Pendudukan Irak bukan buah dari ide yang lahir dalam kondisi politik tertentu, atau reaksi terhadap era yang dibuat oleh penguasa yang diktator terhadap rakyatnya, lalu datang gerombolan militer Amerika untuk menyelamatkan mereka yang tertindas, atau untuk menghilangkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang menimpa mereka. Bahkan pendudukan Irak bukan untuk mengganti penguasa yang rusak dengan penguasa yang baik. Jadi, bukan untuk semua itu.
Pendudukan yang brutal itu adalah hasil dari rencana dan proyek jahat yang sistemik, yang didukung oleh Pemerintah Amerika secara berturut-turut dengan beragam jenis perbedaan iramanya untuk menempatkan negeri ini—yakni Irak—dalam jurang bencana dan malapetaka yang begitu mengerikan hingga membuat beruban setiap bayi baru dilahirkan. Sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya (TQS Ibrahim [14] : 46).
Mereka datang berbondong-bondong dengan membawa semua hasil produk pikirannya dan semua kontradiksi konsep kapitalismenya, seperti ide-ide dan praktek-prakteknya yang salah, serta ketidakadilan yang dipaksakan melalui semua jenis kekerasan dan senjata mematikan; juga praktik-praktik barbarismenya. Semua itu pada akhirnya membuat malu bangsa Barat dan Timur yang menjadi penonton atas apa yang terjadi di Irak. Irak adalah negeri kebaikan, kehormatan dan kemuliaan. kemuliaan Islam dan akidahnya yang erat sekali dengan ketoleranannya. Irak pernah berada dalam naungan Kekhilafahan Islam Abbasiyah yang agung. Lalu kaum kafir datang untuk menghapus simbol-simbol kegemilangannya, warisannya yang abadi dan keragaman budayanya, serta untuk menjarah sumberdaya dan kekayaannya. Sebagian besar Ahlul Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian ke kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran (TQS al-Baqarah [2]: 109).
Negara kafir penjajah Amerika tidak berhenti dengan kekuatan militernya yang mematikan. Amerika juga menghimpun upaya massif yang dilakukan oleh sejumlah pemerintah yang menjadi anteknya. Mereka saling membantu dalam memperkuat eksistensinya dan memperpanjang umurnya, utamanya Iran dan Turki yang berada di garis depan; juga para boneka otoritas Arab dan non-Arab yang berkolaborasi dengan penjajah, seperti Iran—dan beberapa negara antek lainnya—yang memegang semua kunci kekuasaan, dan mengendalikan keputusan politiknya, termasuk milisinya yang unggul—dengan sengaja—atas kekuatan militer regulernya, baik dalam hal terlatihnya, persenjataannya dan loyalitasnya kepada tuannya, Khamenei!
Adapun Turki adalah antek lain yang memberikan kontribusi dalam memfasilitasi tugas pendudukan dengan membuka pangkalan udara di Incirlik dan yang lainnya. Turki juga menyusupkan skuadron dan berbagai jenis senjata ke Suriah dan Irak untuk tujuan yang sudah dia rancang. Tampak sekali kehadiran militer Turki di Irak utara di daerah Ba‘shiqah dekat Kurdistan dengan dalih memberi pelatihan bagi milisi Kurdi (Peshmerga), dan milisi klan, serta memberikan masukan pada mereka dengan dalih memerangi (terorisme) dan pengusiran organisasi ISIS.
Para pejabat Turki, seperti Erdogan, Yildirim dan wakilnya membela kehadiran militer mereka di Irak utara dengan kekuatan penuh meskipun ditentang oleh sejumlah partai dan faksi-faksi sectarian; juga meskipun ada ancaman dari para pemimpinnya yang akan menyerang kepentingan Turki di Irak dan mengajukan tuntutan ke Dewan Keamanan PBB untuk memaksa mereka agar menariknya. Pasalnya, kehadiran mereka dinilai sebagai kekuatan penjajah!
Namun, Perdana Menteri Yildirim menanggapi itu dengan mengatakan bahwa tentara Turki akan tetap berada di Irak. Bahkan wakilnya, Numan Kurtulmus, mengatakan pada hari Rabu, “Tak seorang pun memiliki hak untuk menentang kehadiran pasukan Turki di Ba’shiqah selama Irak masih diselimuti perpecahan!”
Pertanyaannya: Apa rahasia di balik sikap Turki yang bersikeras untuk tetap tinggal di Irak? Jawabannya dapat diperoleh dari dua sisi. Pertama: Kehadiran militer Turki akan berkontribusi dalam satu atau lain cara—dengan dalih tipuan yaitu memerangi (terorisme)—untuk keberhasilan operasi pengusiran organisasi “negara”. Hal itu akan meningkatkan saldo Partai Demokrat di AS dalam Pemilu berikutnya, sekaligus mengembalikan prestise yang telah dirusak oleh presidennya yang gagal (Obama), meskipun periode pemerintahannya punya pengalaman panjang dalam menghadapi pesaingnya, Partai Republik.
Kedua: Kehadiran Turki di Irak dapat mengawasi dan memberikan kontribusi praktis dari dekat untuk langkah-langkah pembentukan wilayah (Sunni) di Mosul—Ninawa Center—setelah direbut dari tangan “organisasi negara” untuk menyenangkan Amerika. Hal ini dibuktikan—dengan indikasi yang jelas—melalui pernyataan Erdogan, Yildirim dan wakilnya Numan Kurtulmus. Erdogan berkata bahwa kehadiran mereka adalah “untuk menjaga demografi Kota Mosul, mengingat di Mosul warganya memiliki latar belakang etnis yang berbeda.”
Yildirim mengatakan, kehadiran mereka adalah “untuk mencegah perubahan komposisi demografis daerah dengan kekuatan. Tujuan kami adalah untuk tidak mengulangi tragedi kemanusiaan lagi serta tidak untuk menambah pertumpahan darah.”
Adapun Numan Kurtulmus menjelaskan, “Kehadiran militer Turki di Irak bertujuan untuk mencapai stabilitas pada saat di dalam negara terjadi perpecahan sehingga tidak mungkin bahwa Turki akan mengizinkan organisasi teroris—maksudnya adalah mobilitas milisi Syiah—mengubah struktur etnis dan demografis.”
Semua pernyataan tersebut menekankan untuk menjadikan Mosul hanya bagi warganya saja bukan yang lain. Lebih dari itu, ada upaya-upaya Amerika, Kurdi dan Syiah untuk membentuk provinsi atau daerah lain, seperti dataran Ninawa untuk orang Kristen, Sinjar untuk kaum Yazidi, dan Tal Afar untuk warga Syiah Turkmen meskipun mereka minoritas. Adapun sebagian besar penduduk yang dilenyapkan adalah bangsa Arab asli dan di antara leluhur suku-suku Arab.
Pernyataan Yildirim terkait diamnya Baghdad atas kehadiran pasukan militer dari 63 negara, dan sebaliknya menentang kehadiran tentara Turki, “maka itu tidak mencerminkan itikad baik”. Kekuatan-kekuatan asing yang kafir seperti Amerika, Inggris, Prancis, Kanada dan yang sejenisnya dibolehkan dengan dalih koalisi internasional untuk melawan (terorisme); ia seperti albumin di hati (penguasa) Irak. Akan tetapi, jika para anggota pasukan itu Muslim seperti pasukan Turki—misalnya—maka hal itu justru menggelisahkan loyalis Khamenei karena orang-orang Turki mungkin telah mengganggu beberapa rencana Iran atau menyainginya di beberapa bidang. Hal itu menjadikan jengkel para loyalisnya dan yang tunduk pada kekuasaannya. Adapun kelicikan yang sama adalah karena mereka kaum sektarian tidak merasa nyaman dengan kehadiran orang-orang Turki di Irak sebab mereka bermazhab Sunni meskipun mereka—sama seperti Iran—dalam melayani negara kafir Amerika, dimana dualisme belum benar-benar pulih dari Syiah. Mungkin ini yang dimaksud Yildirim ketika mengatakan bahwa penolakan Irak “tidak mencerminkan itikad baik”.
Sesuatu yang pas disebutkan di sini adalah apa yang dikatakan oleh kaum Syiah yang polos terkait orang Yahudi Afganistan (Zalmay Khalilzad) bahwa ia di antara generasi umum, yakni di antara orang Sunni, hanya karena ia orang Afganistan!
Jika Amerika berhasil—yang jelas Allah tidak akan pernah mengizinkan—untuk membangun Provinsi Ninawa (Sunni) serta menyerahkan urusan pada para anteknya seperti al-Nujaifi, al Jabouri, al-Mutlaq dan yang sejenisnya dari para kaum kurcaci dan pengekor, sehingga dengan adanya wilayah Kurdi, mungkin telah mendorong untuk melanjutkan proyek federalisme Irak, dan menyempurnakan apa yang sudah direncanakan: memecah Irak dan mengakhiri keberadaannya, karena ia merupakan duri dalam tenggorokan kaum kafir, Yahudi dan Kristen. Namun, itu sulit dicapai karena adanya konflik sangat intens antara Kurdi dan pemerintah federal untuk berebut meletakkan tangan di banyak daerah Irak utara, yang dikenal sebagai daerah-daerah (yang diperebutkan). Al-Barzani mengatakan bahwa apa yang telah dibebaskan dengan darah, maka Kurdi tidak akan pernah melepaskannya, dan mereka telah mendivestasi lebih banyak tanah Provinsi Ninawa. Inilah yang semuanya ditolak oleh warga Mosul.
Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, para pemimpin partai Syiah menolak untuk melakukan apa yang dimaksud pihak Arab dan Kurdi, dan akhirnya bukan konteks penentuan nasib sendiri bagi Kurdistan Irak dan kemerdekaannya, dalam hal ini termasuk Provinsi Kirkuk yang kaya minyak, apakah menjadi bagian Kurdi atau Baghdad. Awalnya, perselisihan intens antara sayap aliansi Kurdistan dan disusul oleh banyak masalah yang kompleks karena loyalitas beberapa dari mereka ke Iran, dan beberapa di antaranya ke Turki seperti al-Barzani dengan harapan memperoleh penguatan dan dukungannya. Jadi, bagaimana Amerika akan memuaskan pihak-pihak yang mencari-cari dalih untuk berkonflik, apalagi mereka tidak disatukan oleh kepentingan yang sama, serta loyalitas mereka yang berbeda?
Begitu juga halnya dengan orang-orang mukhlis di negeri ini yang menolak pendudukan dengan penuh kebencian. Mereka tidak mau menodai tangan mereka melalui kerjasama dengan simbol-simbolnya. Mereka juga menolak segala sesuatu yang dilakukan dalam era yang hitam pekat ini. Mereka tidak akan tetap diam, juga orang-orang terhormat yang membenci ketundukan pada kaum kafir akan bangkit. Mereka menganggap diri mereka sebagai penguat dan penopang bagi mereka yang mukhlis dari umat Islam kapan pun dan dimana pun, insya Allah.
Pada akhirnya, Amerika akan tahu bahwa ia menaiki tanjakan yang sulit, yang tidak akan bisa dilalui tanpa perhitungan yang berat dan siksaan yang pedih bagi Amerika, para aktenya dan para bonekanya, yaitu mereka yang membantu Amerika dan menghiasi pekerjaan kejinya. Sungguh, di mana-mana Amerika telah menyakiti kaum Muslim dengan menimpakan banyak ketidakadilan dan penindasan. Kami memohon kepada Allah SWT untuk membantu para pejuang yang mukhlis dalam rangka menyukseskan proyek Khilafah Rasyidah kedua yang tegak di atas metode kenabian dengan bantuan dari sisi-Nya. Khalifah kaum Muslim akan membersihkan kehidupan dari kekejian dan kotoran orang-orang kafir, juga akan menegakkan bangunan-bangunan keadilan dan kebaikan untuk semua makhluk agar manusia kembali menjadi saudara seagama atau kemanusiaan. Yang demikian itu tidaklah sulit bagi Allah (TQS Fathir [35]: 17). [Abdur Rahman al-Watsiq – Irak; Sumber: alraiah.net, 12/10/2016].