ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ فَمَنَعَهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِىَ وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ رَجُل»ٌ ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ: إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَٰئِكَ لاَ خَلاَقَ لَهُمْ فِي اْلآخِرَةِ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلاَ يَنظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dipandang Allah pada Hari Kiamat, tidak disucikan dan untuk mereka azab yang pedih: laki-laki yang memiki kelebihan air di jalan lalu ia menghalanginya dari ibnu sabil; laki-laki yang membaiat imam, dia tidak membaiatnya kecuali untuk kepentingan dunia, jika imam memberi, ia rela dan jika imam tidak memberi, ia marah; dan laki-laki yang menjual barangnya setelah asar lalu ia berkata, ‘Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sungguh aku diberi sekian dan sekian,’ lalu orang mempercayai dia.” Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya dengan Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (TQS Ali Imran [3]: 77) (HR al-Bukhari).
Dalam riwayat lain Rasul saw. bersabda:
ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالْفَلاَةِ يَمْنَعُهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ لَهُ بِاللَّهِ لأَخَذَهَا بِكَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ
Ada tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah pada Hari Kiamat, tidak dipandang dan tidak disucikan oleh Allah, dan bagi mereka azab yang penih: laki-laki yang memiliki kelebihan air di tanah datar, ia halangi dari ibnu sabil; laki-laki yang menjual barang kepada seseorang setelah ashar lalu ia bersumpah dengan nama Allah agar ia mengambilnya dengan sekian dan sekian lalu orang lain mempercayai dia padahal ia tidak demikian; dan laki-laki yang membaiat imam, ia tidak membaiatnya kecuali untuk kepentingan dunia sehingga jika imam memberinya, ia penuhi baiatnya, dan jika imam tidak memberinya, ia tidak penuhi baiatnya (HR Muslim, Ibnu Majah, Ahmad).
Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan sabda Rasul saw., “Allah tidak berkata-kata dengan mereka layaknya kepada orang baik dengan menampakkan keridhaan, tetapi dengan kata-kata kepada orang dimurkai dan dimarahi. Dikatakan, maksudnya adalah berpaling dari mereka. Jumhur mufassir mengatakan, Allah tidak berkata-kata kepada mereka yang memberi manfaat dan menyenangkan mereka.”
Adapun, “lâ yanzhuru ilayhim” yakni berpaling dari mereka. Pandangan Allah SWT kepada hamba-Nya adalah rahmat dan kelembutan-Nya kepada mereka. “Lâ yuzakkîhim, yakni tidak membersihkan mereka dari kotoran dosa-dosa mereka.”
Badrudin al-‘Ayni dalam ‘Umdah al-Qâri Syarh Shahîh al-Bukhârî menjelaskan, “…Mereka tidak disucikan merupakan ungkapan tidak adanya peneriman amal-amal mereka.”
Hadis di atas mengandung: Pertama, sanksi orang yang menghalangi ibnu sabil (musafir) dari kelebihan air yang ada padanya. Makna hadis ini mencakup menghalangi selain air dan semua yang dibutuhkan orang. Kedua, pengharaman harta kaum Muslim kecuali dengan haq. Ketiga, sanksi bagi sumpah dengan nama Allah secara dusta. Dikhususkan waktu ashar tak lain karena itu waktu malaikat siang menaikkan amal-amal seorang hamba. Keempat, rusaknya amal jika tidak diinginkan untuk mendapat keridhaan Allah dan sebaliknya yang diinginkan adalah tujuan dunia. Kelima, ancaman keras atas keluar menentang Imam/Khalifah dan melanggar baiat mereka karena adanya perintah Allah untuk memenuhi akad-akad. Sebab dalam perbuatan menaati Imam/Khalifah ada keterjagaan kehormatan dan harta serta keterpeliharaan darah. Sebaliknya, dalam penentangan kepada Imam/Khalifah ada perpecahan kalimat dan keterceraiberaian keharmonisan (Ibnu Bathal, Syarh Ibnu Bathal).
Ash-Shan’ani di dalam Subul as-Salâm menyatakan, yang asal dalam pembaiatan Imam/Khalifah dimaksudkan untuk penegakan syariah, mengamalkan kebenaran, menegakkan apa yang Allah perintahkan untuk ditegakkan dan menghancurkan apa yang Allah perintahkan untuk dihancurkan.
Al-Khathabi menjelaskan, “Dalam hadis tersebut ada ancaman keras atas pelanggaran baiat dan keluar menentang Imam/Khalifah karena bisa menimbulkan perpecahan kalimat. Lagi pula karena di dalam memenuhi baiat ada keterjagaan kehormatan dan harta serta keterpeliharaan darah. Asal dalam pembaiatan Imam/Khalifah adalah membaiatnya untuk mengamalkan al-haq, menegakkan hudûd, amar makruf dan nahi munkar. Karena itu siapa saja yang menjadikan pembaiatan Imam/Khalifah semata-mata untuk mendapatkan harta yang diberikan tanpa memperhatikan maksud pada asal itu maka dia telah merugi secara nyata dan masuk dalam ancaman yang disebutkan serta layak mendapatkannya jika Allah tidak memaafkannya. Di dalam hadis ini dinyatakan bahwa setiap amal yang tidak dimaksudkan mendapat ridha Allah dan sebaliknya dimaksudkan untuk tujuan dunia maka itu adalah rusak dan pelakunya berdosa.” (Ibnu Hajar al-‘Ashqalani, Fathu al-Bârî).
Jadi, hadis ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang mendukung penguasa untuk kepentingan dunia. Dia tidak akan mendapat ridha Allah, sebaliknya mendapat marah dan murka-Nya. Ia tidak akan dibersihkan, tidak diampuni dan tidak diterima amalnya. Dia akan mendapat azab yang pedih di akhirat kelak.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yoyok Rudianto]