Sempat terperosok pada tipuan ide sekuler feminisme, ternyata tidak membuat kaum Muslimah lupa. Mereka akhirnya kembali ke jalan Islam.
Kaum Muslimah kini mulai bergerak bangkit seiring dengan denyut kebangkitan umat di seluruh penjuru dunia. Mari kita saksikan bagaimana transformasi kiprah kaum Muslimah sejak menjadi korban dan objek kepentingan kolonialisme, lalu termakan ide feminisme hingga akhirnya hari ini kembali menemukan jatidirinya. Kini mereka menjadi subjek dan pelaku utama perubahan dalam satu peranan besar kebangkitan umat.
Era Kemunduran
Pada masa kemunduran umat, jelas kaum Muslimah menjadi target dari kekuatan-kekuatan kolonial Barat, bahkan demi meruntuhkan institusi Khilafah kala itu. Barat memproduksi dan menyebarkan narasi bahwa para Muslimah butuh diselamatkan dari ‘penindasan’ syariah Islam serta butuh dibebaskan melalui budaya (peradaban) dan sistem Barat.
Pada era itu kaum Muslimah yang tertipu dengan sihir ide-ide feminisme sekular telah dibajak peran dan suara mereka oleh kekuatan Barat demi meruntuhkan perisai umat terakhir, yakni Khilafah Utsmaniyah. Mereformasi pemikiran dan identitas Muslimah adalah target utama dalam rencana kolonial untuk menghancurkan dan mencegah pemerintahan Islam. Pasalnya, kekuatan-kekuatan Eropa mengakui bahwa di dalam masyarakat Islam, perempuan adalah pusat keluarga, jantung masyarakat dan pendidik generasi masa depan. Oleh karena itu, menjerat pikiran dan hati mereka menjadi penting dalam men-setting ulang mentalitas seluruh masyarakat Muslim. Jika mereka bisa menyebabkan Muslimah menghina dan menolak syariah dengan menjadikan syariah sebagai ‘musuh’ perempuan, maka mereka bisa menciptakan penentang gigih melawan pemerintahan Islam di dunia Muslim. Jika mereka bisa melengkapi situasi ini dengan menarik Muslimah menuju identitas dan sistem Barat hingga melihatnya sebagai jalan menuju pembebasan dan keselamatan, maka mereka juga bisa menghasilkan pendukung dan duta-duta budaya (tsaqâfah) Barat dan aturan berorientasi Barat yang kuat.
Era Penistaan
Ketiadaan Khilafah sesungguhnya adalah pukulan membinasakan yang membuka jalan kehinaan umat ini terkait agama, kehormatan dan mata pencahariannya. Perempuan Muslim tentu tidak lepas dari pukulan ini. Mereka bahkan menerima porsi terbesar dari pukulan ini. Dari titik inilah penderitaan umat dimulai. Tragedi, musibah dan krisis terbentang dari Syam, Afrika, hingga Timur Jauh.
Justru kemerdekaan semu dengan berkuasanya penguasa boneka kolonial adalah gerbang utama penderitaan dan eksploitasi kaum perempuan. Pasalnya, umat Islam menjadi tercerai-berai. Mereka pun terpenjara dengan sekat-sekat nasionalisme dan negara-bangsa yang dibuat oleh kaum penjajah Barat. Kapitalisme menjadi panglima yang menggiring jutaan perempuan Muslim ke dalam jurang eksploitasi ekonomi alias perbudakan modern. Mereka menjadi pekerja dan melupakan peran utama sebagai ibu dan pendidik generasi. Hal ini berakibat pada kerusakan multidimensi dan krisis generasi.
Agenda kaum sekuler/liberal terus berjalan secara sistemik untuk memperbarui atau melakukan sekularisasi hukum sosial Islam, hukum keluarga, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan perempuan. Tujuannya agar sejalan dengan prinsip-prinsip Barat, melalui 4 cara utama. Pertama: Perjanjian-perjanjian internasional seperti CEDAW, proyek-proyek feminis yang dipaksakan oleh pemerintah negara-negara Barat, institusi-institusi seperti PBB, dan organisasi-organisasi feminis di dunia Muslim. Kedua: Pemerintah sekular di negeri-negeri Muslim melakukan sekularisasi hukum/undang-undang dan mengabadikan kesetaraan gender dan kebebasan liberal ke dalam konstitusi Negara mereka. Ketiga: Mempromosikan ide Feminisme Islam. Keempat: Monsterisasi politik dan media secara umum terhadap hukum-hukum sosial dan keluarga dalam Islam.
Era Kebangkitan Peran Politik Muslimah
Kerusakan akibat tiadanya Khilafah sebagai perisai umat, juga akibat ideologi dan sistem batil ditertapkan di tengah-tengah umat; secara perlahan tapi pasti telah membangkitkan gelombang kesadaran aktivis Muslimah di seluruh penjuru dunia. Pemikiran politik Islam yang menjadi nyawa peran politik agung kaum Muslimah mulai kembali digali dan dihidupkan. Berbeda dengan sebelumnya, pemikiran tersebut jauh dari benak umat, tertimbun bersama tumpukan kitab-kitab penuh debu, akibat hilangnya pemikiran politik Islam dalam skala kenegaraan. Hal ini juga diperparah dengan adanya serangan pemikiran Barat. Akibatnya, teladan peran politik Muslimah pada masa Islam digantikan dengan profil perempuan sukses ala ide Barat dengan standar peradaban sekular yang menghinakan kiprah perempuan sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt.
Namun kini, banyak aktivis Muslimah kembali tersadarkan akan makna peran dan posisi mereka sebagai kehormatan umat dan ibu dari generasi masa depan Islam. Mereka mulai bergerak dengan ruh dan penglihatan jauh ke depan, mendedikasikan dirinya menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Kembalinya identitas politik kaum Muslimah ini telah mempertemukan kekuatan ruhiah dan maknawi yang kuat dalam diri kaum Muslimah. Dengan itu mereka menjadi kehormatan umat yang terus bergerak memimpin opini perubahan, menggerakkan kesadaran umat, melawan narasi jahat Barat, menghinakan pemikiran sekular dan mendidik anak-anak mereka sebagai pemimpin Islam masa depan. Masya Allah!
Sungguh, ini adalah hari-hari kehamilan dan janin era Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Para aktivis Muslimah di Mesir, Suriah, Inggris, Indonesia dan Yordania terus membela kemuliaan dan ketinggian Islam. Mereka ikut membantah seruan-seruan batil, busuk dan beracun Barat dan kroninya. Mereka adalah kelompok orang-orang yang tulus-ikhlas dan sadar, yang meninggalkan gemerlapnya kehidupan dunia. Mereka bergerak melintasi jaring internet dan dunia maya, mengamati umat dan membakar semangatnya untuk perubahan. Bahasa tubuh mereka tercermin pada ungkapan, “Ya Allah, kami berjuang seperti yang Engkau perintahkan. Karena itu berilah kami apa yang telah Engkau janjikan.”
Mereka adalah para politisi perempuan yang tetap luar biasa yang terus berkarya dengan pena dan ketinggian pemikirannya. Akibatnya, dunia pun bergemuruh dengan berbagai kegiatan mereka yang didorong oleh keimanan. Tidak sedikit kaum perempuan yang menjadi haus akan revolusi pemikiran mereka dan kesadaran politik mereka untuk merobek topeng kejahatan para penguasa dan tuan mereka.1
Mereka telah berhasil menghidupkan visi politik Islam dalam setiap peran-peran kehidupan mereka sebagai penuntut ilmu, pengemban dakwah dan sebagai ibu dan pengatur rumah suaminya. Visi politik Islam juga terus akan memandu peran kaum Muslimah menjadi pendidik generasi yang memiliki kecerdasan ruang dan kepekaan terhadap tantangan zaman. Ruang dimana umat Muhammad ini hidup dan terus tumbuh menjadi umat terbaik di tangan kaum Muslimah.
Sungguh, sudah lama kita menantikan kelahiran generasi Mujahid penakluk yang akan menundukkan semua ini untuk dakwah dan jihad Islam. Di tangan siapakah generasi seperti ini akan lahir kalau bukan di tangan kaum Muslimah yang memiliki kesadaran ruang serta kematangan visi geopolitik dalam mendidik anak-anak dan generasi penerus Islam.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Duhai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS al-Furqan [25]: 74).
Wahai kaum Muslimah! Siapkan diri Anda menyambut kemenangan Islam. Layakkan diri Anda dan anak-anak Anda menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa! [Fika Komara]
Fika Komara adalah Penulis Buku Muslimah Negarawan, Pegiat Media dan Pengamat Geopolitik Kawasan serta Anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir.
Catatan kaki:
1 Hanin Manshur, “Peran Besar Kaum Muslimah Di Penghujung Pemerintahan Diktator dan Dekatnya Era Khilafah Rasyidah,” Hizb-ut-tahrir.info, 15/2/2016.