Penduduk Darayya yang Kelaparan Meminta Bantuan, Penguasa Muslim Hanya Diam
Walaupun Kota Darayya mengalami penderitaan yang mengerikan, penduduknya dengan berani turun ke jalan untuk menuntut pengepungan militer yag dilakukan rezim Bashar Assad dihentikan. Akibat pengepungan, tidak ada bantuan PBB yang telah mencapai Darayya selama bertahun-tahun. Padahal telah berulang dikeluarkan resolusi Dewan Keamanan yang memungkinkan PBB untuk mengirimkan bantuan tanpa perlu meminta izin dari rezim Presiden Bashar al-Assad.
Seperti diberitakan www.theguardian.com, Rabu (13/4), para wanita dari Kota Darayya melaporkan bahwa banyak keluarga mereka dalam bahaya kelaparan hingga mati, “Banyak bayi dan orangtua yang akan menjadi yang pertama mati.”
Anggota Maktab I’lami DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Farid Wadjdi mengatakan meskipun sudah ada permintaan tolong dari para wanita di Kota Darayya yang putus asa melihat keluarganya kelaparan hingga mati, masyarakat internasional dan rezim dunia Muslim hanya menjadi penonton atas kejahatan kemanusiaan yang mengerikan ini, dan tidak mau mengambil tindakan apapun untuk mengakhirinya.
“Jelas tidak bisa berharap kepada PBB yang ikut membiarkan pengepungan ini terus berlanjut di Darayya, Madaya dan banyak kota lain di Suriah selama bertahun-tahun. Apalagi berharap kepada negara-negara Barat yang menyokong rezim Assad,” ujarnya.
Menurut Farid, tugas besar ini hanya bisa bersandar pada bahu umat yang mulia ini, terutama mereka yang berada dalam jajaran tentara Muslim, yang dipimpin oleh Khalifah yang akan membebaskan seluruh kaum Muslim dari penindasan,” pungkasnya.
Bantai 100 Ribu Nyawa, Karadzic hanya Dipenjara 40 Tahun
Vonis terhadap Radovan Karadzic yang hanya 40 tahun penjara atas kematian 100 ribu nyawa Muslim menunjukkan kegagalan sistem peradilan kapitalis. “Sekali lagi sistem peradilan kapitalis telah terbukti gagal memberikan definisi duniawi terhadap terminologi tersebut. Meskipun ratusan ribu nyawa telah hilang, Karadzic hanya dihukum 40 tahun,” ujar aktivis Muslimah Hizbut Tahrir, Aisha Hasan, seperti diberitakan khilafah.com, Ahad (3/4).
Mantan pemimpin Serbia Bosnia Radovan Karadzic dinyatakan bersalah pada tanggal 24 Maret karena melakukan genosida pada Pembantaian Srebrenica dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan selama perang tahun 1990-an di bekas Yugoslavia.
Hakim PBB di pengadilan internasional di Den Haag mengatakan Karadzic bersalah dengan 10 dari 11 dakwaan yang diajukan terhadap dirinya selama persidangan lima tahun, dan dia dijatuhi hukuman 40 tahun penjara. Karadzic, 70 tahun, adalah orang dengan jabatan tertinggi yang menghadapi dakwaan di depan pengadilan PBB atas perang yang menewaskan 100.000 warga saat tentara memecah Bosnia berdasarkan garis etnis.
Meskipun terdapat laporan media bahwa Karadic didapatkan bersalah atas 10 dari 11 dakwaan terhadap dirinya, dia tidak terbukti bersalah atas tuduhan terakhir, yang dianggap merupakan kekejaman yang terjadi di kamp-kamp tahanan di Bosnia, Trnopolje, Omarska, Vlasenica, Bijeljina, Kljuc, Sanski Most, Brcko, dan di banyak kota lainnya. Di kota kecil Foça, seluruh penduduk Muslim tewas atau diusir, dan kamp pemerkosaan lain didirikan di berbagai tempat. Pengadilan yang memeriksa kasus ini secara detail secara mengejutkan menemukan bahwa ambang batas atas genosida dianggap belum terpenuhi dalam kasus ini.
“Selanjutnya, kita harus ingat bahwa peristiwa di Srebrenica bukanlah satu-satunya contoh kekejaman massal, melainkan merupakan bagian dari pola yang lebih luas dari kekerasan sistematis yang merobek-robek seluruh negeri itu secara terpisah. Kekejaman seperti itu juga merupakan akibat dehumanisasi jangka panjang terhadap penduduk Muslim Bosnia. Akibatnya, peristiwa ini dianggap dapat diterima oleh seluruh masyarakat, dan masyarakat internasional tetap diam. Hal ini juga belum diakui oleh Pengadilan Kriminal Internasional. Sebaliknya, narasi tersebut berlanjut hingga hari ini dengan propaganda media massa terhadap umat Islam, khususnya dalam hal pengungsi yang memasuki Eropa dari Suriah, Libya, Afghanistan dan wilayah-wilayah lain, yang sering digambarkan sebagai kecoa dan hama di Eropa,” pungkas Aisha.
Delegasi HT Inggris Menyampaikan Daftar Korban Penculikan kepada Komisi Tinggi Pakistan di London
Delegasi Hizbut Tahrir Inggris telah menyampaikan protes terhadap penculikan, penyiksaan dan penahanan terhadap Para Penyeru Khilafah pada Komisi Tinggi Pakistan. Seperti diberitakan hizb.org.uk, Sabtu (9/4), delegasi yang terdiri dari Asif Salahuddin, Majid Hussain, Rizwan Ahmed dan Hamza Ahmed, pagi ini memberikan daftar 13 anggota HT Pakistan—sebagaimana tertulis di bawah, red.—yang telah diculik dan diasingkan oleh Pemerintah Pakistan atas tuduhan-tuduhan palsu.
No. | Nama | Usia | Latar Belakang | Keluarga | Lokasi Saat ini |
1 | Aga Tahir | 39 | Insinyur tekstil | Menikah dan memiliki empat anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
2 | Arshad Jamal | 38 | Profesional IT | Menikah dan memiliki tiga anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
3 | Asad Jagranvi | 45 | Guru Sekolah | Menikah dan memiliki tujuh anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
4 | Dr. Iftkhar Ahmed | 40 | Dokter | Menikah dan memiliki tiga anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
5 | Kamran Sheikh | 39 | Dosen | Menikah dan memiliki tiga anak | Tidak diketahui |
6 | Manzar Aziz | 57 | Pebisnis | Menikah dan memiliki empat anak | Tidak diketahui |
7 | Naveed Butt | 47 | Insinyur Elektronik | Menikah dan memiliki empat anak | Tidak diketahui |
8 | Saad Jagranvi | 42 | Pebisnis | Menikah dan memiliki sembilan anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
9 | Saleem Sethi | 38 | Bergelar master di bidang Jurnalisme | Menikah dan tidak memiliki anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
10 | Shahzad Ahmad Malik | 29 | Insiyur Elektronik | Menikah dan tidak memiliki anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
11 | Shehryar Najam | 33 | Bergelar Master di bidang Business Administration | Bertunangan untuk menikah | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
12 | Qamar Abbas | 43 | Dosen Ilmu Ekonomi | Menikah dan memiliki tiga anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
13 | Zeeshan Akhter | 38 | Insinyur tekstil | Menikah dan memiliki empat anak | Penjara Kot Lakpat Central, Lahore |
Banyak dari mereka yang mengalami penyiksaan berat, termasuk kurang tidur, menjadi korban pemukulan tanpa ampun, dipaksa minum obat untuk mengubah pikiran dan disetrum listrik oleh badan-badan keamanan. Sebagian dari mereka kini telah berada dipenjara. Sebagian lainnya masih tetap diculik. Pihak berwenang telah berulang menolak memberikan perawatan medis dan hak untuk mendapatkan kunjungan bagi orang-orang terhukum. Pihak keluarga, teman-teman dan para simpatisan baik dari yang dipenjara maupun yang diculik telah berulang diancam oleh badan-badan keamanan.
Hizbut Tahrir menuntut kaum Muslim yang tulus di Pakistan, terutama orang-orang yang berpengaruh di Peradilan Pakistan, Dewan Hakim, Perkumpulan Hakim, Aparat Keamanan dan Para Advokat Hak Asasi Manusia khususnya untuk membela para penyeru Khilafah yang tulus itu, untuk mengakhiri penganiayaan yang menimpa mereka.
Ungkapan Duka Cita Atas Sejarah Harum Seorang Nenek dan Sekaligus Pengemban Dakwah
Telah berpulang ke rahmatulLâh, Sayyidah Maqshudah binti Abdul Jabbar, dalam usia yang mendekati 82 tahun. Ia adalah ibu dari tujuh anak, dan nenek yang mengagumkan untuk cucu-cucunya dan anak-anak cucunya.
Sayyidah Maqshudah lahir pada tahun 1934 di Kota Nookat, Kirgistan selatan, di tengah keluarga yang sangat berpendidikan. Ia menerima pendidikan Islam sejak dini dari kedua orangtuanya rahimahumalLâh.
Sayyidah Maqshudah rahimahalLâh tumbuh dan berkembang di era Uni Soviet yang telah berlalu. Meskipun hidup di negara yang menerapkan sistem komunis ateis, ia tetap berpegang teguh dengan hukum-hukum Islam yang hanif (lurus), dengan terus berusaha untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.
Oleh karena itu, ketika mendengar tentang ide-ide Hizbut Tahrir melalui diskusi yang berlangsung di antara anak-anaknya dan para syabab Hizbut Tahrir, maka ia menyadari bahwa inilah jalan yang benar. Karena itu pada tahun 2002, ia bergabung dalam barisan Hizbut Tahrir saat ia berumur 72 tahun.
Sayyidah Maqshudah rahimahalLâh segera memulai aktivitas mengemban dakwah sesuai kemampuannya. Ia mengajari kaum perempuan dan para remaja putri membaca al-Quran dan hukum-hukum Islam yang agung. Bahkan gadis-gadis muda telah mengenal dan belajar tentang huruf-huruf al-Quran untuk pertama kalinya dari dirinya.
Sayyidah Maqshudah rahimahalLâh adalah seorang perempuan shalihah dan bertakwa, juga zuhud dan ahli ibadah. Sepanjang hidupnya al-Quran tidah pernah lepas dari tangannya sehingga ia menjadi contoh yang baik (uswah hasanah) bagi banyak orang karena kualitas dan kuantitas ibadah dan kesabarannya.
Sayyidah Maqshudah rahimahalLâh terus menunggu dengan cemas saat-saat syariah Allah SWT diterapkan. Bahkan ia berharap akan tetap siaga menyongsong berdirinya Negara Khilafah ‘ala minhâj an-nubuwwah hingga saat-saat terakhir hidupnya, yaitu saat sakarataul maut.
Sayyidah Maqshudah rahimahalLâh dengan membawa tasbih di tangannya terus mengucapkan tahmîd, takbîr dan tahlîl.
Atas kabar berpulangnya Sayyidah Maqsudah, Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir mengucapkan bela sungkawa. “Kami memohon kepada Allah SWT semoga Allah SWT merahmatinya, mengampuni dosa-dosanya dan mengumpulkan-nya bersama dengan para nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang salih, karena mereka itulah teman yang sebaik-baiknya,” tulis Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir pada Jumada II 1437 H / Maret 2016 M.
Kantor Media Pusat HT pun mendoakan semoga anak-anaknya, cucu-cucunya dan kerabatnya diberi kesabaran dan ketabahan; dan semoga mereka mendapatkan hiburan yang baik. [Riza Aulia/Joy]