HTI

Nisa' (Al Waie)

Kapitalisme atau Islam yang Memuliakan Perempuan?

Kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan tidak pernah absen dalam lintasan peristiwa. Kejadian-kejadian tersebut seolah menggugat masyarakat dunia yang tidak memberi ruang aman bagi perempuan.

Dunia yang rawan bagi perempuan telah menggerakkan sebagian masyarakat untuk menuntut keadilan bagi perempuan. Dengan definisi dan sudut pandang sekular, para aktivis perempuan menyuarakan keadilan dan kesetaraan gender. Beragam kampanye dan inisiasi digulirkan untuk mengubah tatanan hirarki masyarakat yang mereka anggap menyudutkan perempuan hingga menjadi tatanan masyarakat yang egaliter bagi perempuan. Deklarasi Universal Majelis Umum PBB dicanangkan demi menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap perempuan akan menghambat peluang mereka untuk mencapai kesetaraan hukum, sosial, politik dan ekonomi dalam masyarakat.

Deklarasi ini menegaskan bahwa istilah kekerasan terhadap perempuan akan mengacu pada tindakan yang membahayakan fisik, seksual atau psikologis, baik dalam kehidupan publik atau pribadi. Intimidasi, pelecehan dan penghinaan atau bahkan melarang perempuan berpartisipasi dalam lingkungan sosial bisa dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan. Aroma kebebasan tercium sangat jelas dalam definisi tersebut.

Namun, apakah gerakan ini berhasil membuat kaum perempuan mendapat tempat yang aman dan terhormat di dunia ini? Data menunjukan bahwa kaum perempuan tetap dalam kondisi terpuruk. Mereka mendapatkan stereotype sebagai pemuas nafsu, bukan hanya di dunia domestik, bahkan meluas ke lingkup publik. Rasa aman pun kian lenyap dari kaum perempuan seiring dengan rambahan kaum ini ke dunia publik.

 

Perlakuan Buruk Barat Kapitalis terhadap Perempuan

Menurut Will Durant, doktrin peradaban Yunani hanya mengizinkan lelaki saja yang memiliki hak-hak hukum pada masa-masa awal negara Republik. Adapun pada masa kini, sebagai hasil dari gerakan pembebasan perempuan, Barat kapitalis banyak menyediakan lini ekspresi dan kiprah bagi perempuan di dunia publik. Bahkan Barat acapkali mendorong dan memaksa perempuan untuk terjun di dunia publik demi mencapai status kesetaraan dan keadilan gender.

Di sisi lain, asumsi masa lampau tentang perempuan sebagai obyek masih belum terhapus. Akibatnya, gerakan pembebasan perempuan di Barat acapkali menjadi sarana meluasnya pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan.

Kebebasan ekspresi perempuan telah membuat perempuan sering menjadi obyek kekerasan dan pelecehan. Aktris kenamaan Hollywood, Nicole Kidman, di hadapan House Foreign Affairs Sub-Committee1 menyatakan bahwa Hollywood mungkin telah turut memberikan andil pada kekerasan terhadap perempuan, dengan menggambarkan perempuan sebagai pihak yang lemah dan menjadi objek seksual.

Undang-undang di Amerika Serikat yang diasaskan sistem sekular liberal, telah menyebabkan perempuan banyak mengalami pelecehan. Sebuah kajian University Rochester, menempatkan AS sebagai negara dengan angka perkosaan tertinggi di kalangan negara maju.2Di AS rata-rata 1,3 orang perempuan diperkosa setiap menit. Demikian seperti yang dilaporkan oleh The Help Line USA, Inc.3 Di militer AS, sepertiga serdadu perempuan juga menjadi korban pelecehan seksual. Senator AS dari Negara Bagian Missouri, Claire McCaskill, mengatakan, “Pada tahun lalu terjadi sekitar 3.000 kasus serangan seksual terhadap serdadu perempuan AS.”

Selain angka perkosaan, di AS, angka remaja melahirkan bayi di luar pernikahan juga sangat tinggi. Direktur CDC Center for Disease Control atau Pusat Pengendalian Penyakit, Dr. Tom Frieden, menyatakan, “Nyatanya masih terlalu banyak remaja Amerika melahirkan bayi.”

Data tahun 2014 menyebutkan hampir 250 ribu bayi dilahirkan dari remaja berusia antara 15 dan 19 tahun. Angka itu kira-kira empat kali jumlah di Inggris dan tujuh kali jumlah di Jepang.

Masyarakat Eropa dengan segudang klaimnya untuk membela hak-hak perempuan juga tidak mampu menjaga perempuan dari kekerasan. Jumlah perempuan dalam sebuah keluarga Eropa yang mengalami kekerasan fisik dan mental sangat mengkhawatirkan. Di Inggris hampir setiap menit, perempuan menghubungi polisi karena berada dalam bahaya akibat kekerasan di keluarga.

Dalam bidang ekonomi, abad partisipasi perempuan yang dicanangkan mantan Menlu AS, Hillary Clinton, telah memaksa perempuan untuk berkiprah di lini bisnis. Bahkan dengan kapitalisme pasar saat ini, para perempuan dipaksa bekerja, yang sering membuat mereka menderita. Mereka harus rela meninggalkan anak-anak dan keluarganya untuk menjadi buruh pabrik atau tenaga kerja migran dengan upah murah dan rawan terhadap pelecehan dan kekerasan.

Para perempuan juga diaruskan untuk menggeluti pekerjaan yang mengeksploitasi kecantikannya seperti menjadi model iklan dengan bayaran yang sangat kecil dibandingkan dengan keuntungan perusahaan-perusahaan kapitalis yang menyewa mereka. Bahkan mereka disiksa dengan stereotype Barat, bahwa cantik itu harus bertubuh langsing, tinggi, mulus dan berkulit putih sehingga membuat mereka terpedaya dengan diet ketat dan produk-produk kosmetik berbahaya.

Begitulah cara Barat memperlakukan perempuan. Walhasil, kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan tidak pernah bisa sirna dari dunia yang dipimpin Barat kapitalis saat ini.

 

Perlakuan Islam terhadap Perempuan

Barat dengan sekularismenya, selalu menyerang Islam dan menyampaikan bahwa Islam telah menindas perempuan. Sejatinya, kampanye hitam Barat tentang Islam hanya untuk menutupi kegagalannya dalam melindungi dan menghormati perempuan. Tatkala Islam mewajibkan hijab, Barat menganggapnya sebagai sesuatu yang menindas. Padahal sejatinya pakaian minim pengumbar aurat yang dijajakan Baratlah yang telah menimbulkan penindasan, pelecehan, bahkan kekerasan terhadap perempuan.

Padahal perempuan Muslim sendiri tidak merasa tertindas oleh aturan Islam. Hal ini terungkap dalam jajak pendapat yang dilakukan The Gallup Organization dan dilaporkan dalam New York Times: Muslim Women Don’t See Themselves as Oppressed, Survey Finds. Hijab, kerudung dan burqa yang dilihat Barat sebagai alat penindasan, tidak pernah disebut-sebut dalam jawaban para perempuan dalam survei tersebut. Bahkan mayoritas responden menyebutkan ‘keterikatan terhadap nilai-nilai moral dan spiritual’ sebagai aspek terbaik dalam masyarakat mereka.

Sebagai agama yang mulia, Islam memiliki seperangkat aturan khas dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan. Aturan Islam memperlakukan laki-laki dan perempuan untuk memuliakan keduanya. Demikian pula aturan yang ditujukan secara khusus bagi perempuan.

Pertama: Dalam aturan pergaulan. Kaum perempuan Muslim wajib menutup aurat dan mengenakan pakaian Muslimah berupa jilbab dan khimar (QS an-Nur [24]; 31 dan al-Ahzab [33]: 59). Dengan pakaian seperti ini, para perempuan Muslim mulia dan terhindar dari pandangan hina dan eksploitasi tubuh perempuan. Kaum Muslimah pun terbebas dari kungkungan standar cantik ala kapitalis yang mengharuskan mereka diet ketat ataupun mengenakan kosmetik berbahaya.

Kedua: Islam menjadikan asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Islam memuliakan fungsi keibuan ini dengan banyaknya reward bagi perempuan dalam menjalankan fungsi utamanya ini. Dengan aturan ini, perempuan tidak dibebani dengan beban ekonomi keluarga. Perempuan difasilitasi untuk bisa melaksanakan tugas mulianya mencetak generasi terbaik pemimpin peradaban.

Dalam menjalankan fungsinya ini, Islam mewajibkan laki-laki untuk memperlakukan perempuan dengan perlakuan terbaik. Pelanggaran kehormatan, kekerasan domestik dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara-perkara yang dilarang oleh Islam.

Ketiga: Islam mencerdaskan perempuan. Sangat penting bagi perempuan Muslimah untuk memiliki pendidikan Islami setinggi mungkin karena merekalah yang nantinya akan menjadi sumber pengetahuan pertama bagi anak-anaknya.

Ayat 173 dalam draft rancangan konstitusi Negara Khilafah (yang disusun Hizbut Tahrir) menyatakan, “Negara berkewajiban mengajarkan hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya, baik laki-laki maupun perempuan. Program wajib belajar berlaku atas seluruh rakyat pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Negara wajib menjamin pendidikan bagi seluruh warga dengan cuma-cuma, serta mereka diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dengan fasilitas sebaik mungkin.”

Keempat: Islam memberikan peran dan posisi perempuan di masyarakat. Islam mewajibkan perempuan berpolitik, yaitu untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Perempuan boleh menjadi hakim, kepala departemen pemerintahan atau anggota Majelis Umat. Hanya saja, kaum perempuan tidak boleh menjadi hukkam (penguasa) karena larangan dari Allah SWT.

Selama Khilafah Islamiyah tegak menerapkan aturan Islam, kaum Muslimah selalu mendapatkan perlakuan yang memuliakan mereka. Kaum Muslimah dilindungi hak-hak dan kehormatannya. Bahkan ketika terjadi pelecehan ataupun kekerasan terhadap perempuan, Khalifah langsung mengambil tindakan untuk melindungi kemuliaan perempuan.

Demikianlah perlakuan Islam terhadap perempuan, yang sangat kontras dengan perlakuan Barat kapitalis terhadap mereka.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin? (QS Al Maidah [5]: 50).

 

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Ummu Syakira, S.IP.; Lajnah Siyasiyah DPP MHTI]

 

Catatan Kaki:

1         Christine Simmons, Associated Press Writer – Wed Oct 21.

2         http://sa.rochester.edu/masa/stats.php.

3         http://www.thehelpline.net/Abused.html.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*