Setelah Khilafah Turki Utsmani mampu menaklukkan Konstatinopel, Khilafah Turki Utsmani menjadi satu-satunya negara super power yang menguasai dunia. Cahaya agung peradaban Islam tampak bersinar jelas dan indah menyinari seantero dunia. Islam mampu memberikan kejahteraan, keamanan dan memajukan peradaban manusia, bukan hanya untuk penduduk Khilafah Turki Utsmani semata, namun juga untuk penduduk dunia. Pengaruh penerapan syariah Islam pada masa Khilafah Turki Ustmani benar-benar menjadi spirit utama dalam merealisasikan nilai-nilai keimanan, semangat jihad, tata kelola pemerintahan dan kepemimpinan para Khalifahnya pada masa awal berdirinya sampai masa kejayaannya.
Kita pasti mendapati dalam catatan sejarah bahwa para khalifah pertama yaitu Utsman bin Erthagrol hingga masa Muhammad al-Fatih dan orang-orang setelahnya selalu menegakkan syiar-syiar agama Islam atas diri mereka, keluarga dan pemerintahannya. Mereka ikhlas berhukum pada hukum Allah SWT sehingga Allah SWT menolong mereka dan mengukuhkan mereka berkuasa di muka bumi. Dari sinilah masa emas Islam dimulai dan terbukti menyejahterakan.
Di antaranya dalam aspek pendidikan. Dengan wilayah Khilafah Turki Ustmani yang begitu luas, membentang dari Budapest di bagian utara sampai ke Yaman di bagian selatan, juga dari Bashrah di bagian timur hingga ke Aljazair di bagian Barat, Khilafah memberikan pelayanan terbaik dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang dalam Islam menjadi kewajiban yang wajib diadakan dan dilayani oleh Khilafah kepada masyarakatnya terwujud dengan nyata di era Khilafah Turki Utsmani.
Strategi awal adalah menata sistem manejemen pemerintahan yang efektif dan efisien. Seluruh kebijakan pusat serta umpan balik dari daerah bisa terdistribusi dengan cepat dan dapat ditangani dengan efisien. Negara selanjutnya di bagi ke dalam beberapa provinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur atau pasha. Hubungan pemerintahan antara Khalifah dan para gubernur berjalan secara cepat, efisien dan efektif. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Dengan wilayah yang begitu luas, Khilafah Turki Ustmani tampil sebagai kekuatan baru yang meyakinkan.
Setelah Mesir kembali ke pangkuan Khilafah Turki Ustmani, Khalifah Salim yang menjadi penguasa waktu itu memerintahkan agar kitab-kitab di perpustakaan dan barang-barang berharga di Mesir dipindahkan ke Istanbul, anak-anak Khalifah Mamluk, para ulama, para pembesar, yang berpengaruh di Mesir diboyong ke Istanbul. Dengan berpindahnya ulama dan kitab-kitab yang ada di Mesir ke Istanbul, Istanbul menjelma menjadi pusat pendidikan dan pengembangan kebudayaan saat itu.1
Khalifah Orkhan (1326-1329) adalah khalifah pertama yang mendirikan madrasah pada masa Khilafah Turki Ustmani, yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah penerusnya. Pada masa Khilafah Turki Ustmani ini banyak berdiri madrasah dan masjid, terutama di Istanbul dan Mesir. Pada masa ini pun banyak perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap orang bebas membaca dan mempelajari isi kitab-kitab itu. Hal ini membuktikan betapa besarnya perhatian para penguasa dalam pengembangan pengetahuan waktu itu. Hampir semua penguasa Ustmaniyah memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam mengembangkan pendidikan dan seni arsitektur.
Sistem pengajaran yang dikembangkan pada masa Turki Ustmani adalah menghapal matan-matan meskipun tidak mengerti maksudnya, seperti menghapal matan al-Jurumiyah, matan Taqrib, matan Alfiyah dan yang lainnya. Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya. Model pengajaran seperti ini masih sering digunakan sampai sekarang, terutama pada pondok-pondok pesantren klasik.2
Di bidang pemerintahan dan militer, para pemimpin Khilafah Turki Ustmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat sehingga Khilafah dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Khilafah Ustmani hingga mencapai masa keemasannya itu bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan tersebut http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2633737173238333065 – _ftn273
Untuk pertama kali, kekuatan militer Khilafah ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Ketika itu pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur Ustmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai para pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi, keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutasi para personil pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negara-negara non-Muslim.4
Angkatan Laut pun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16 Angkatan Laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. [Gus Uwik, dari berbagai sumber]
Catatan kaki:
1 Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996
2 Hasan Abu Ali al-Nadwi. Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1988.
3 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 200.
4 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 134.