Negara-negara Eropa, dengan karakter rakusnya, terus ekspansi mencari daerah jajahan baru untuk menumpuk pundi-pundi kekayaannya. Mereka menjarah daerah-daerah yang berada di wilayah Khilafah Turki Utsmani meski dalam posisinya jauh dari pusat kekuasaan. Apa yang ada di daerah baru, yang itu bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhannya dan memperkaya diri, dengan rakus akan mereka kuasai dan diangkut ke negara asal mereka. Mereka juga mengeliminasi bahkan menghancurkan syariah Islam yang sudah menjadi tradisi, baik dalam kemasyarakatan maunpun dalam sistem perundangan negara, termasuk dengan menggunakan cara-cara brutal sekalipun.
Kondisi ini juga tampak dalam ekspansi Eropa menemukan daerah baru di Jazirah Afrika. Perjuangan Eropa untuk membangun benteng dan pos perdagangan di pantai Afrika Barat dari sekitar pertengahan 1600-an sampai pertengahan 1700-an merupakan bagian dari rencana besar untuk perluasan perdagangan dan kerajaan di Atlantik. Inggris, sebagai pendatang baru untuk perdagangan budak, menemukan bahwa mereka bisa bersaing dengan Belanda di Afrika Barat, yakni hanya dengan membentuk perusahaan perdagangan nasional.
Upaya persaingan perebutan daerah jajahan pun dimulai. Inggris dengan cepat membuat perusahaan perdagangan sebagai kedok intervensi secara langsung untuk memuluskan rencananya. Perusahaan Inggris pertama yang efektif adalah Perusahaan dari Royal Adventurers. Perusahaan ini disewa secara khusus oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1660. Namun, Inggris baru berhasil dengan gemilang menguasai perdagangan di Afrika Barat pada tahun 1672 ketika menggunakan Perusahaan Royal Afrika.1
Hanya dengan sebuah perusahaan monopoli, Inggris mampu membangun dan mempertahankan benteng yang dianggap penting untuk memegang saham perbudakan dan barang perdagangan di Afrika Barat secara umum. Pada awal abad ke-18 akhirnya Inggris dan Prancis mampu menghancurkan dominasi Belanda pada perdagangan Afrika Barat. Lalu pada akhir Revolusi Prancis dan Perang Napoleon berikutnya (1799-1815), Inggris telah menjadi kekuatan komersial dominan di Afrika Barat.
Pada tahun 1821, untuk semakin memperkuat posisi dan mengetahui kondisi medan yang sebenarnya, Pemerintah Inggris memberikan bantuan dana untuk melakukan ekspedisi ke daratan daerah bagian selatan dunia. Pada ekpedisi ini tentara Inggris, yakni Hugh Clapperton, berhasil sampai di utara kano dan barat di sakoto. Namun, ekspedisi tersebut terhenti pada tahun 1825 karena Clapperton meninggal dan akhirnya anak buah dari Clapperton memutuskan untuk meninggalkan Afrika dan kembali ke Inggris. Pada tahun 1830 Pemerintah Inggris memerintahkan saudara dari Clapperton untuk meneruskan ekspedisi di Afrika. Pada ekspedisi kali ini ia berhasil sampai ke Pantai Lagos yang diteruskan oleh tentara Inggris untuk dikuasai. Setelah menguasai seluruh Pantai Lagos, Inggris memberi nama daerah, yaitu Royal Niger Company Territories,2 sebelum berganti nama menjadi Nigeria. Daerah tersebut digunakan oleh Inggris sebagai aktivitas perdagangan.
Selanjutnya Nigeria menjadi negara kekuasaan terbesar Inggris di Afrika Barat dengan kekayaan sumberdaya alam yakni emas, timah, batubara, minyak bumi dan berbagai macam bahan mentah. Nigeria merupakan koloni dan daerah protektorat. Koloni Lagos didirikan sejak 1862. Pada 1900 secara resmi pemerintahan Niger Coast Protectorate berakhir dan diserahkan kepada Pemerintah Inggris. Jabatan konsul dan sebagainya diganti dan disesuaikan dengan jabatan-jabatan dalam administrasi pemerintahan Inggris. Nigeria semakin dipertegas menjadi negara kolonial dan protektorat Inggris tatkala ada penyerahan kekuasaan Royal Niger Company Territories kepada pemerintahan Inggris pada tahun 1900. Sir Frederick Lugard menjabat High Commissioner yang pertama untuk protektorat Nigeria Utara. Pada tahun 1908-1909 hampir seluruh wilayah di Nigeria dikuasai oleh Inggris. Hanya daerah di sebelah utara koloni Lagos yang waktu itu masih merdeka. Hal ini disebabkan karena perjanjian 1893, Sir Gilbert Carter (Gubernur Lagos) menjamin kemerdekaan suku Egba. Pada 1912 di daerah tersebut terjadi pemberontakan melawan Alake, tetapi dengan bantuan tentara dari Lagos, pemberontakan tersebut dapat ditindas. Pada 1914 Alake terpaksa menerima perjanjian yang berisi bahwa ia harus menyerahkan daerahnya kepada pemerintahan Inggris. Pada 1922 Nigeria mendapatkan tambahan daerah di bagian timur, yaitu bekas koloni Jerman-Cameroon yang dijadikan daerah mandat dan diserahkan kepada Inggris dan Prancis karena kekalahan Jerman pada Perang Dunia Kedua yang menjadikan negara jajahan Jerman di Afrika untuk dibagikan kepada Inggris dan Prancis.
Untuk memuluskan kekuasaannya, Inggris melakukan strategi licik yakni politik devide and rule; dengan memecah- belah struktur sosial di Nigeria. Dengan strategi ini Inggris berhasil menciptakan para elit lokal yang tujuannya menjadi perantara Inggris untuk menggalang dukungan dari penduduk setempat. Pendekatan lainnya guna mengambil hati para penduduk, yaitu Inggris memberikan pelatihan keterampilan membaca dan administrasi dasar bagi para penduduk setempat. Namun, dampak yang dihasilkan dari kelakuan Inggris tersebut adalah di Nigeria sering terjadi konflik atas etnis yang disebabkan karena politik devide and rule tersebut.
Inggris juga menerapkan politik adu domba. Dampaknya, sering terjadi konflik etnis di Nigeria. Tak hanya konflik antaretnis, konflik antaragama juga terjadi di Nigeria; mayoritas penduduk di bagian Utara Nigeria beragama Islam, sementara di bagian Selatan mayoritas beragama Kristen. Hal itu karenakan di Utara memiliki pengaruh Islam yang kuat dari Timur Tengah. Adapun di Selatan memiliki pengaruh Kristen yang kuat saat kolonialisme Inggris.
Tatkala Inggris sudah menancapkan kekuasaannya di Nigeria, Inggris menerapkan beberapa kebijakan, di antaranya menerapkan kekuasaan otoritarian. Saat Inggris berkuasa mereka menetapkan sistem indirect rule dengan meninggalkan wakilnya ataupun orang asli Inggris untuk menjalankan pemerintahan yang didesain sedemikian rupa untuk menunjang kepetingan ekonomi Inggris. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Inggris juga menggandeng para emir atau kepala suku yang dapat dipercaya untuk Inggris.
Inggris juga melakukan intervensi. Inggris melatih para perwakilan atau kepala suku mereka untuk menjalankan pemerintahan dalam mewujudkan kepentingan ekonomi Inggris. Dengan modus mengkampanyekan kebebasan hak-hak individu dan pasar, Inggris bebas sangat berharap agar masyarakat Nigeria mendukung pemerintahan tersebut.
Dengan kekuatan kolonial inilah akhirnya Inggris mulai masuk dan menjarah Nigeria. Akibatnya, kehidupan komunitas Islam di sana mulai terjepit. Dimulai ketika diberlakukan Pax Brittanica3 yang mengatur agar setiap Muslim yang akan bepergian atau membangun masjid harus mendapatkan izin dari pemerintah kolonial. Namun sebaliknya, bagi pemeluk Kristen tidak dikenakan aturan serupa. Syariah Islam yang pada awalnya diterapkan dalam seluruh sendi kehidupan mulai dilucuti satu persatu. Islam selanjutnya dimarginalkan. Lebih dari itu, Inggris beserta Barat, melalui kaki tangannya berusaha keras untuk membendung penerapan syariah Islam oleh negara di Nigeria.
Kerajaan Sokoto dan Borno mulai melemah. Namun, komunitas Muslim menyebar ke Selatan, yaitu ke Etsako, Niger-Benue dan kota-kota wilayah Yoruba, semisal Ogbomoso, Oyo, Ibadan, Sagamu, Ijebu-Ode dan Abeokua. Budak-budak Muslim yang berasal dari suku Hausa menyatu secara sosial-politik di kota-kota tersebut dan menjadikan Islam sebagai simbol Yoruba untuk menolak penetrasi kebudayaan Inggris.
Padahal sebelumnya, Islam berkembang sangat pesat di seluruh Afrika Barat, tidak hanya di Nigeria. Bahasa Arab pun dijadikan sebagai alat komunikasi internasional di kawasan itu sampai dengan abad ke-15. Ini seiring dengan kemenangan Islam di Andalusia (sekarang Spanyol). Ketika Portugis memasuki Afrika Barat pada abad ke-15, dalam rangka perdagangan budak, penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi mulai berkurang. Hal ini berlanjut sampai dengan masuknya Prancis dan Inggris pada abad ke-19. Dua negara terakhir inilah yang akhirnya menguasai sebagian besar wilayah Afrika Barat.
Walhasil, Islam pun akhirnya berhasil ditanggalkan dari supremasi hukum dan kekuasaan di negara Nigeria. [Dari berbagai sumber].
Catatan kaki:
1 http://www.photius.com/countries/nigeria/economy/nigeria_economy_early_british_imperi~10008.html
2 Royal Niger Company adalah sebuah perusahaan dagang yang disewa oleh pemerintah Inggris pada abad kesembilan belas. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1879 sebagai United African Company dan berganti nama menjadi National African Company pada tahun 1881 dan lagi sebagai Royal Niger Company pada tahun 1886. Meskipun perusahaan ada untuk waktu yang relatif singkat (1879 – 1900), itu sangat berperan dalam pembentukan kolonial Nigeria dan mendirikan benteng melawan perluasan wilayah Jerman di bawah wilayah Niger River. Pada 1 Januari 1900 wilayah perusahaan dikendalikan menjadi Southern Nigeria Protektorat, yang kemudian disatukan dengan Utara Nigeria Protektorat pada tahun 1914 untuk membentuk koloni dan Protektorat dari Nigeria.
3 Pax Britannica adalah periode damai di Eropa dan dunia selama Imperium Britania menguasai sebagian besar rute utama perdagangan maritim dan memperoleh kekuasaan lautan yang tak tertandingi.