Tiga Langkah yang Harus Ditempuh Muslim Mesir
Hizbut Tahrir mengingatkan rakyat Mesir untuk menjadikan Islam sebagai dasar revolusi dan hukum yang akan ditegakkan. “Wahai rakyat Mesir! Tekad kalian untuk melakukan revolusi tidak bisa dihindari, dan itu pasti terjadi dengan izin Allah. Akan tetapi, agar revolusi kalian ini berhasil, berbuah dan bisa dipanen, maka revolusi itu harus mengemban Islam sebagai proyek dan cara hidup, serta menuntut penerapan sistem Islam berupa Khilafah ‘ala minhâjin nubuwah dengan semua ketentuan dan hukum-hukum yang diperlukan guna menjamin keadilan pemimpin terhadap rakyat, serta menjamin hak-hak umat,” tegas Hizbut Tahrir Mesir dalam pers rilisnya Jum’at, 6 Muharram 1438 H./ 7 Oktober 2016 M.
Menurut Hizbut Tahrir, hanya dengan Islam saja revolusi rakyat akan menjadi benar, dan tidak menjadi berantakan seperti yang dibicarakan surat kabar Al-Ahrâm tentang seruan (gerakan 6 April) maupun seruan Ikhwan yang menyerukan kembalinya legitimasi atas dasar demokrasi yang rusak, atau seruan yang menginginkan kaum Muslim semua binasa. “Untuk itu, tentukan tujuan kalian dan kuatkan dari sekarang. Jadikan revolusi itu jalan bagi kalian, juga bagi akidah dan agama kalian yang akan mewujudkan keamanan kalian; dan jadikan tujuan kalian terbesar adalah melanjutkan cara hidup Islam melalui tegaknya Khilafah ‘ala minhâjin nubuwah,” tulis rilis tersebut.
Hizbut Tahrir juga menyebutkan tiga langkah penting yang akan mewujudkan itu, dan juga mewujudkan keadilan, kemuliaan dan kenyamanan hidup yang rakyat Mesir cita-citakan. Pertama, mencabut sistem kapitalis yang berkuasa dari akarnya dengan segala bentuknya, baik corong, simbol dan tokoh-tokohnya. Kedua, melepaskan ketergantungan kepada kaum kafir Barat, terutama Amerika dengan segala bentuk dan manifestasinya. Ketiga, menegakkan Khilafah ‘ala minhâjin nubuwah di atas puing-puing reruntuhan sistem yang menyedihkan dan busuk ini.
Buazizi Ungkap yang Terjadi di Balik Holokaus Aleppo
Aktivis Hizbut Tahrir Muhammad Buazizi mengungkap apa yang terjadi di balik pembantaian besar-besaran (holokaus) Aleppo. “Holocaus Aleppo itu terjadi karena kesamaan visi kekuatan jahat untuk memerangi revolusi Suriah, berusaha memadamkannya, serta berkat dari partisipasi negara-negara tetangga, ‘teman’ dan ‘pendukung’” ungkapnya seperti dilansir hizb-ut-tahrir.info, Sabtu (01/10/2016).
Salah satu kekuatan jahat itu adalah negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB yang pada 25 September 2016 membahas holocaus di Aleppo. “Dewan Keamanan itu ada di Amerika dan dalam genggamannya. Amerika yang telah berbuat tiran dan diktator. Bahkan Amerika yang membuat semua konspirasi, kemudian Amerika ditaati di negeri-negeri kaum Muslim. Padahal tidak ada keputusan yang menyimpang dari rencana-rencana Amerika,” bebernya.
Misi PBB dan Dewan Keamanannya adalah untuk menutupi semua kejahatan Amerika dan membuat pembenarannya. “Di Suriah, misinya adalah untuk melindungi rezim agar tidak ditumbangkan sebelum ditemukan penggantinya dengan sifat-sifat yang sama. Sehingga pergi kepadanya dan berbicara di atas mimbarnya tanpa hak itu sendiri juga sebagian kejahatan,” ungkapnya.
Buazizi juga menyebut asal PBB adalah masyarakat internasional yang didirikan sebagai sebuah aliansi untuk melawan negara Islam, lalu menjadi Liga Bangsa-Bangsa dan kemudian menjadi PBB. “Adapun Dewan Keamanan adalah Dewan Keamanan negara-negara besar, sedangkan partisipasi negara-negara lain, maka itu hanya untuk menyamarkan saja; keberadaannya di Dewan ini tidak berpengaruh sama sekali,” katanya.
Sekarang, Dewan Keamanan itu tengah mencari keamanan untuk negara-negara tersebut, dan tidak membiarkan kembalinya Islam sebagai suatu sistem dalam bentuk negara yang tanda-tandanya telah muncul di Suriah. “Karena itu jelas dan wajib bagi kita untuk tidak membiarkan musuh-musuh kita mencampuri urusan kita, kita harus mengusir utusan mereka dan semua perusahaan mereka yang telah menjarah negara kita, serta menutup kedutaan negara-negara agresor, juga kita harus menutup semua pintu masuk bagi musuh-musuh kita,” tegasnya.
Untuk itu, lanjut Buazizi, ini harus dihadapi dengan menyatukan semua kekuatan baik dan semua faksi, bertawakal (berserah diri) kepada Allah semata, dan hanya mengharap pertolongan dari-Nya, serta memutus semua hubungan dengan negara-negara kufur, negara-negara tetangga, juga negara-negara “donor” dan “teman”, lalu melangkah menuju Damaskus untuk menerkam rezim sekuler dan menggulingkannya, kemudian mendirikan rezim Islam sebagai penggantinya. “Hanya dengan ini saja nasrulLâh (pertongan Allah) akan turun, dan hanya dengan ini saja para malaikat akan berperang bersama kalian, juga Allah akan membantu kalian dengan para tentara yang tidak terlihat oleh manusia,” pungkasnya.
Hancurkan Identitas Islam, Yordania Ubah Kurikulum Pendidikan
Serikat Guru Cabang Distrik Ma’an berunjuk rasa pada hari Rabu 28 September di depan gerbang Serikat di lingkungan Al-Syahid Mansur Krishan, dengan dihadiri oleh ratusan aktivis politik, orangtua, siswa dan guru. Mereka melakukan aksi itu sebagai bentuk protes atas tindakan Departemen Pendidikan yang mengubah kurikulum, serta menghapus dan mengganti ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis dari berbagai materi pelajaran pendidikan Islam dan lainnya.
Para pengunjuk rasa menuntut Kementerian Pendidikan untuk menarik kembali amandemen yang tidak sejalan dengan agama Islam, adat dan tradisi yang telah mengakar. Para peserta aksi juga membakar dan menghancurkan sejumlah besar kurikulum baru, serta menyeru semua guru di Yordania untuk menolak mengajar berdasarkan kurikulum baru tersebut.
Menurut aktivis Hizbut Tahrir Tunisia Hajir al-Yakqubi, sekolah di Yordania telah lama diwarnai amandemen terhadap pendidikan Islam, bahasa Arab, sejarah dan kebudayaan umum. Bahkan dengan dalih memerangi terorisme, Departemen Pendidikan menghapus jenggot dari laki-laki dan hijab dari perempuan pada gambar-gambar dalam kurikulum pendidikan Islam untuk sekolah dasar kelas satu.
Di salah satu kurikulum Departemen Pendidikan telah menghapus seluruh pelajaran tentang surat al-Lail, lalu menggantinya dengan pelajaran lain tentang renang. Di samping menghapus pelajaran tentang bilangan-bilangan dalam al-Quran dan menggantinya dengan pelajaran burung merpati kecil. Bersamaan dengan itu, Departemen Pendidikan juga menghapus hapalan ayat-ayat al-Quran dan hadits di beberapa materi pelajaran.
Begitu juga telah lama adanya “amandemen” yang menghapus simbol-simbol pejuang di Tanah Palestina, seperti al-marhum Firas al-Ajluni, serta menghapus segala sesuatu yang berkaitan dengan pendudukan al-Quds dan sebagainya.
“Semua itu dengan jelas mengungkapkan bahwa perubahan-perubahan dalam kurikulum—tidak diragukan sedikit pun—bertujuan untuk menghancurkan identitas Islam dan menjauhkan generasi mendatang dari nilai-nilai Islam spiritual, serta mengosongkan pikiran mereka dari segala sesuatu yang akan membentuk mentalitas Islam, juga memisahkan perilaku mereka dari akidah dan hukum-hukum syariah, bahkan menghubungkan-nya dengan doktrin Barat dan konsep-konsep palsu yang menyesatkan,” tegasnya seperti diberitakan hizb-ut-tahrir.info, Sabtu (01/10/2016). [Riza Aulia/Joy]