HTI

Fokus (Al Waie)

Nestapa Umat Tanpa Khilafah

Keruntuhan Khilafah pada 3 Maret 1924 M, bertepatan dengan 27 Rajab 1342 H, menandai lenyapnya sistem pemerintahan menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Muhammad saw. dari muka bumi ini. Kehancuran Khilafah menandai berakhirnya penerapan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan dan terhentinya penyebaran risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad fi sabilillah. Peristiwa itu juga menyebabkan perubahan besar pada tata politik internasional. Sejak saat itu, kaum Muslim praktis tidak lagi memiliki pengaruh di dunia internasional. Bahkan  pada level tertentu, umat Islam hanya menjadi obyek permainan dan persekongkolan busuk negara-negara imperialis Barat. Dengan demikian, keruntuhan Khilafah telah menjadi biang segala malapetaka, kejahatan, dosa dan kerusakan bagi umat Islam.

Mengapa Khilafah Runtuh?

Keruntuhan Khilafah Islamiyah disebabkan oleh dua faktor penting: (1) faktor internal; (2) faktor eksternal.

  1. Faktor Internal.

Pertama: Kemunduran berpikir. Pada dasarnya eksistensi sebuah negara dan peradaban ditentukan oleh sejauh mana penjagaan penguasa dan rakyatnya terhadap pemahaman, standarisasi dan sistem nilai yang mereka anut. Daulah Islamiyah dan peradaban Islam tegak di atas mafâhîm (pemahaman), maqâyis (tolok ukur) dan qanâ’ât (tradisi) Islam. Daulah Islamiyah tetap tegak dan berdiri kokoh manakala penguasa dan rakyatnya memiliki keterikatan dan kesadaran tinggi terhadap tiga hal tersebut.  Sebaliknya, ketika penguasa dan rakyat tidak lagi terikat dengan mafâhîm, maqâyis dan qanâ’ât Islam, Daulah Islamiyah telah kehilangan pilar penyangganya.  Keruntuhannya pun tinggal menunggu waktu. Inilah yang terjadi, terutama pada masa-masa terakhir Khilafah Utsmani.

Kedua: Masuknya paham nasionalisme. Prancis, Inggris dan Amerika melakukan tipudaya dengan menabur benih kehancuran dengan menanamkan paham nasionalisme pada abad 18-19 di tengah-tengah kaum Muslim. Tumbuhnya paham ini menjadi tikaman yang tepat menghujam jantung kesatuan Negara Islam. Strategi ini memberikan hasil yang cepat dan telak. Nasionalisme yang dikampanyekan berhasil menimbulkan rasa permusuhan, kebencian dan peperangan di antara kaum Muslim. Gagasan nasionalisme menyebar di seantero kekuasaan Khilafah Utsmani. Begitulah kaum Muslim dikerat dengan pisau nasionalisme, ukhuwah dinomor duakan. Bermula dari pelataran Bumi Syam, fanatisme ini berkembang dan membesar ke berbagai negara. Fanatisme ini bertujuan untuk menumbangkan Khilafah Utsmani yang dipegang oleh orang Turki. Lebih ironis lagi, fanatisme ini dikendalikan oleh orang-orang Nasrani Libanon, yang telah terbina dalam pendidikan Barat.

Ketiga: Adanya konspirasi, kesadaran politik umat menurun dan mental para penguasa Islam rusak. Para penguasa Islam saat itu juga tak segan-segan bersekongkol dengan negara-negara kafir untuk menghancurkan eksistensi Khilafah Islamiyah.  Contohnya adalah Dinasti Saud yang rela menghambakan dirinya pada kepentingan kaum kafir. Contoh lain adalah Wali Mesir Mohammad Ali yang bersekongkol dengan Prancis untuk memisahkan diri dari Khilafah Islamiyah pada tahun 1830-an. Selain itu sejumlah kebijakan Khalifah justru menjadi sebab keruntuhan Khilafah Utsmaniah, mulai dari pengadopsian perundang-undangan Barat ke dalam perundangan-undangan Khilafah, pembiaran terhadap gerakan Turki Muda yang dipelopori Mustafa Kemal serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Mustafa Kemal dari Gerakan Turki Muda kelihatannya seperti seorang Muslim yang taat. Dia shalat bersama-sama umat Islam di mesjid-mesjid. Bahkan diapun menyampaikan khuthbah Jumat di beberapa mesjid. Dia bersumpah akan berperang untuk menyelamatkan Khilafah. Dia memuji-muji Allah, Islam dan Nabi Muhammad SAW sepanjang waktu. Dia menyebutkan al-Quran sebagai Kitab Suci yang sempurna. Dia berkata al-Quran itu adalah konstitusi. Dia juga mengatakan itu semuanya pada pembukaan Majelis Agung Nasional di Ankara sewaktu Perang Kemerdekaan. Umat Islam pun percaya. Dia mendapatkan kekuasaan penuh selama Perang Kemerdekaan. Setelah Turki memperoleh kemerdekaannya, Mustafa Kemal dipilih oleh Majelis sebagai Presiden Turki. Gerakan Turki Muda memperoleh kekuasaan dan Mustafa Kemal membatalkan Khilafah pada 3 Maret 1924. Sejak itu berakhirlah sudah kesatuan kepemimpinan bagi ummat Islam yang telah berlangsung selama 1300 tahun. Sejarah kemudian mencatat, ternyata Mustafa Kemal menjalankan agenda Inggris: melakukan revolusi untuk menghancurkan Khilafah Islamiyah.

  1. Faktor Eksternal.

Pertama: Perang pemikiran dan peradaban. Barat menyadari sepenuhnya bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan selama mereka masih berpegang teguh dengan Islam. Barat juga memahami bahwa umat Islam di seluruh dunia memiliki ikatan persaudaran yang sangat kuat, yakni persaudaraan yang tegak di atas ‘aqidah islamiyyah, dan bersatu bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah.  Mereka juga menyadari bahwa Khilafah Islamiyah adalah “jantung dan perisai” umat Islam.  Kaum Muslim hanya bisa dinamis, bergerak dan hidup ketika berada di dalam sistem Islam. Islam pun hanya bisa diterapkan secara sempurna dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara di bawah naungan Khilafah Islamiyah.

Langkah pertama yang dilakukan oleh orang-orang kafir untuk menghancurkan Khilafah Islamiyah adalah memisahkan kaum Muslim dari Islam dan menanamkan ikatan baru di tengah-tengah mereka, yakni ikatan-ikatan ‘ashabiyyah semacam nasionalisme, mazhabisme sempit, sukuisme, patriotisme, dan lain sebagainya. Untuk itu, mereka menyebarkan paham sekularisme dan kebebasan untuk menghancurkan keterikatan kaum Muslim dengan Islam; juga paham nasionalisme untuk memecah-belah persatuan umat Islam serta untuk menumbuhkan benih-benih disintengrasi dalam Daulah Khilafah Islamiyah.

Saat Khilafah mulai melemah, sementara fikrah umat pun sudah sangat kabur, maka mudah bagi Barat untuk melakukan invasi dengan menggunakan politik devide et impera.

Kedua: Melenyapkan Khilafah Islamiyah. Barat sangat memahami bahwa persatuan adalah inti dari kekuatan umat Islam. Khilafah Islam pada masa kegemilangannya telah menunjukkan posisinya sebagai superpower pada masa Abad Pertengahan.

Permainan politik Barat dipusatkan di Turki dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah dan menghancurkan Khilafah. Inggris menciptakan move politik yang eksekusinya dibantu oleh antek-anteknya hingga menggiring Khilafah masuk ke dalam jebakannya.  Inggris, dengan memanfaatkan sekutu-sekutu dan antek-anteknya, terus berusaha merongrong Khilafah Islamiyah. Inggris, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, menjadi dalang pemberontakan melawan Khilafah Islamiyah. Begitu pula Prancis dan negara-negara imperialis Barat lainnya. Mereka terus mencaplok wilayah-wilayah Khilafah Islamiyah serta mengobarkan peperangan dan pemberontakan melawan Khilafah Islamiyah. Lambat laun, Khilafah Islamiyah mulai melemah dan tidak mampu menjaga wilayah kekuasaannya yang amat luas.  Akibatnya, satu demi satu wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah jatuh ke tangan penjajah; mulai dari Asia, Afrika, Kaukasus, dan lain sebagainya.  Di pusat kekuasaan Khilafah Islamiyah, Inggris menyokong sepenuhnya gerakan Turki Muda yang dipimpin oleh Mustafa Kemal. Melalui persekongkolan, intrik, pengkhianatan dan tipudaya licik, akhirnya Inggris berhasil melenyapkan sistem Khilafah yang agung dan mengganti Khilafah dengan sistem kenegaraan sampah, yakni demokrasi-sekular.

Inilah faktor-faktor penting yang menyebabkan keruntuhan Khilafah Islamiyah.

Ketiga: Melancarkan serangan militer, menciptakan konflik dan mengadakan ikatan perjanjian. Pada tahun 1914-1918 pecah Perang Dunia I, ada kesempatan bagi bangsa-bangsa Arab untuk memisahkan diri dari Khilafah Utsmaniah. Mereka ingin mendirikan “Khilafah Arabiyah” sebagai tandingannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan Inggris untuk menghancurkan kekuatan Islam. Eropa mengerti betul bahwa perpecahan antara Arab dan Turki mengakibatkan kekuatan Islam lemah. Jika kekuatan Islam melemah, Eropa menjadi kuat. Mereka sudah lama menunggu pertarungan antarumat Islam tersebut. Akibat dari pertarungan kedua bangsa itu, jelas kekuatan Islam menjadi lemah. Ini sekaligus merupakan jalan pintas meunuju kehancurannya. (Dr. Muhammad Imarah, Al-Jam‘iyah al-Islâmiyyah wa al-Fikrah al-Qawmiyyah, Dar asyu-Syuruq, 1414-1994, hlm. 53, 54).

Selain menciptakan konflik, Barat juga membuat sejumlah perjanjian yang mampu membuat wilayah Khilafah Utsmani dengan mudah diobrak-abrik oleh musuh, seperti Perjanjian Karlowitz 1699, Perjanjian Passarowitz 1718, Perjanjian Belgrade 1739, Perjanjian Küçük Kaynarca 1774, dll. Semuanya dimaksudkan untuk mengerat habis wilayah Khilafah Utsmani. Rusia mengerat wilayah Khilafah di utara sampai perbatasan dengan Laut Hitam. Prancis menjajah Mesir pada 1698, Aljazair pada 1830, Tunisia pada 1881 dan Moroko pada 1912. Inggris mengambil wilayah India, Cina barat, Sudan, dan akhirnya merebut Mesir dari Prancis. Kaum Muslim seperti hidangan yang direbutkan dan Barat mulai melakukan ekspansi militer dengan 3G (gold-gospel-glory), lalu menjajah negeri-negeri Muslim.

Menjelang Satu Abad Umat Tanpa Khilafah

Sejak Khilafah runtuh dan Dunia Islam terpecah-belah, berbagai malapetaka menimpa umat di seluruh dunia. Umat Islam sedunia antara lain mengalami: Pertama: Perpecahan. Sejak Khilafah lenyap, lalu demokrasi tegak, muncullah sejumlah perpecahan di antara kaum Muslim, kesenjangan kaya dan miskin dan konflik suni-syiah. Bercokol pula paham sekularisme-liberalisme.

Dengan demokrasi umat Islam mengalami ‘pembusukan’ pemikiran dan perasaan dari kafir Barat. Di bawah demokrasi, api sektarianisme selalu dipantik oleh musuh-musuh Islam. Begitu juga ashabiyah dan mazhabiyah, permusuhan keluarga dan konfik kepentingan. Amerika menggunakan perpecahan di tengah bangsa-bangsa sebagai strategi untuk menambah hegemoninya dan kelangsungannya. Buktinya adalah upaya pecah-belah Amerika di Suriah, Irak, Sudan, Pakistan dan Mesir.

Kedua: Ketiadaan pelindung sejati umat. Ketiadaan Khilafah menyebabkan keamanan dan rasa aman kaum Muslim seluruh dunia tercabut. Berbagai peristiwa mengerikan yang menimpa umat Islam telah dan sedang terjadi. Negara-negara kafir melakukan ‘pesta penjajahan’ dengan menjadikan semua negeri Muslim menjadi target operasi. Darah-darah tertumpah. Kekayaan alamnya dijarah. Tanah umat pun menyusut mulai dari ujung-ujungnya, bahkan dari jantungnya. Yahudi telah merampas tanah penuh berkah, Palestina, Tanah Isra’ dan Mikraj, bumi kiblat pertama. Di sana, mereka mendirikan sebuah negara. Mereka pun menebarkan kerusakan dan merusak tanah tersebut. Mereka menghalau dan mengusir penduduknya dari rumah-rumah mereka, menodai kehormatan mereka, membunuh dan menumpahkan darah mereka.

Amerika dan Eropa telah menumpahkan darah kaum Muslim, merobek-robek negeri Irak dan Afganistan, serta melakukan makar kepada kita di semua tempat. Amerika telah membagi Sudan, melepaskan Timor Timur dari Indonesia, mendukung Yunani menguasai Cyprus. Bersama Amerika, Inggris terlibat dalam pembantaian di Irak, Afganistan dan Libya. Prancis mengikuti mereka dalam aksi pembantaian kaum Mulsim di berbagai tempat.

Rusia membantai umat Islam di Cremia, Kaukasus, Chechnya, Tataristan. China membantai umat Islam di Turkmenistan. India membantai umat Islam di Kashmir. Bahkan, negara kecil seperti Burma (Myanmar) pun ikut terlibat membantai kaum Muslim di negeri mereka sendiri!

Ketiga: Syariah Islam terbengkalai. Rasulullah saw. diutus dengan membawa Islam. Baginda Rasul saw. telah berhasil membangkitkan bangsa Arab dari kejahiliyahan yang diselimuti kegelapan yang pekat itu dengan penerapan syariah secara kâffah. Sekian lama syariah Islam mampu menjaga agama, akal, jiwa dan harta benda manusia dengan sangat sempurna. Dengan itu kehidupan masyarakat pun menjadi tenang, tenteram dan bahagia serta dijauhkan sejauh-jauhnya dari hal-hal yang bisa merusak ketenteraman dan kebahagiannya. Dengan Daulah Islam yang didirikan Baginda saw., Islam dan kaum Muslim pun menjadi mulia dan terhormat puluhan abad lamanya. Islam pun telah menyinari Jazirah Arab hingga sampai ke ujung-ujungnya. Namun, sejak Khilafah runtuh, syariah Islam tak lagi diterapkan dalam kehidupan. Akibatnya, umat makin sengsara dan menderita.

Keempat: Dakwah Islam tak lagi diemban oleh Negara. Penyebarluasan dakwah Islam merupakan prinsip politik luar negeri negara Khilafah. Tanpa negara Khilafah, penyebaran risalah Islam ke seluruh penjuru dunia menjadi sangat terhambat. Tidak ada lagi dakwah ofensif sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw. dan para pengikutnya terdahulu.

Optimis!

Sejarah kelam penghancuran Khilafah Islamiyah menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam hari ini. Karena itu kaum Muslim saat ini terus bergerak menuju ke arah perjuangan untuk menegakkan kembali Khilafah. Umat Islam makin yakin akan bisyârah nubuwwah tentang akan tegaknya kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah:

ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian (HR Ahmad).

Saat Khilafah tegak, umat Islam pun disiapkan untuk menaklukkan bagian timur bumi dan bagian barat bumi ini, sebagaimana sabda Rasul saw.:

إِنَّ اللهَ زَوَى لِيْ اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زَوَى لِيْ مِنْهَا

Sesungguhnya Allah telah melipat bumi untukku sehingga aku bisa melihat bagian timur dan bagian baratnya dan sungguh umatku kekuasaannya akan mencapai apa yang Allah lipatkan untukku dari bagian bumi itu.

Dalam hadis di atas, Rasul saw. menjelaskan bahwa negeri Barat termasuk bagian yang wajib ditaklukkan dan diliputi oleh kebaikan Islam dan bukan sebaliknya. WalLâhu ‘alam. [Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*