Setiap Muslim, tentu berharap masuk surga. Bahkan surga adalah puncak harapan setiap Muslim; baik yang taat ataupun yang suka maksiat, yang adil ataupun yang fasik, yang lurus ataupun yang menyimpang, yang tunduk pada syariah ataupun yang menentang, yang pasrah kepada Allah SWT ataupun yang membantah, yang memperjuangkan syariah ataupun yang menghalangi tegaknya syariah. Semuanya pasti ingin masuk surge. Tak ada yang tidak menginginkan surga. Begitulah yang tampak di permukaan.
Rasulullah saw. bersabda, “Miftah al-jannah La ilaha illLlah (Kunci surga adalah Tiada Tuhan kecuali Allah).” (HR al-Bukhari).
Konsekuensi dari kalimat tahlil adalah: tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT serta tidak membuat aturan sendiri selain aturan yang telah Allah tetapkan. Saat seorang Muslim enggan tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan cara tunduk dan patuh pada seluruh syariah-Nya, pada hakikatnya ia mengingkari kalimat tahlil di atas. Apalagi saat seorang Muslim malah membuat aturan sendiri yang berbeda bahkan bertentangan dengan aturan Allah SWT, yakni aturan yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Suatu waktu Rasulullah saw. bersabda, “Shaum itu adalah benteng (junnah).” (HR al-Bukhari, Muslim). Ada hal amat menarik dalam hadits ini. Shaum disebut sebagai junnah atau benteng. Junnah artinya penjaga (wiqayah) dan penutup (satrah) dari terjerumusnya seseorang ke dalam kemaksiatan yang menyebabkan pelakunya masuk neraka. Junnah juga bermakna penjaga dari neraka karena menahan syahwat (al-Jami’ ash-Shahih al-Mukhtashar, II/670).
Semua amal salih yang dilaksanakan selama Ramadhan hendaknya dapat memupuk ketakwaan pada diri kaum Muslim. Ketakwaan itulah hikmah yang mesti diwujudkan dari ibadah selama Ramadhan, terutama ibadah puasa. Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa takwa adalah melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Bila shaum merupakan benteng individual maka hal-hal yang merusak masyarakat, tentu, tidak dapat dicegah dan dijaga oleh semata-mata shaum. Namanya juga individu hanya akan dapat menuntaskan perkara yang sifatnya juga individual. Saat ini kita perlu dua benteng. Shaum sebagai benteng individual dan yang tak kalah pentingnya adalah Khalifah sebagai benteng umat Islam secara keseluruhan.
Sesungguhnya tidak ada jalan selamat bagi kita kecuali dengan Islam. Kezaliman tidak akan hilang dari bumi Islam kecuali dengan penerapan syariah Allah. Dunia telah mencoba sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan patriotism; tetapi kondisi masyarakat dunia malah mengalami pembusukan di semua aspek kehidupan.
Pada Ramadhan kali ini marilah kita berbondong-bondong mewujudkan ketakwaan hakiki, baik pada tataran individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Ini hanya akan terwujud dengan penerapan syariah Islam secara total, yakni dengan menerapkannya secara formal oleh negara untuk mengatur segala bentuk interaksi yang ada di tengah masyarakat. Dengan kata lain, syariah Islam merupakan kunci agar ketakwaan individu-individu anggota masyarakat terwujud.
Hendaknya kita menjadikan puasa Ramadhan sebagai momentum lahirnya individu yang berkepribadian islami, yakni pribadi dengan karakteristik: 1. Memiliki pemahaman akidah yang jernih; 2. Beribadah secara benar; 3. Memiliki ruh dakwah
Ramadhan kita jadikan sebagai bulan dakwah agar mampu melahirkan kader-kader dakwah yang tangguh. Kita harus lulus dari proses tarbiyah Ramadhan dengan nilai yang maksimal. Pada saat pengemban dakwah siangnya berlapar-haus, juga menahan semua pembatal lahir-batin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah dakwah dan kehidupannya, tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan.
Jika kita belajar dari para pendahulu, generasi terbaik yang pernah tercatat dalam sejarah, optimalisasi pada ekspansi dakwah pada bulan Ramadhan ini, seharusnya akan mengantarkan kita pada simpul kemenangan-kemenangan dakwah. [Dawaun nufus ; (MHTI Kediri)]