Berbagai cara dilakukan musuh-musuh Islam untuk menyerang umat Islam yang berpegang teguh dan membela agamanya. Salah satu yang kerap dilakukan adalah menyalahkan korban (blaming the victim). Korban yang sering disalahkan itu adalah umat Islam. Dalam kasus pelecehan yang dilakukan Ahok, misalnya. Sudah sangat jelas yang menjadi korban adalah umat Islam. Sebab, yang dilecehkan adalah al-Quran, kitab suci umat Islam, dan ulama yang menjadi panutan umat Islam. Namun, segelintir orang yang dikenal liberal dan sekular malah menyalahkan umat Islam.
Mereka menuding ada pihak yang ingin memecah-belah bangsa; menuduh ada provokator, anti Pancasila dan NKRI, dan tuduhan-tuduhan lainnya. Seolah-olah umat Islam bersalah ketika protes membela kemuliaan al-Quran dan ulama mereka. Sebaliknya, kelompok-kelompok liberal ini nyaris tidak ada yang menyalahkan Ahok. Padahal semua kegaduhan yang ada bermula dari kata-kata keji Ahok yang menghina dan melecehkan al-Quran. Justru kata-kata Ahok yang menghina Islamlah yang pantas disebut sebagai penyebab pemecah-belah bangsa dan sumber kegaduhan, bukan sikap umat Islam yang membela agamanya.
”Kalau Bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin dengan surat Al-Maidah 51, macem macem itu. Kalo bapak ibu merasa ga milih neh karena saya takut neraka, dibodohin gitu ya gapapa.”
Pernyataan Ahok ini jelas-jelas merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap keagungan dan kesucian al-Quran. Al-Quran adalah wahyu Allah SWT yang pasti benar dan pasti akan menuntun manusia pada petunjuk dan jalan kebaikan. Menyampaikan kebenaran al-Quran, khususnya ayat 51 dari QS al-Maidah, sebagai dasar keharaman memilih pemimpin kafir adalah dakwah. Hal ini sangat diperlukan agar setiap Muslim bisa memilih jalannya dengan benar sesuai tuntunan agama. Bagaimana bisa perbuatan mulia seperti ini dikatakan oleh Ahok sebagai pembodohan?
Ketika diminta untuk meminta maaf karena telah menghina al-Quran, dengan sombong dia menyebut bahwa yang dia maksudkan adalah orang-orang rasis dan pengecut yang membodohi orang untuk tidak memilih dirinya dengan menggunakan surat al-Maidah 51. Sungguh ini melecehkan para ulama. Padahal para ulama hanya menyampaikan salah satu ketentuan hukum Allah SWT, bahwa haram memilih dan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Perkara ini telah menjadi ijmak (kesepakatan) para ulama.
Al-Qadhi Iyadh rahimahulLah berkata, “Para ulama telah sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang kafir; dan (jika pemimpin) menjadi kafir (murtad) maka dia diberhentikan.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, vi/315).
Jika mendasarkan pada pernyataan Ahok, berarti para ulama mu’tabar itu adalah orang-orang yang rasis dan pengecut. Sungguh, ini adalah penghinaan yang luar biasa!
Yang lebih menyakitkan lagi, kelompok liberal ini menuntut MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk dibubarkan. Mereka pun menuduh MUI terlibat politik praktis. Dengan arogan dan angkuh mereka menuding MUI provokator. Sungguh keji! Padahal yang dilakukan MUI adalah memberikan pedoman agama bagi umatnya sendiri; mengawal umat dari penyesatan dari agama mereka; sekaligus memperingatkan siapapun agar tidak main-main dengan pelecahan terhadap agama Islam. Di mana salahnya ? Justru MUI patut dipertanyakan kalau tidak memberikan sikap yang jelas dan tegas saat umat membutuhkan pedoman para ulama.
Pola-pola ‘blaming the victim’ ini memang strategi keji negara-negara imperialis. Mereka menuduh rakyat Palestina yang tidak mau berdamai, sebagai teroris dan anti perdamaian. Seolah-olah, Israel justru yang pro perdamaian. Padahal keberadaan entitas Zionis sebagai penjajah di bumi Palestina itulah yang menjadi pangkal persoalan. Pada saat yang sama, perdamaian mensyaratkan pengakuan terhadap eksistensi penjajah Zionis dan pelucutan senjata para pejuang Islam.
Umat Islam di Suriah juga menghadapi hal yang sama. Sikap mereka yang tegas menolak berkompromi dengan Bashar Assad dan tidak mau tunduk pada solusi Amerika membuat umat Islam—yang sesungguhnya menjadi korban—dijuluki sebagai teroris, garis keras dan anti perdamaian. Tidak hanya itu, atas nama perang melawan ISIS dan teroris, umat Islam seolah-olah sah untuk dibumihanguskan.
Kembali ke persoalan penghinaan al-Quran, kita kembali mengingatkan para pembela Ahok tentang firman Allah SWT: Janganlah kalian cenderung kepada orang-orang yang melakukan kezaliman yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan (TQS Hud [11]: 113).
Dalam ayat ini ditegaskan, kaum Mukmin dilarang merasa ridha, senang dan condong terhadap pelaku semua jenis kezaliman itu. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip beberapa penjelasan para ahli tafsir tentang makna ar-rukûn. Qatadah berkata, “Artinya, janganlah kalian mencintai dan menaati mereka.” Ibnu Juraih berkata, “Janganlah condong atau cenderung kepada pelaku kezaliman.” Abu al-Aliyah berkata, “Janganlah kalian meridhai perbuatan mereka.”
Ditegaskan al-Qurthubi semua pengertian itu saling berdekatan satu sama lain. Menurut Abu Hayan al-Andalusi dalam tafsirnya, Al-Bahr al-Muhîth, makna ar-rukûn adalah al-mayl al-yasîr (kecenderungan ringan). Ini berarti setiap Muslim wajib membebaskan dirinya dari kezaliman. Bukan hanya dalam praktik, namun sekadar kecenderungan sedikit saja sudah tidak dibolehkan. Az-Zamakhsyari memaparkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai cenderung kepada pelaku kezaliman. Di antaranya adalah tunduk pada hawa nafsu mereka, bersahabat dengan mereka, bermajelis dengan mereka, mengunjungi mereka, bermuka manis dengan mereka, ridha terhadap perbuatan mereka, menyerupai mereka dan menyebut keagungan mereka.
Larangan cenderung kepada pelaku kezaliman itu terkatagori haram. Sebab, orang yang melakukan itu diancam dengan sanksi yang amat berat, yakni disentuh dengan api neraka. Tak hanya itu, mereka diancam tidak akan mendapat penolong.
Wahai para pendukung Ahok, tidak adakah rasa marah ketika al-Quran dihina dan dinista? Tidakkah kalian merasa harga diri kalian telah diinjak-injak ketika para ulama dilecehkan dan direndahkan? Jika perasaan itu tidak ada, bersiaplah untuk menjadi penghuni neraka. Allohu Akbar [Farid Wadjdi]