HTI

Nisa' (Al Waie)

Agar Istri Tak Mudah Depresi


Diduga depresi, Mutmainah (28 tahun), seorang ibu rumah tangga di Jakarta, tega memutilasi anaknya yang baru berusia 1 tahun. Mutmainah bisa jadi tak sendiri. Dalam sistem sekular kapitalis seperti sekarang ini, kecenderungan depresi pada ibu rumah tangga tentu lebih besar dibandingkan dalam sistem Islam. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia (Beritasatu.com, 12/10/2016).

 

Pemicu Depresi

Depresi pada umumnya terjadi karena beratnya beban hidup yang tidak bisa ditanggung oleh seseorang. Ibu rumah tangga juga bisa mengalami depresi. Beragam beban masalah yang bisa memicu munculnya depresi pada ibu rumah tangga antara lain; kesulitan ekonomi, perilaku anak-anak, ancaman terhadap ikatan pernikahan (suami selingkuh, dll), bahkan hubungan pertetanggaan yang tidak baik.

Depresi juga bisa terjadi karena ketidaksiapan memasuki kehidupan rumah tangga; tidak siap menerima hidup berpasangan (bersuami), tidak siap mengurus anak, tidak siap menerima peran dan tugas-tugas baru di dalam rumah hingga kesiapan untuk kehilangan sebagian aktivitasnya di luar rumah, terlebih bagi yang masa lajangnya aktif bekerja.

Ibu rumah tangga juga rentan terkena depresi ketika ia merasa terjebak pada rutinitas aktivitas kerumahtanggaan, sementara ia lemah iman. Di tambah lagi jika ia seorang yang kurang kreatif dalam berinovasi dan memunculkan beragam kegiatan di rumah.

Akibatnya, beban hidup yang sebenarnya tidak berat pun bisa menjadi berat. Apalagi jika ditambah dengan beratnya beban yang diakibatkan oleh penerapan sistem sekular kapitalistik seperti kemiskinan, kerusakan moral, lemahnya keamanan, hingga minimnya takwa baik pada individu maupun negara.

Sistem ini juga telah melahirkan sikap individualistik yang menghilangkan sifat saling menolong dan saling peduli. Tolok ukur materi pun sangat menonjol. Akibatnya, ibu mudah stres hanya gara-gara penghasilan suami minim, tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Di sisi lain, hedonisme tak bisa lagi dibendung dan sudah menembus seluruh anggota keluarga. Semua ini mengerucut pada beratnya beban yang harus ditanggung ibu rumah tangga.

Semua kondisi itu bisa memunculkan sikap gundah, kegelisahan yang terus-menerus, bahkan kemarahan dan kekesalan yang terpendam hingga mempengaruhi kesehatan jiwanya. Bisa juga menghasilkan perasaan putus harapan, merasa diri tidak berguna dan hilangnya kebahagiaan hidup.

Saat beban berat tersebut tidak disikapi secara syar’i, muncullah depresi. Di sinilah pentingnya penanganan secara tepat dan syar’i agar seseorang bisa selamat dari ancaman depresi.

 

Mengatasi Depresi

Depresi pada ibu rumah tangga dapat diselesaikan dengan dua pendekatan: pendekatan personal, melalui ibu itu sendiri dan keluarga; serta pendekatan kelompok (jama’i) yang melibatkan masyarkat dan negara.

Beberapa hal yang bisa dilakukan secara personal, antara lain:

 

  1. Meningkatkan Iman.

Sesungguhnya, kemampuan seseorang untuk menyelesaikan beban kehidupan terkait erat dengan pandangan hidupnya (keimanannya). Seorang Muslim harus memandang persoalan kehidupan, bagaimanapun beratnya, sebagai jalan untuk meraih kemuliaan di sisi Allah SWT.

Keburukan dan kebaikan sejatinya adalah ujian (cobaan) yang diberikan Allah SWT agar manusia mau kembali ke jalan-Nya (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 35)

Karena berfungsi sebagai ujian, seorang ibu tidak boleh lari. Ia harus menghadapi ujian dengan sabar dan tawakkal. Bahkan ia selayaknya tetap ‘bahagia’ dengan kondisi itu, karena semua itu bisa menjadi jalan kebaikan untuk dirinya. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang Mukmin. Segala sesuatu yang terjadi pada dirinya merupakan kebaikan. Ini terjadi hanya pada orang Mukmin. Jika ia mendapat sesuatu yang menyenangkan, ia bersyukur. Itu kebaikan bagi dirinya. Jika ia mendapat keburukan, ia bersabar. Itu juga kebaikan bagi dirinya.” (HR Muslim).

Jadi, ibu tak perlu merasa diri tak berguna ketika apa yang dilakukan belum memenuhi harapan. Sebab, pada saat itu ia bisa bersabar agar mendapat kebaikan dari Allah SWT. Ia pun tetap harus optimis karena rahmat Allah sesungguhnya dekat (QS al-A’raf [7]: 56).

Meningkatkan hubungan dengan Allah SWT akan menguatkan iman dan takwa. Oleh karena itu, ibadah harus ditingkatkan. Ibu juga mempunyai kesempatan yang luas untuk mencurahkan segala persoalan hidupnya kepada Allah SWT secara langsung. Misalnya, melalui shalat tahajud dan doa-doa yang dipanjatkan setiap saat. Dengan demikian tak perlu ada persoalan yang dipendam karena semuanya sudah diserahkan kepada Allah SWT.

Iman yang kuat juga akan mengikis sikap materialistik, gaya hidup hedonistik dan individualistik. Dengan demikian beberapa hal punya andil besar dalam melahirkan depresi itu pun berkurang.

 

  1. Meluruskan Niat.

Meluruskan niat dalam beramal sangatlah penting. Hendaknya ibu melakukan semua rutinitasnya untuk meraih ridha Allah SWT. Dengan begitu, apapun bentuknya, bagaimanapun beratnya, sekalipun dilakukan berulang, tidak akan membuat dirinya jenuh apalagi depresi. Sekalipun urusan rumah tangga terkesan remeh-temeh, seorang ibu tak boleh merasa rendah diri, merasa tak berguna dan tak berharga di hadapan orang lain. Jika semua amalan itu diniatkan untuk Allah, ibu akan merasa nyaman dan senang karena ridha Allah berada dalam genggaman.

 

  1. Memahami Syariah Islam.

Sebuah penelitian melaporkan bahwa faktor paling penting untuk mencegah depresi pada ibu rumah tangga adalah penerimaan dan kepuasan terhadap perannya. Oleh karena itu, ibu rumah tangga harus memahami tugas pokoknya. Ia harus bersikap qanâ’ah terhadap tugas tersebut.

Menjadi ibu dan pengatur rumah adalah aktivitas mulia perempuan yang tidak diberikan kepada laki-laki. Pada peran ibulah masa depan generasi ini dipertaruhkan. Karena itu seorang ibu harus berbahagia dengan perannya ini. Demikian pula ketika ia harus berperan sebagai istri dengan tugas-tugasnya yang banyak. Semua itu pada hakikatnya akan memuliakan dirinya di hadapan Allah SWT.

Ia tidak perlu silau dengan hingar-bingar dunia di luar rumah yang bisa melalaikan tugas utamanya atau yang bisa menjebak dirinya pada aktivitas sia-sia. Misalnya, iri atau sangat ingin bekerja dan bebas bepergian. Padahal penghasilan suami sudah mencukupi dan anak-anak masih membutuhkan perhatian di dalam rumah. Pikiran-pikiran semacam ini harus dihilangkan karena bisa memicu stres yang bisa mengarah pada depresi.

Meningkatkan kualitas pemahanan hukum syariah juga penting untuk selalu menjaga takwa. Dengan begitu ia senantiasa terjaga dari perilaku menyimpang yang kerap memperkeruh suasana dan menjauhkan dari jalan keluar persoalan yang ia hadapi. Sebab, takwa akan mendekatkan ke jalan keluar dari berbagai persoalan (Lihat: QS ath-Thalaq [65]: 2).

 

  1. Bekerjasama.

Mengatasi depresi pada ibu rumah tangga membutuhkan kerjasama seluruh anggota keluarga, terutama suami. Oleh karena itu, hendaklah suami bersikap peduli, gemar menolong istri dan meringankan beban, selalu membahagiakan istri dan tidak terlalu banyak menuntut apa yang di luar batas kesanggupan istrinya. Misalnya, suami selalu menuntut masakan enak, padahal istrinya tidak pandai memasak dan sebagainya. Bantuan suami juga sangat dibutuhkan untuk memantapkan dan meningkatkan kepuasan istri atas tugas pokoknya.

 

  1. Manajemen Waktu dan Tenaga.

Depresi bisa muncul karena kegagalan manajemen waktu dan tenaga. Oleh karena itu, ibu hendaknya cerdas dalam mengatur waktu dan tenaganya. Ibu bisa mencari aktivitas untuk menyegarkan pikiran dan kejenuhan yang kadang muncul.

Ibu bisa memadukan aktivitas di dalam rumah dengan aktivitas di luar rumah semata-mata untuk menyempurnakan pelaksanaan kewajiban; seperti menuntut ilmu, mendidik anak-anak atau berdakwah, atau sekadar membantu suami yang tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai pencari nafkah, sedangkan tidak ada lagi yang membantu dirinya. Bisa juga dengan mengajak keluarga berolah raga bersama di luar rumah atau rihlah untuk menyegarkan pikiran dan mengagumi ciptaan Allah SWT.

Tentu semua aktivitas itu harus memperhatikan awlawiyat (prioritas dalam beramal) sesuai hukum syariah. Yang wajib didahulukan daripada yang sunnah dan mubah. Aktivitas yang mubah pun dipilih mana yang paling utama. Ibu harus bisa menghindari aktivitas yang sia-sia. Bila perlu ibu dapat membuat jadwal harian, mingguan bahkan bulanan.

Keluarga harus mendukung semua upaya tadi. Hadirnya keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dengan anggota keluarga yang memahami fungsinya akan meminimalisasi tingkat depresi pada ibu rumah tangga. Sebab, pada kondisi ini beban ibu akan jauh lebih berkurang. Tinggallah beban yang datangnya dari luar (eksternal).

Adapun pendekatan kelompok melalui masyarakat dan negara bertujuan untuk menghilangkan penyebab sistemik (eksternal) pada depresi ibu. Sebab, beban sosial dan ekonomi yang kerap membelit ibu rumah tangga pada hakikatnya berasal dari sistem sekular kapitalis yang ditegakkan oleh masyarakat dan negara yang tidak memberlakukan hukum Islam. Oleh karena itu, diperlukan langkah bersama untuk mewujudkan masyarakat dan negara yang bersih dari sistem rusak dan merusak tersebut.

Di sinilah pentingnya dakwah membentuk masyarakat Islam untuk menumbangkan sistem sekular kapitalis penyebab depresi ibu. Masyarakat Islam dalam wadah Negara Khilafah akan memberlakukan syariah Islam secara kâffah hingga mampu mengeluarkan masyarakat dari berbagai problem penyebab depresi ibu rumah tangga.

Negara Khilafah akan menjaga akidah umat sehingga berada pada kondisi taqarrub ilaLlâh yang kuat. Umat tak perlu stres (tertekan) karena mereka memahami betul hakikat kehidupan. Hukum-hukum ekonomi meminimalkan kemiskinan, hukum-hukum sosial menjaga keharmonisan keluarga, pendidikan Islam pun mampu menjaga anak-anak. Negara bertanggung jawab penuh melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman.

Demikanlah yang pernah dirasakan para ibu rumah tangga di masa Kehilafahan Islam nan gemilang. Jarang ditemui ibu-ibu yang depresi. Hal ini cukup dibuktikan dari kualitas generasi yang dilahirkan. Sebab, jika ibunya depresi, bagaimana mungkin mereka bisa melahirkan generasi yang mampu membangun peradaban yang mulia itu.

Sungguh, begitu indahnya Islam jika diterapkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. Layaklah ibu rumah tangga pun mendapatkan rahmatnya; dijauhkan dari depresi dan ditinggikan derajatnya. [Noor Afeefa]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*