HTI

Nisa' (Al Waie)

Mencegah Anak Dari Kecenderungan LGBT

“Gua Jon 16 thn. Yang mau jadi pacar gay gua yang seumuran aja jangan lebih. Jangan php+yang perhatian pin 55*** #gaysmp#gaybocah,”

 

Membaca iklan seperti di atas yang banyak berseliweran di twitter atau media sosial lainnya saat ini tentu membuat kita merinding. Betapa gerakan LGBT telah merambah dunia anak-anak. Anak-anak baru gede (ABG) yang masih duduk di bangku SMP pun kini tak lagi malu mengumbar kelainan seksual mereka di media sosial. Di jejaring Twittter, beredar komunitas bernama @gaysmp. Mereka berlomba-lomba mengunggah foto-foto tidak senonoh. Sebelumnya KPAI melansir adanya akun Twitter @gaykids_botplg yang mempropagandakan homoseksual kepada anak. Akun ini mempunyai pengikut sebanyak 3.032 orang.

Penyimpangan seksual LGBT tidak muncul dari adanya kelainan pada syaraf atau sifat genetik. Ini ditegaskan oleh Psikiater Dadang Hawari. Menurut Dadang, kecenderungan sesama jenis dominan disebabkan oleh faktor lingkungan. ”Sama sekali bukan karena gen. Gen itu hanya rasionalisasi anggapan dari kaum homo sendiri. Malah ada seorang professor Amerika yang menyatakan homoseksual bisa terjadi akibat kurangnya pendidikan agama,” kata Dadang Hawari (Republika.co.id, 1/07/2015).

Karena bukan faktor genetik, kecenderungan LGBT bisa dicegah. Akan lebih efektif apabila pencegahan ini dimulai pada usia anak-anak.

LGBT adalah penyimpangan pada naluri seksual. Sebagaimana halnya naluri lain, naluri ini dimunculkan oleh adanya dua factor: pemikiran dan rangsangan luar. Mencegah munculnya kecenderungan LGBT dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan yang tepat terhadap dua faktor tersebut. Pada pemikiran, kita bentuk kerangka berpikir anti LGBT, dan rangsangan luar yang bisa memunculkan naluri ini kita jauhkan.

Pencegahan di Dalam Keluarga

Keluarga merupakan benteng pertahanan pertama anak dari serangan virus LGBT. Berikut adalah hal-hal praktis yang bisa dilakukan orangtua sesuai tuntunan Islam:

  1. Membentengi anak dengan takwa.

Takwa merupakan pencegahan diri secara internal yang paling kuat. Tatkala anak memiliki sifat takwa, ia akan takut terhadap azab Allah SWT dan menjadikan hidupnya berjalan untuk mencari ridha-Nya. Ketakwaannya akan memalingkan dari perbuatan mungkar dan menghalangi dia dari kemaksiatan kepada Allah SWT.

Untuk membentengi anak dengan takwa, orangtua dari sedini mungkin harus mengenalkan anak kepada Penciptanya, menunjukkan kasih sayang-Nya, menanamkan pemahaman hidup berorientasi ridha-Nya dan membiasakan terikat kepada hukum-Nya.

  1. Menanamkan pemahaman seputar aurat dan upaya memelihara aurat.

Islam menetapkan aurat laki-laki berbeda dengan perempuan. Begitu pula aurat perempuan di hadapan mahram dengan bukan mahram. Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Ini berdasarkan hadis Rasulullah saw., “Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut.” (HR ad-Daruquthni dan al-Baihaqi).

Adapun aurat perempuan di hadapan mahram dan bukan mahram dijelaskan oleh QS an-Nur ayat 31. Di hadapan mahram, aurat perempuan adalah apa yang bukan merupakan mahaluz-zinah atau tempat-tempat perhiasan perempuan, yaitu apa yang selain rambut, wajah, leher, dada atas, tangan sampai lengan dan kaki sampai betis. Selain itu harus ditutup dan tidak boleh dinampakkan, Di hadapan non-mahram, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.

Sejak kecil, anak harus dibiasakan menutup aurat, dan menjaga auratnya agar tidak dilihat dan disentuh oleh orang lain, sekalipun sesama jenis, kecuali yang terbiasa melayani dia seperti ibu dan pengasuh. Tanamkan rasa malu pada anak bila auratnya terlihat atau berperlaku yang tidak seharusnya.

  1. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan.

Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah ada pada laki-laki dan perempuan tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian maskulin dan perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak diberi stimulasi berbeda sesuai fitrahnya. Anak laki-laki diajarkan untuk tegas, tangguh dan melindungi perempuan. Anak perempuan dibiasakan untuk berlaku lembut, memiliki rasa kasih sayang yang besar dan menjaga ‘iffah. Dalam hal ini ayah dan ibu harus menjadi role model yang tepat bagi anak-anaknya.

Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak meniru wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki.” (HR al-Bukhari).

Jika anak bertindak seperti lawan jenisnya, maka dia harus segera diluruskan, jangan dibiarkan sehingga membentuk konsep kelamin diri yang salah.

  1. Memisahkan tempat tidur anak.

Tidurnya dua anak dalam satu tempat tidur (madhja’) merupakan aktivitas yang bisa menjadi pengantar zina dan sodomi karena ini merupakan bentuk perbuatan mudhâja’ah (tidur bersama). Dalam hal ini berlaku hukum perbuatan yang lazim menjadi pengantar zina dan sodomi, yaitu haram.

Merujuk pada dalil larangan mudhâja’ah (tidur bersama), dengan tegas telah disebutkan oleh Nabi saw.:

مُرُوا أَوْلاَدَكُم بالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْع سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika usia mereka tujuh tahun; pukullah mereka karena (meninggalkan)-nya saat berusia sepuluh tahun; dan pisahkan mereka di tempat tidur (HR Abu Dawud).

Keharaman tersebut bersifat umum, bisa sesama laki-laki maupun sesama perempuan, atau lelaki-perempuan. Sebab, nash-nya berbentuk umum. Dengan demikian perintah “memisahkan tempat tidur” hukumnya wajib. Karena itu orangtua dan wali anak-anak wajib memisahkan tempat tidur mereka, yakni dengan menjadikan mereka tidur terpisah, masing-masing satu tempat tidur dan satu selimut secara terpisah.

  1. Mendidik anak untuk bergaul sesuai tuntunan Islam.

Misalnya mencari teman-teman yang shalih, menjaga pandangan dari yang haram atau yang bisa merangsang munculnya syahwat, dan membatasi diri dari interaksi yang bersifat fisik dengan teman sejenis seperti hanya bersalaman dan cipika-cipiki saja, tidak lebih dari itu.

  1. Mengajari dan membiasakan anak shaum sunnah.

Shaum sunnah bisa menjadi perisai bagi para pemuda dalam menghadapi bergejolaknya nafsu biologis.

  1. Memahamkan anak saat menjelang balig tentang keharaman LGBT dan murka Allah SWT atas pelakunya.

Ajak anak-anak untuk membaca kisah kaum Nabi Luth, misalnya di QS Hud (11) ayat 74- 83 dan ancaman hukuman untuk mereka. Mereka juga diingatkan dengan sabda Nabi saw., “Siapa saja yang menjumpai satu kaum yang melakukan seperti perbuatannya kaum Nabi Luth maka bunuhlah ia, pelakunya dan obyeknya (temannya).” (HR Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’I dan Ahmad).

  1. Menjauhkan anak dari media yang mempromosikan LGBT.

Televisi dalam hampir setiap acara menampilkan sosok-sosok gay dan banci. Bahkan film anak-anak “baik” seperti Upin Ipin menghadirkan sosok Kak Saleh yang gemulai. Majalah remaja, internet dan smartphone perlu diwaspadai. Diperlukan kontrol ketat dari orangtua terhadap media massa yang diakses anak. Sebaiknya sebelum anak masuk usia balig, anak tidak dibelikan smartphone dan didampingi saat menonton televisi sehingga mudah bagi orangtua untuk mengarahkan.

  1. Berikan kasih sayang yang cukup pada anak-anak.

Kasih-sayang dari orangtua yang cukup membuat anak merasa nyaman berada di rumah dan tidak mencari kasih sayang dari orang yang tidak tepat.

Pencegahan dari Masyarakat

Dalam masyarakat harus ditumbuhkan penolakan terhadap keberadaan LGBT. Amar makruf dan nahi mungkar terus dikembangkan sehingga para pengidap kelainan seksual ini tidak nyaman, merasa malu dengan keberadaannya dan tidak leluasa mengajak anak-anak. Kontrol sosial terhadap berbagai media juga harus digencarkan sehingga tidak ada ruang bagi promosi LGBT melalui media massa.

Pencegahan oleh Negara

Inilah benteng pertahanan yang paling kokoh dalam melindungi anak dari perilaku LGBT. Negara memiliki kekuasaan untuk menutup media massa yang menyebarkan LGBT, menyusun kurikulum pendidikan yang berbasis pada aqidah dan memberikan sanksi bagi pelaku LGBT.

Namun, negara yang bisa menjalankan fungsi ini bukanlah negara sekular liberal, melainkan Negara Islam yang menerapkan hukum-hukum Islam secara utuh dan menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Itulah Daulah Khilafah ar Rasyidah. [Arini Retnaningsih; Anggota Lajnah Tsaqafiyah DPP MHTI]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*