Kapitalisme Menzalimi Wanita Jepang
Maraknya pemberitaan bunuh diri Matsuri Takahashi (24 tahun), karyawati perusahaan iklan raksasa Jepang Dentsu Inc, akibat karoshi (depresi akut sampai bunuh diri akibat bekerja terlalu keras), menurut anggota Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir Fika Komara, merupakan salah satu bukti bahwa Kapitalisme menzalimi wanita Jepang. “Kapitalisme menzalimi wanita Jepang dengan pekerjaan sampai mati,” ungkapnya seperti diberitakan hizb-ut-tahrir.info, (24/10/2016).
Mengutip data dari Biro Pemeriksaan Standar Ketenagakerjaan Jepang, Fika menyebutkan selama tahun 2015 saja setidaknya ada 93 karoshi dan satu percobaan bunuh diri karena tekanan pekerjaan.
Menurut Fika, sejarah membuktikan bahwa Kapitalisme, sejak awal dibentuk, telah merendahkan kaum perempuan dan memperlakukan mereka sebagai tenaga kerja murah atau sebagai faktor produksi. Kapitalisme hanya menerjemahkan nilai peran kaum perempuan dalam bahasa ekonomi, yakni sebagai cara untuk menghasilkan bahan dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan kapitalis, salah satunya seperti yang terjadi di Dentsu Inc.
Menurut keluarga dan salah seorang pengacaranya, Takahashi mulai bekerja di Dentsu Inc. pada bulan April 2015, dengan tugas yang berhubungan dengan pengumuman di internet pada bulan Juni. Beban kerjanya menjadi berlipat secara tajam pada bulan Oktober setelah selesai masa percobaan. Akibatnya, ia bekerja sekitar 105 jam tambahan perbulan. Ternyata beban kerja sebanyak itu jauh dari batas yang ditetapkan sesuai perjanjian antara pekerja dan manajemen.
Menurut Fika, ambisi pertumbuhan ekonomi membuat Pemerintah Jepang dengan telanjang mengorbankan kaum perempuannya. Mereka dilihat hanya sebagai pekerja dan mesin pertumbuhan ekonomi, bukan ibu dari generasi masa depan, yang memiliki kehormatan yang harus dijaga dan dilindungi.
“Akibatnya, wanita di Jepang sangat rentan menjadi korban dari tiga kondisi: cepatnya arus kehidupan materialisme kapitalistik, kebijakan ketenagakerjaan kapitalis yang tidak adil dan tidak adanya peran negara dalam perlindungan hak-hak kaum perempuan sebagai pekerja, apalagi mereka adalah warga negara,” bebernya.
Ia juga menyebut, berbagai masalah ketenagakerjaan di mayoritas negara-negara kapitalis memiliki pola tertentu seperti eksploitasi, yang tidak jauh dari tiga bentuk: (1) jam kerja yang panjang, hampir tanpa waktu istirahat yang cukup; (2) gaji rendah, yang sering tidak dibayar tepat waktu; (3) tindakan sewenang-wenang dari majikan yang menyerang mereka secara fisik dan seksual. Semua masalah ini benar-benar telah menghasilkan banyak masalah ketenagakerjaan yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang menerapkan Kapitalisme.
Mengapa Bank Riba Tetap Berjaya di Saudi Arabia?
Meskipun Bilâd al-Haramayn (negeri dua tempat suci) tengah diterpa krisis ekonomi yang parah sebagai akibat dari kebijakan ekonomi kapitalis busuk dan berbagai rekomendasinya kepada penguasa negeri ini, Aktivis Hizbut Tahrir Bilâd al-Haramayn Majid ash-Shalih, menyatakan bank-bank yang mempraktikan riba meraih laba besar dan keuntungan yang tinggi.
Laba bersih untuk 15 perusahaan saham Saudi yang terdaftar di pasar modal (perdagangan) dalam sembilan bulan pertama tahun ini naik 4,12 persen menjadi 17,87 miliar riyal (4,8 miliar dolar) dibandingkan dengan 17,2 miliar untuk periode yang sama tahun 2015.
Seperti diberitakan Al-Hayat, Sabtu (15/10/2016), empat besar peraih laba tertinggi dicapai oleh empat bank lokal secara berurutan yaitu: Saudi British Bank (SABB), Banque Saudi Fransi (BSF), Riyad Bank dan Arab National Bank.
Dalam berita itu juga, ungkap Majid, disebutkan “Modal 15 perusahaan yang diumumkan mencapai 110 miliar riyal. Riyad Bank merupakan pemilik modal terbesar yaitu 30 miliar. Lalu Saudi British Bank (SABB) dan Saudi Kayan, masing-masing memiliki modal 15 miliar riyal. Kemudian Banque Saudi Fransi (BSF) dengan modal 12,053 miliar riyal. Nilai pasar untuk saham perusahaan ini mencapai 211 miliar riyal.
Pada saat yang sama, lanjut Majid, situasi tragis menimpa sebagian besar perusahaan di berbagai sektor swasta, baik perusahaan kecil, menengah dan besar. Semua jenis pajak yang tidak adil sudah dan sedang diberlakukan oleh Pemerintah Al-Saud terhadap rakyat dan mereka yang tinggal di Bilâd al-Haramayn.
Majid pun mengungkapkan rahasia mengapa bank riba bisa tetap berjaya di Saudi Arabia. Pasalnya, bank-bank di Bilâd al-Haramayn seperti halnya semua perusahaan parasit lainnya dalam sistem kapitalis, menyadari bahwa keadaan pasar perdagangan riba saat ini tidak begitu baik. “Untuk itu mereka bekerja mengurangi kebijakan pinjaman dari sektor publik dan menuju ke pinjaman pemerintah. Ini berdampak pada kebangkrutan banyak perusahaan swasta dan menjadi gelombang yang mungkin terjadi pada skala besar di hari-hari mendatang,” bebernya seperti diberitakan hizb-ut-tahrir.info, Senin (16/10/2016).
Majid juga menyebutkan asas kebijakan para lintah darat (muraâbî) adalah pinjaman selama peminjam memiliki kemampuan untuk membayar kembali dan bisa melanjutkan peminjaman serta pengembalian selama mungkin. Namun, segera setelah tersandung sedikit, lintah darat akan berhenti memberikan pinjaman, dan menuju ladang-ladang pinjaman baru untuk menjaganya agar tetap memperoleh laba dan keuntungan. “Inilah yang sekarang terjadi di Bilâd al-Haramayn. Sektor-sektor perdagangan swasta saat ini tidak sanggup melaksanakan kewajiban mereka. Bank pun mengubah alur pinjaman menuju pinjaman Pemerintah. Negara menerima upaya-upaya untuk menjembatani defisit fiskal yang mulai menumpuk pada Pemerintah. Itu dilakukan melalui penerbitan obligasi Pemerintah serta pinjaman dari bank lokal dan internasional,” ungkapnya.
Dengan demikian, lanjut Majid, tercapailah tujuan yang paling penting dari para pemimpin Kapitalisme di dunia—Amerika dan alat-alatnya—dalam mengubah Bilâd al-Haramayn dari ekonomi dengan surplus fiskal ke ekonomi pengutang yang lemah yang mengandalkan pinjaman di semua sektornya, baik Pemerintah dan swasta.
Menurut Majid, yang dilakukan bank-bank di Bilâd al-Haramayn adalah bagian dari rencana umum, yang bertujuan untuk menundukkan rakyat dan menghilangkan kemampuannya, serta mengendalikan hartanya dari semua pihak. “Apa yang dilakukan Pemerintah Al-Saud yang bekerjasama dengan sistem Kapitalisme global merupakan kerjasama dalam dosa dan pengkhianatan serta terus melangkah yang berlawanan dengan apa yang diinginkan oleh rakyat Bilâd al-Haramayn,” pungkasnya [Riza Aulia/Joy]