Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah SWT telah menjanjikan kekuasaan, kemenangan dan kekuatan kepada kaum Mukmin. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah saw. yang telah memberi kabar gembira kepada umat ini akan kemuliaan dan kemenangan yang nyata. Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapus masa itu jika Dia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala minhâj an-nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu Allah menghapus masa itu jika Dia berkehendak menghapusnya. Setelah itu akan datang kepada kalian masa raja despotik (raja yang zalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu Allah menghapus masa itu jika Dia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu Allah akan menghapus masa itu jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah kembali masa Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah.” Setelah itu, beliau diam (HR Ahmad, ath-Thabrani dan al-Bazzar).
Era yang disebutkan dalam hadis tersebut benar-benar telah dialami oleh umat. Kondisinya telah terjadi. Peralihan di antaranya telah tampak. Peralihan dari kemuliaan Khilafah menuju kehinaan pemerintahan diktator telah dirasakan. Lalu akan terjadi dengan pasti—bukan asumsi—kemuliaan dan kemenangan. Ini ditandai dengan perubahan dari kehinaan pemerintahan diktator menuju kedaulatan dunia dengan berdirinya Khilafah Rasyidah Kedua. “(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS ar-Rum [30] : 6).
Akan tetapi, ini bukan perkara mudah. Jalannya tidak ditaburi dengan bunga. Jika tidak demikian maka apa artinya. Untuk apa pula ujian dan hasilnya, seperti pengujian untuk membersihkan hati kaum Mukmin, penyatuan barisan, dan penetapan orang-orang yang pantas untuk diberi kekuasaan, agar mereka benar-benar layak menjadi penguasa dan tentaranya.
Dulu kaum kafir penjajah melakukan konspirasi untuk menghancurkan Khilafah bertahun-tahun lamanya. Kini mereka pun tengah berperang lagi dengan terus melakukan konspirasi yang diikuti pengkhianat bangsa Arab dan non-Arab untuk menggagalkan proyek kebangkitan umat, yaitu pendirian Khilafah Rasyidah yang kedua.
Sungguh ini adalah hari-hari kehamilan dan janin era Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Namun, kelahiran dengan caesar dan aborsi itu sulit, dan sangat sulit. “Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (TQS Ali Imran [3]: 154).
Upaya yang dilakukan oleh negara-negara kafir dan para bonekanya sudah bukan rahasia lagi. Mereka melakukan pembantaian—seperti bara api pada tumpukan kayu kering—di Syam, Irak dan Yaman. Mereka melakukan penjarahan kekayaan serta dengan persekongkolan para penguasa di Libya, Tunisia dan Maroko. Mereka juga menimpakan penderitaan dan kesengsaraan di tengah perang media politik atas identitas Islam yang tengah menyelimuti kaum Muslim di negara-negara Barat.
Di tengah-tengah berbagai peristiwa besar yang menentukan dan cepat ini: Di manakah perempuan Muslim berada dalam periode sejarah umat yang penting ini?
Ketiadaan eksistensi negara Khilafah adalah pukulan membinasakan yang membuka jalan untuk menargetkan anak-anak umat ini terkait agama, kehormatan dan mata pencahariannya. Dalam hal ini, perempuan Muslim tentu tidak lepas dari pukulan ini. Mereka bahkan menerima porsi terbesar dari pukulan ini. Demikianlah, sebagaimana yang dikatakan Ava Vidal—penulis artikel koran Inggris The Telegraph—tentang perang terhadap perempuan Muslim pada Mei 2014, “Orang-orang melucuti hijab kami dari atas kepala kami. Mereka menyebut kami kaum teroris dan mereka berharap kematian kami.”
Perempuan Muslim telah menulis dengan darah pengorbanannya bersama kaum laki-laki dalam mendustakan mitos ilusi kesetaraan berdasarkan persepsi Barat yang menyamakan peran, tanggung jawab dan kewajiban. Hari ini kita berada di ambang era baru. Hari ini para perempuan Muslim masih menerima berbagai serangan dengan sabar dan keteguhan sehingga mengulang sejarah hidup Sumayah Umm Ammar dan Khansa, ibu para syahid. Perempuan Muslim benar-benar yakin bahwa Allah bersama orang-orang yang sabar. Bahkan kemenangan Masyithah (penata rambut) putri Fira’un tidak lain karena keteguhannya terhadap agama, dan pengorbanan dirinya di jalan Allah SWT.
Contoh terbaik adalah para perempuan Suriah. Mereka mendapat serangan yang menyayat hati. Pengorbanan mereka tidak ternilai demi “semua milik Allah”. Di Barat, kesabaran dan keteguhan para perempuan Muslim dalam menghadapi serangan perilaku buruk publik dan politisi terhadap mereka merupakan model yang perlu diikuti.
Akan tetapi, apa yang terjadi di panggung kehidupan sekarang, dan gencarnya perang pemikiran busuk, sungguh tidak kalah dahsyatnya dibadingkan dengan dari perang militer. Hal ini menuntut kaum perempuan Muslim—yang paling banyak menerima serangan—untuk tetap sabar dan tabah. Mereka melakukan serangan pemikiran terhadap hukum-hukum Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem kehidupan. Kondisi ini memaksa para perempuan Muslim maju untuk ikut membantah mereka dengan pemikiran garis lurus, terutama dalam menghadapi fenomena usulan-usulan Barat yang nyeleneh dan menyimpang serta seruan-seruan turunannya terkait perempuan dan kehidupannya, seperti kesetaraan dan pemberdayaan; juga ide-ide penopangnya seperti berbagai konferensi dan konvensi. Semua ini membutuhkan sikap tegas, kokoh dan serius yang mampu menghancurkan asas dan bangunannya yang telah banyak membuat para perempuan Muslim menjadi bodoh dan tertipu.
Perempuan Muslim sekarang dituntut untuk bersiaga penuh. Semoga kemenangan agama Allah SWT datang di antaranya melalui perempuan Muslim. Siapa saja perempuan yang menerima anak panah dari Rasulullah saw. dalam peperangan, maka ia mampu menangkis anak panah dari musuh-musuh Allah SWT. Mereka sama dengan laki-laki; sama-sama berkewajiban memperkuat agama Allah, dalam satu wadah yang di dalamnya melebur ide-ide Islam, mengemukakan bantahan terhadap perkara-perkara syubhat, dan meningkatkan aktivitas politik perempuan Muslim.
Aktivitas politik saat ini membutuhkan kaum perempuan sebagaimana kaum laki-laki. Kepentingan dan kewajibannya sama-sama dibebankan kepada keduanya. Dengan aktivitas keduanya umat menjadi selamat dan meningkatkan aktivitas politik. Oleh karena itu, perempuan Muslim—selain memiliki tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, mengatur urusan rumahnya dan suaminya, serta mendidik anak-anaknya agar mereka tumbuh di atas hukum-hukum Islam—juga harus mengemban dakwah Islam, terutama di kalangan kaum perempuan, dengan mengikuti cara-cara para Shahabiyyah Rasulullah saw. Para Shahabiyyah itu mengunjungi para perempuan di rumah mereka, untuk mengkader mereka dengan tsaqâfah Islam, demi ikut memikul kewajiban dakwah menuju perubahan, dalam rangka mempengaruhi perasaan dan pikiran masyarakat terhadap berbagai masalah atau isu yang mereka raba, terutama yang berkaitan dengan kaum perempuan dan anak-anak, seperti diadakannya festival tak bermoral yang merusak generasi muda, yang menyerukan pornoaksi dan pergaulan bebas, juga seperti diselenggarakannya kontes ratu kecantikan “Islami”, atau kontes menyanyi untuk anak-anak, dan sebagainya.
Perempuan Muslim juga wajib terlibat dalam perjuangan secara politik. Caranya dengan membongkar berbagai persekongkolan dan konspirasi serta menjelaskan kebobrokan rezim yang berkuasa dan kegagalannya dalam melakukan tugasnya terhadap rakyat. Karena kegagalan mereka, ribuan wanita hamil meninggal akibat kurangnya perawatan kesehatan mereka. Di banyak negara manapun, ini merupakan masalah yang terkait perempuan; pertama terkait kehormatannya sebagai seorang perempuan; kedua terkait perempuan sebagai bagian dari komunitas perempuan Muslim.
Di sisi lain, isu tahanan para perempuan di antara rakyat Palestina di penjara-penjara Israel, para perempuan syahid yang jasadnya masih ditahan setelah agresi Yahudi terhadap “Intifadhah al-Quds”, juga berbagai isu lainnya, semua ini menunjukkan kondisi perempuan Muslim setelah tiadanya Imam (Khalifah) sebagai perisai yang melindungi umat, termasuk kaum perempuan. Karena itu wajib atas perempuan Muslim yang sadar untuk menjelaskan isu ini, mengungkapkan kebenarannya, serta fokus atas isu ini pada saat tiadanya media yang jujur dan tulus untuk mengangkat isu-isunya, dan menawarkan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Jadi, di sinilah pentingnya aktivitas media bagi perempuan Muslim. Pasalnya, kejahatan media tradisional tidak berhenti di tingkat perusakan dan penawaran gaya hidup Barat sebagai model kehidupan. Kejahatan media itu sudah masuk ke ranah memarjinalkan perempuan Muslim yang sadar, dan mencegah perempuan dari melakukan peran yang nyata. Oleh karena itu, perlu untuk mempublikasikan berita tentang semua aktivitas yang tulus ikhlas yang menghantarkan pada kebangkitan, dan menyoroti mereka para aktivisnya dalam barisan umat. Juga harus ada upaya untuk mengembalikan semangat di antara kelompok perempuan Muslim dan umatnya sebagai bagian penting dari umat, dan harus mengaktifkan perannya yang akan menghantarkan pada kebangkitan hingga membuahkan hasil.
Semua ini adalah kenyataan. Kami menemukannya ada pada para perempuan pengemban dakwah yang mengemban dakwah dengan jujur dan tulus ikhlas. Mereka ikut membela kemuliaan dan ketinggian Islam. Mereka ikut membantah seruan-seruan batil, busuk dan beracun di Mesir, Suriah, Inggris, Indonesia dan Yordania. Mereka adalah kelompok orang-orang yang tulus ikhlas dan sadar, yang meninggalkan gemerlapnya kehidupan dunia. Mereka bergerak melintasi jaring internet dan dunia maya, mengamati umat dan membakar semangatnya untuk perubahan. Bahasa tubuh mereka tercermin pada ungkapan, “Ya Allah, kami berjuang seperti yang Engkau perintahkan. Karena itu berilah kami apa yang telah Engkau janjikan.”
Mereka tidak tertipu oleh tipu daya musuh. Aafia Siddiqui hilang kesadarannya karena keteguhannya. Para perempuan terhormat di Syam telah mengorbankan anaknya untuk kemuliaan. Para perempuan terhormat di Tunisia, Bangladesh dan Uzbekistan ditempatkan di penjara, sedangkan tekad kuat mereka menembus awan. Para perempuan Muslim di Barat juga sangat teguh menghadapi berbagai serangan para ekstremis dan anti-Islam. Bahkan ada seorang perempuan yang berhari-hari hanya duduk-duduk dalam rumah dan tidak berani keluar karena takut hijabnya dilucuti dari kepalanya. Namun demikian, mereka adalah para politisi perempuan yang tetap luar biasa yang terus berkarya dengan pena dan ketinggian pemikirannya. Akibatnya, dunia pun bergemuruh dengan berbagai kegiatan mereka yang didorong oleh keimanan. Tidak sedikit kaum perempuan yang menjadi haus akan revolusi pemikiran mereka dan kesadaran politik mereka untuk merobek topeng kejahatan para penguasa dan tuan mereka.
Inilah perempuan Muslim. Inilah peran mereka dalam adegan yang sangat penting.
Kami memohon kepada Allah SWT agar menolong kami dan menerima kami serta mempercepat kemenangan kami. Sungguh, Allah adalah Zat Yang Maha Menerima doa. [Hanin Manshur/ Hizb-ut-tahrir.info, 15/2/2016].