umat dan citra Islam justru makin terpuruk. Na’ûdzu bilLâh min dzâlik. []