Seruan takbir “Allahu Akbar” menguncang gedung pertemuan di Ankara Turki. Konferensi Akbar ini dihadiri pembicara tamu dari keempat penjuru dunia. Hadir menyampaikan pidatonya Ismail al-Wahwah, Anggota dari Media Office Hizbut Tahrir Australia. Dari Indonesia Muhammad Ismail Yusanto, Juru Bicara Resmi Hizbut Tahrir Indonesia berpidato dengan lantang.
Menyusul setelah itu tampil pembicara lain seperti Osman Bakhach, Direktur Central Media Office Hizbut Tahrir; Fazil Hamzayev, Kepala Media Office Hizbut Tahrir Ukraina, Mulay Jaw dari Denmark; Muhammad Abdullaev dari Kirgistan; dan Mikail Romaniko dari Rusia.
Umat Islam menghadiri konferensi ini dengan sangat antusias. Seruan takbir dan tuntutan penegakan Khilafah mengguncang gedung pertemuan ditambah dengan nasyid yang membakar semangat para hadirin. Konferensi Khilafah diakhiri dengan doa dari ulama dan penulis Turki terkemuka, Abdullah Imamoglu.
Siapa yang menyangka seruan untuk menegakkan kembali Khilafah bakal digelar di Ankara. Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto pun tidak mengira, dirinya bersama sekitar 5.000 umat Islam dari berbagai penjuru dunia bisa berkumpul untuk menyerukan kewajiban tersebut di Attaturk Sport Center yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari gedung parlemen. Gedung itu, 92 tahun lalu, menjadi tempat Kemal Pasha la’natulLâh menghapuskan Khilafah Islam. Setelah antek Inggris itu menjadikan Turki sebagai negara nasionalis sekular demokratis, siapa saja yang bersuara untuk menegakkan kembali Khilafah akan diberangus.
Karena itu, saat melihat foto besar Kemal Pasha yang akan ditutup dengan al-Liwa dan ar-Raya, Ismail langsung bertanya, “Apa nanti tidak masalah?”
Dengan mantap panitia menepis kekhawatiran tersebut. “Tidak!” kata panitia lagi, “Memang 10 tahun lalu, hal seperti ini, termasuk mengadakan kegiatan besar bertema Khilafah di tempat ini, adalah mimpi. Sekarang tidak. Kita bahkan mendapat dukungan kuat dari aparat keamanan. Lihat saja, mereka ikut mengamankan acara ini.”
Dengan dakwah tampaknya ada perubahan penting di Turki. Kegiatan dakwah kini tak lagi mendapat kekangan seperti sebelummya. Beberapa tahun lalu, acara-acara seperti ini hanya mimpi. Jangan lagi menyelenggarakan acara besar, sekadar membagikan nasyrah atau selebaran dakwah pun langsung ditangkapi polisi. “Sekarang tidak lagi, ratusan anggota HT Turki yang semula dipenjara tanpa alasan dengan vonis 7 – 18 tahun, kini juga sudah dilepas,” ungkap panitia.
Benar saja, pada konferensi tersebut, aparat justru mengamankan jalannya acara dari ancaman keamanan dari kelompok kiri dan kelompok sekular (yang biasa disebut kelompok Kemalis). Mereka sepertinya sangat kebakaran jenggot dengan adanya acara-acara yang menyinggung-nyinggung soal Islam dan Kekhilafahan. “Bagi mereka acara seperti ini tabu karena pasti bakal mengancam sekularisme dan kemalisme yang telah dianggap bagai kitab suci dan nabi mereka,” ungkap Ismail.
Walhasil, acara yang dihadiri kaum Muslimin dari Turki, Rusia, Ukraina, Kyrgistan, Tajikistan, Uzbekistan, Syria, Palestian, Jordan, Aljazair, Jerman, Denmark, Belgia, Swedia, UK dan lainnya berjalan lancar dan sukses. “Peserta yang memadati tempat acara sangat antusias mengikuti acara hingga akhir,” ujarnya merujuk peristiwa penting pada 6 Maret 2016.
“Oleh karena itu, perjuangan Khilafah ini harus terus digelorakan di manapun kita berada. Tentu agar payung Dunia Islam ini benar-benar terwujud kembali. Dengan itu syariah bisa diterapkan secara kâffah; ukhuwah dan dakwah juga bisa diwujudkan dan dijalankan secara nyata!” pekik Ismail yang kemudian disambut takbir peserta Uluslararasi Hilafet (Konferensi Khilafah Internasional): Hilafet Hayal Mi, Yakin Bir Gelecek Mi (Khilafah, Hayalan atau Tak Lama Lagi Tegak).
Sebagaimana dilaporkan Hurriyetdailynews (8/3), sekitar 5.000 pendukung Hizbut Tahrir, sebuah organisasi Islam internasional, berkumpul di Atatürk Sports Hall di Ankara pada tanggal 6 Maret 2016. Mereka menghadiri Konferensi Khilafah Internasional yang diselenggarakan oleh Majalah Köklü Deðiþim (Perubahan Radikal). Majalah ini dikenal sebagai organ media Hizbut Tahrir wilayah Turki.
Pidato pembukaan konferensi yang bertemakan “Khilafah: Khayalan atau Kenyataan yang Akan Segera Terwujud,” disampaikan oleh Kepala Biro Media Hizbut Tahrir Turki, Mahmut Kar. Dalam sambutannya, Kar berjanji untuk mendirikan kembali Khilafah, sikap yang bertentangan dengan harapan orang-orang kafir. “Orang-orang kafir yang memusuhi Islam mengira mereka telah mengubur Islam dalam sejarah ketika mereka menghapus-kan Khilafah pada tanggal 3 Maret 1924,” kata Kar, mengacu pada penghapusan Kekhalifahan Utsmani oleh Republik Turki 92 tahun yang lalu.
“Kami berharap, antusias dan senang, 92 tahun setelah tanggal 3 Maret 1924, ketika Khilafah dihapus, kita bersuara bahwa kita akan membangun kembali Kekhalifahan, di sini, tepat di sebelah gedung parlemen, “kata Kar.
Dalam laporanannya Hurriyetdailynews juga menulis tentang profil Hizbut Tahrir: Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam yang bertujuan untuk “memimpin umat” untuk membangun kembali Kekhalifahan dan memerintah dengan hukum syariah. Hizbut Tahrir dengan tegas menolak kekerasan dalam perjuangannya untuk membangun kembali Kekhalifahan.
Simposium Istanbul
Sebelumnya, bertepatan dengan momen keruntuhan Khilafah 92 tahun lalu, pada 3 Maret, HT Turki juga menyelenggarakan Uluslararasi Hilafet Sempozyumu (Simposium Khilafah Internasional) bertema “Nasil Bir Hilafet (Khilafah Seperti Apa?)” di sebuah hotel di kawasan Topkapi, Istanbul. Dalam kesempatan itu, Ismail pun menyampaikan tema yang sama, yakni pentingnya Khilafah bagi umat Islam.
Kegiatan ini mendapatkan perhatian yang sangat besar dari berbagai kalangan seperti media, perwakilan LSM, para akademisi, penulis dan jurnalis. Sekitar 1.000 peserta hadir dari berbagai negara seperti Ukraina, Rusia, Uzbekistan, Kyrgistan, Tajikistan, Syria, Palestina, Aljazair, UK, Denmark, Swiss, Belgia, Jerman dan lainnya.
Kegiatan ini merupakan konferensi pertama sepanjang sejarah Republik Turki membahas Khilafah dalam semua aspeknya. Pidato pembukaan disampaikan oleh Mahmud Kar, Kepala Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Turki. Dia menyatakan, “Segala puji milik Allah SWT. Pada hari ini, dalam acara ini, kita tidak akan membahas apakah Khilafah suatu kewajiban atau tidak karena kita tidak perlu memperdebatkan hal itu. Sebab, tidak ada perselisihan tentang masalah kewajiban di kalangan para ulama, termasuk tidak ada keraguan bahwa Khilafah akan kembali berdiri,” tegasnya.
Mahmut Kar melanjutkan, dibandingkan dengan masa lalu, umat Islam pada saat ini jauh lebih terbuka dan siap menerima dakwah Islam dan lebih sadar tentang Islam. Saat ini banyak kaum Muslim yang menaruh hati dan jiwa mereka berjuang untuk mendiri-kan untuk Khilafah. Mereka juga merindukan kembalinya Khilafah, Alhamdulillah.
“Inilah sebabnya kami bertekad mengambil judul simposium ini, ‘Khilafah Seperti Apa?’ Presentasi yang disampaikan dari para penceramah dari Turki dan dari seluruh dunia akan menjadikan upaya Barat untuk menjelek-jelekkan dan mendiskreditkan Khilafah menjadi sia-sia,” tegasnya.
Selama sesi pertama simposium, wartawan dan penulis Mustafa Ozcan berbicara tentang “Status Umat Islam Setelah Tanggal 3 Maret 1924 dan Khilafah Yang Kedua”. Penulis Dr Mehmet Kursat Atalar, menjawab pertanyaan ”Apakah Negara Diperlukan untuk Hidup Islam?” Muhammad Ismail Yusanto, dari Indonesia, menjelaskan “Pentingnya Khilafah bagi Umat Islam”. M. Hanefi Yagmur, Hizbut Tahrir, anggota Komite Kontak Hizbut Tahrir Wilayah Turki, menjelaskan “Khilafah – Lembaga Sejarah atau Syariah?”
Dalam sesi kedua dibahas masalah-masalah terkait dengan topik “Khilafah Seperti Apa yang Menjadi Tuntutan Umat?” Selahattin Yazici, Presiden Kehormatan dari Tiyemder menjelaskan “Apakah Kontroversi Umat Islam Menjadi ’Kendala Atas Persatuan?” Abdulkadir Sen dari Marmara University—Institut Penelitian Timur Tengah—menjawab pertanyaan ”Mengapa Barat Berdiri Menentang Islam dan Kebangkitan Khilafah?”
Tampil pula Dr. Muhammad Malkawi, Dekan Fakultas Teknik Jadara Universitas Yordania, yang menjelaskan “Kebangkitan Kembali Khilafah: Perkara Syariah yang Tidak Terelakkan dan Merupakan Realitas Politik?” Penulis Islam Abdurrahim SEN berbicara tentang “Pemerintahan yang Sah Menurut Islam, Khilafah Rasyidah ala Minhajin Nubuwah”. Selain itu wartawan dan penulis Ahmet Varol, Imam dan Dosen Syaikh Issam Ameira dari al-Quds, Palestina dan Fazl Hamzayev, Kepala Kantor Media Hizbut Tahrir Ukraina juga memberikan pidato singkatnya.
Secara khusus Hizbut Tahrir Wilayah Turki menyampaikan terima kasih kepada semua peserta baik dari Turki dan dari luar negeri yang memenuhi undangan Hizbut Tahrir, “Kami mengucapkan terimaksih atas kehadiran semua pihak yang mendukung kami dengan doa dan semua orang yang berjuang melakukan segala upaya bagi dan melakukan semua upaya untuk terbentuknya kembali Khilafah Rasyidah ‘ala Minhajin-Nubuwwah yang kedua.” Allahu Akbar! [Joko/Bajuri/Riza]