Selain menjaga agama, jiwa, akal dan harta, Islam juga menjaga kemaslahatan vital [mashlahah dharuriyyah] lainya, yaitu:
- Menjaga keturunan [hifzh an-nasl].
Sistem kufur tak memerhatikan sama sekali soal keturunan ini. Sistem itu justru mempertuhankan hawa nafsu. Nafsu seks diumbar sedemikian rupa tanpa mengindahkan aturan sama sekali. Bagi sistem tersebut, hubungan seks boleh selama tidak merugikan orang lain. Jangan heran, jika tidak ada aturan di negeri ini yang mengharamkan zina, homoseks maupun lesbian.
Tak ayal, seks bebas dan homoseks angkanya terus meningkat. Yang sungguh mengkhawatirkan, perilaku ini menghinggapi para remaja. Banyak survei membuktikan. Menurut hasil survei 2008 oleh satu lembaga, 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah, dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Bagaimana dengan tahun ini? Survei-survei berikutnya membuktikan peningkatan yang signifikan dengan pelakunya makin muda, bahkan ada yang masih sekolah dasar (SD).
Prostitusi pun bak jamur di musim hujan. Jika dulu perbuatan maksiat itu terjadi di warung remang-remang atau lokalisasi pelacuran, kini tempatnya di hotel berbintang. Cara menggaet konsumennya pun kian canggih, menggunakan media sosial. Pelacurnya pun tak lagi kelas kere (miskin), tetapi artis-artis papan atas. Spektrum hidung belangnya pun kian lebar, dari miskin hingga konglomerat.
Setali tiga uang dengan seks bebas, LGBT pun terus berkembang. Kalau dulu sembunyi-sembunyi, kini mereka terang-terangan. Penularan perilaku menyimpang itu menjangkau banyak kalangan. Menurut survei CIA, sebagaimana dilansir sebuah situs asing, jumlah populasi LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) di Indonesia adalah ke-5 terbesar di dunia setelah Cina, India, Eropa dan Amerika. Beberapa lembaga survey independen dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa Indonesia punya 3 persen LGBT. Berarti dari 250 juta penduduk kita 7,5 jutanya adalah LGBT. Ini sungguh angka yang mengagetkan.
Itulah fakta negeri yang jauh dari rahmat ilahi. Ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Dalam sistem ini, negara sangat menjaga keturunan/nasab manusia. Bukankah manusia diciptakan berlainan jenis untuk melangsung-kan keturunannya? Maka dari itu, Islam sangat menjaga perilaku manusia agar tidak menyim-pang dari fitrah penciptaan nafsu dalam dirinya.
Islam mewujudkan kemaslahatan dalam hal ini seperti adanya perintah menikah serta larangan melakukan zina, sodomi dan homoseksual. Allah SWT berfirman:
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ..
Karena itu nikahilah wanita-wanita yang menyenangkan hati kalian (QS Ali ‘Imran [3]: 14).
Pada saat yang sama, Allah SWT juga mengharamkan zina:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً..
Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan [memenuhi naluri seksual] yang buruk (QS al-Isra’ [17]: 32).
Karena itu orang yang melakukan zina dikenai sanksi yang berat, yaitu dibunuh, khususnya bagi yang zina muhshan [sudah pernah menikah]::, dan dicambuk 100 kali bagi yang ghair muhshan [belum pernah menikah] (QS an-Nur [24]: 2). Adapun bagi yang melakukan sodomi dan homoseksual, Islam dengan tegas memerintahkan pelakunya dibunuh. Nabi saw. bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالَمْفعُوْلَ بِهِ
Siapa saja yang kalian temukan sedang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, bunuhlah pelaku dan pasangannya (HR Ahmad).
Dengan begitu keturunan manusia pun terjaga. Masyarakat pun terbebas dari perilaku menyimpang yang sangat membahayakan eksistensi manusia.
- Menjaga kehormatan [hifzh al-karâmah].
Islam melarang orang menuduh orang lain yang tidak bersalah tanpa bukti. Inilah yang dalam konsep penegakan hukum yang disebut sebagai asas praduga tak bersalah (al-ashl barâ’atu ad-dzimmah).
Demi menjaga kehormatan manusia, Islam melarang pelanggaran terhadap asas tersebut. Orang yang melanggar prinsip ini pun bisa dikenai sanksi, bisa dalam bentuk had maupun ta’zîr. Orang yang menuduh orang lain berzina, misalnya, jika tidak bisa mendatangkan empat saksi, akan dikenai had; dicambuk 80 kali dan kesaksiannya bisa ditolak selama-lamanya. Dengan begitu kehormatan manusia pun terjaga.
Adakah dalam sistem sekarang yang begitu menjaga kehormatan warga negaranya sedemikian rupa? Sebaliknya, kita malah menjumpai banyak kaum Muslim yang dijatuhkan kehormatannya oleh aparat negara. Mereka dituduh teroris dan dibunuh tanpa proses pembuktian dan pengadilan.
- Menjaga keamanan [hifzh al-amn].
Di negeri yang mayoritas Muslim ini justru keamanan begitu mahal, apalagi dalam dua tahun terakhir. Para begal begitu leluasa beraksi. Jambret dan penodong bisa menghadang setiap orang di jalanan. Tidak hanya di kota-kota besar, mereka berkeliaran sampai ke pelosok-pelosok desa. Mereka tidak hanya merampas harta orang lain di jalan. Sebagian mereka menganiaya korbannya hingga ada yang tewas. Berbagai operasi aparat keamanan ternyata tak menghentikan aksi kejahatan di jalanan ini. Ini bisa jadi karena sanksi yang diterapkan tidak memberikan efek jera.
Islam memiliki cara tersendiri untuk mencegah kejahatan di jalanan ini. Tindakan teror, perampokan maupun pembegalan adalah perbuatan haram. Ada sanksi yang tegas terhadap para pelakunya.
Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizhâm al-‘Uqûbât menyatakan bahwa sanksi yang harus diterima pembegal jalanan (quthâ’ ath-tharîq) berbeda-beda sesuai dengan tindakan yang mereka lakukan. Jika hanya merampas harta benda saja, mereka akan dikenai hukuman dengan dipotong tangan kanan dan kaki kirinya (secara silang). Tangan dipotong dipergelangannya seperti pemotongan pada kasus pencurian. Adapun kaki dipotong pada persendian mata kakinya (dengan benda yang sangat tajam dan tanpa dilakukan penyiksaan).
Jika mereka hanya melakukan teror dijalan, mereka dikenai sanksi pengusiran, yakni diusir dari negerinya ke negeri-negeri yang jauh. Jika mereka hanya membunuh, mereka dikenai hukum bunuh saja. Namun, jika mereka membunuh disertai merampas harta benda maka mereka akan dibunuh dan disalib. Penyaliban dilakukan setelah dilakukan pembunuhan, bukan sebelumnya.
Tujuan dari hukuman ini juga agar memberikan efek jera bagi pelakunya dan efek takut bagi yang ingin melakukan kejahatan yang sama. Kemaslahatan ini akan terwujud dan bisa dirasakan manusia dengan penerapan syariah Islam secara kâffah. Dengan begitu, keamanan individu, masyarakat dan negara pun terjaga.
- Menjaga negara [hifzh ad-dawlah].
Islam tidak memberikan celah sedikit pun bagi kelompok tertentu untuk memisahkan diri dari wilayah kesatuan kaum Muslim. Karena itu Islam menetapkan hukum haram bagi kelompok yang ingin memisahkan diri. Khilafah akan memerangi mereka yang memberontak kepada Khalifah dan mempertahankan wilayah Daulah dengan kekuatan senjata.
Tidak bisa kemudian dengan alasan hak asasi manusia (HAM) kelompok tertentu memberontak kepada negara seperti saat ini yang terjadi di Papua. Apalagi jelas-jelas di belakang mereka adalah kekuatan asing yang memang ingin memecah negeri kaum Muslim Indonesia agar kian lemah dan mudah dicengkeram oleh penjajah.
Kasus Timor Timur yang lepas dari Indonesia pada tahun 1999 menjadi catatan penting betapa negara sekular/kapitalis tidak memiliki prinsip untuk mempertahankan kesatuan wilayahnya. Rezim penguasa saat itu lebih takut kepada asing daripada menjaga kedaulatannya.
Kondisi ini tentu sangat berbeda saat negara menerapkan Islam secara kâffah dalam naungan Khilafah. Tak akan dibiarkan sejengkal pun wilayah Daulah jatuh kepada pemberontak atau penjajah.
Inilah bentuk-bentuk kemaslahatan yang akan diraih oleh manusia sebagai hasil dan dampak penerapan syariah Islam. Kemaslahatan ini tidak hanya terkait dengan kemanfaatan [jalb al-manâfi’] yang diperoleh, tetapi juga kerusakan [daf’ al-mafâsid] yang bisa dicegah. Hanya saja, kerahmatan Islam bagi seluruh alam ini hanya bisa diraih dan diwujudkan dengan menerapkan Islam secara kâffah [menyeluruh dan utuh], bukan sepotong-sepotong atau setengah-setengah.
Jadi, kerahmatan Islam bagi seluruh alam ini, sekali lagi, baru bisa diwujudkan dan dirasakan oleh manusia dan seluruh alam, ketika Islam diterapkan secara kâffah. Jika tidak, kerahmatan tersebut tidak akan pernah ada. Karena itu dalam kaidah ushul disebutkan:
حَيْثُمَا يَكُوْنُ الشَّرْعُ فَتَمَّتِ الْمَصْلَحَةُ
Ketika hukum syariah diterapkan, kemaslahatan pun akan sempurna.