Al-Maidah 51. Itulah ayat yang menjadi perbincangan masyarakat Indonesia saat ini. Bermunculanlah kaos berlogo ‘Al-Maidah 51’ di bagian dada. Ada juga meme (baca: mim) bertuliskan: ‘I Love al-Maidah 51’. Bahkan ketika anggota DPR RI Almuzammil Yusuf (19/10/2016) membacakan Surat al-Maidah ayat 51 dalam sidang paripurna DPR, hadirin menyambutnya dengan gema takbir.
Ayat tersebut bermakna, “Hai orang-orang beriman, janganalah kalian menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai para pemimpin (kalian); sebagian mereka adalah pemimpin atas sebagian yang lain. Siapa saja di antara kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin, sesungguh dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim (TQS al-Maidah [5]: 51).
Berkaitan dengan hal ini, Gubernur DKI Jakarta, Ahok, mengatakan, “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, karena dibohongin pake Surat al-Maidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, enggak apa-apa.”
Dia menuduh Surat al-Maidah ayat 51 dapat digunakan untuk membohongi masyarakat. Orang yang mengingatkan masyarakat dengan neraka dia tuding sebagai membodohi. Ini penistaan terhadap agama dan ulama serta para da’i secara umum. Perlawanan dari umat pun bermunculan. Al-Maidah 51 menjadi banyak disebut orang.
Berbagai aksi dilakukan oleh umat Islam, termasuk Hizbut Tahrir Indonesia, di berbagai penjuru Indonesia. Bahkan, di Jakarta aksi bentang spanduk terjadi di segenap sudut Ibukota. MUI pun mengeluarkan ‘fatwa’ bahwa Ahok telah menghina al-Quran dan atau ulama sehingga harus dihukum. Tidak kurang dari 20.000 orang melakukan demontrasi, menuntut sang penista dihukum. Para kiai bersuara sama, membela al-Quran; menuntut sang penista dihukum.
Sikap umat ini wajar belaka. Itu merupakan ekspresi keimanan mereka. Yang aneh adalah Muslim yang justru diam, apalagi membela sang penista. Orang seperti ini hakikatnya telah mati. Buya Hamka alias Haji Abdul Malik Karim Amrullah jauh-jauh hari mengingatkan, “Jika agamamu, nabimu, kitabmu dihina dan engkau diam saja, jelaslah ghiroh telah hilang darimu…. Jika ghiroh telah hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan. Sebab kehilangan ghiroh sama dengan mati…”
Sikap geram juga disampaikan oleh Ketua DPP HTI, Rokhmat S Labib. Setelah menjelaskan berbagai pendapat ulama tentang makna surat al-An’am ayat 68, beliau menegaskan, “Bertolak dari ayat tersebut dan penjelasan para ulama, maka sikap ridha dan senang, apalagi mendukung Ahok, merupakan perbuatan terlarang yang diancam dengan neraka. Betapa tidak, dengan sangat angkuh dia menyebut orang-orang yang dibodohin pakai QS al-Maidah 51 dan macem-macem. Ini sungguh penghinaan yang luar biasa. Bagaimana mungkin al-Quran yang berasal dari Allah SWT disebut sebagai alat pembodoh.”
Ada di antara mereka yang kukuh membela sang penista, bahkan terkesan menyalahkan umat Islam. Namun, mereka yang jujur tidak akan bersikap demikian. Salah satunya adalah Lewis Andre. Profesor di Universitas of Melbourne ini menyampaikan, “Ada demo anti Islam di Inggris. Ada demo anti Islam di Jerman. Ada demo anti Islam di Australia. Ada demo anti Islam di Amerika, dll. Tapi tidak ada demo anti Kristen, Hindu, Budha di Indonesia yang dilakukan umat Islam; bahkan di negara-negara mayoritas Islam sekalipun. Silahkan cari, adakah umat Islam pernah melakukan demo anti agama-agama lain di negara mayoritas muslim? Yang ada hanyalah demo umat Islam yg dilakukan terhadap ‘pribadi2’, seperti: Salman Rusdy (Inggris), Geert Wilders (Belanda), Charlie Hebdo (Perancis), dll. Dan yg terbaru adalah demo anti Ahok di Jakarta atas penistaan agama. (Sekali lagi, hanya anti Ahok!).”
Pemerhati Indonesia Muslim Activity ini lantas bertanya, “Masihkah Anda yang merasa Muslim dan yang non-Muslim menyalahkan demo yang sekarang terjadi di Jakarta dan beberapa kota lainnya hanya karena umat Islam yang peduli membela agamanya karena ada unsur penistaan? Bagaimana sikap Anda dengan “demo anti Islam” di Inggris, Jerman, Australia, Amerika, dll-nya itu?” Ia mengakhiri dengan tegas, “Jadi, sesungguhnya siapa yang fasis?”
Maling teriak maling! Tidak aneh, berbagai cara tipu-tipu dilakukan mereka untuk menjelekkan umat Islam yang membela kitab sucinya.
Sayang, hukum tak berjalan. Mati suri. Berbagai dalih dibuat. Proses hukum bagi penista ayat suci al-Quran jalan di tempat. Umat yang kitab sucinya dihina ini kembali tersakiti. Reaksi pun bermunculan kembali. Sebut saja Bachtiar Nasir dari MIUMI. Ustadz Bahtiar, begitu beliau biasa saya sapa, menegaskan, “Jika Bareskrim tidak ada progress, maka Jumat depan kita akan datangi Kapolri untuk mendesak kembali agar Ahok diproses secara hokum.”
Amirsyah Tambunan, Wakil Sekjen MUI menyampaikan ringkas kepada saya, “Harus dilawan!” Berbagai komponen umat Islam pun tak puas dengan dibiarkannya penistaan ini.
Pada Jumat pertengahan Oktober lalu, saya sampaikan kepada jamaah di Universitas Sahid, “Bila hukum tidak diterapkan terhadap penista al-Quran hanya karena dia pejabat, sungguh ini merupakan bukti kesekian kalinya bahwa hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.”
Saya menambahkan, “Bila ini terjadi, sungguh kita sedang secara sengaja, terprogram dan terencana meluncur menuju jurang kebinasaan.”
Saya lalu menyampaikan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saat berseru kepada para Sahabatnya, “Wahai manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena jika ada pejabat di antara mereka melakukan pencurian, mereka biarkan. Namun, jika yang melakukan pencurian itu adalah orang yang lemah, mereka menerapkan hukum dengan tegas.”
Seorang perempuan Kristen dihukum 14 bulan karena dia dipandang menghina agama Hindu. Berbeda dengan itu, sang Gubernur yang menista al-Quran tidak ditangkap, apalagi dihukum. Tidak dapat disalahkan apabila ada orang yang mengatakan negeri ini adalah negeri para bedebah.
Realitas ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah Muhammad saw. bahwa umat Islam itu harus punya benteng. Benteng itu adalah Imam alias Khalifah. “Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah benteng; umat berperangi di belakangnya dan dilindungi olehnya.” Begitu sabda Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Penistaan kitab suci ini semoga makin menambah keyakinan dan meningkatkan upaya perjuangan dalam menegakkan khilafah, benteng umat Islam. Insya Allah. [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]