Pada tanggal 11 Oktober lalu dunia memperingati International Day of the Girl Child, atau Hari Anak Perempuan Internasional. Peringatan ini sudah dimulai sejak tahun 2012 dan diperingati di berbagai penjuru dunia. Bahkan pada tahun 2013 di seluruh dunia, ada sekitar 2.043 acara. Indonesia pun ternyata tidak ketinggalan. Pada perayaan tahun ini, Plan International Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak (KPPPA) serta Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mengadakan even ‘Girl Leadership: Sehari Jadi Menteri’. Menteri Yohana Yembise menyatakan dukungannya terhadap event ini. Acara ini adalah bagian dari gerakan pemberdayaan anak perempuan bertajuk ‘Because I Am A Girl’ atau BIAAG Movement, yang digagas Plan International. BIAAG Movement sejalan dengan misi Pemerintah: mendorong anak perempuan untuk tampil dan berprestasi di berbagai bidang. Anak perempuan harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk belajar, memimpin, mengambil keputusan, dan berkembang dengan potensi maksimalnya.
Kampanye Kesetaraan Gender
Peringatan Hari Anak Perempuan Internasional ini dimulai dari sebuah proyek Plan Internaional, sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di berbagai penjuru dunia. Ide untuk memperingati satu hari internasional khusus untuk anak perempuan muncul dari kampanye “Because I Am a Girl” yang dilakukan oleh Plan International untuk meningkatkan kepedulian tentang pentingnya memperhatikan para gadis secara global, khususnya di negara berkembang. Perwakilan Plan international yang berada di Kanada melakukan pendekatan kepada pemerintahan Kanada untuk mencari dukungan dalam meningkatkan kepedulian inisiatif internasional, juga mendesak PBB untuk terlibat. Akhirnya, pada sidang ke 55 Komisi PBB tentang Status Perempuan, pada 19 Desember 2011 Majelis Umum PBB menyepakati Resolusi 66/170 yang memutuskan bahwa tanggal 11 Oktober 2012 diperingati sebagai International Day of the Girl Child.
Dalam resolusi itu, PBB menyatakan bahwa Hari Anak Perempuan Internasional mengakui pemberdayaan dan investasi pada anak perempuan. Pemberdayaan itu penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pencapaian semua tujuan Millennium Development Goals, termasuk pemberantasan kemiskinan. Dengan kampanye itu, diharapkan partisipasi yang berarti dari perempuan dalam pengambilan keputusan. Posisi kunci tersebuat akan berpengaruh untuk memutus lingkaran diskriminas dan kekerasan, juga berperan penting dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi mereka secara penuh dan efektif. Karena itu dibutuhkan dukungan aktif dan keterlibatan dari orang tua, wali hukum, keluarga dan penyedia perawatan. Kampanye ini juga harus melibatkan anak laki-laki, laki-laki (dewasa) dan masyarakat luas.
Setiap tahun peringatan Hari Anak Perempuan Internasional memiliki tema tertentu. Tema pada tahun pertama, 2012 adalah “Mengakhiri Pernikahan Anak”; tahun 2013, “Berinovasi untuk Pendidikan Anak Perempuan”, tahun tahun 2014, “Memberdayakan Gadis Remaja: Mengakhiri Siklus Kekerasan” dan tahun 2015. “Kekuatan Gadis Remaja: Visi untuk Tahun 2030”. Adapun tema pada tahun 2016 adalah, “Kemajuan Anak Perempuan: Apa Hitungan untuk Anak Gadis”.
Jelaslah, Peringatan Hari Anak Perempuan Internasional diadakan sebagai sarana baru untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender, yang secara khusus menyasar para anak perempuan. Sebelumnya telah dilakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender secara sistematis dengan berbagai konvensi dan kesepakatan global yang dibentuk oleh badan dunia.
PBB pada tahun 1946 membentuk Commision of The Status of Women sebagai badan yang secara eksklusif mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Konferensi perempuan internasional yang pertama diadakan pada tahun 1975 di Mexico, dan pada saat itu juga dicanangkan untuk pertama kalinya Peringatan Hari Perempuan Internasional.
Upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender makin kuat ketika Majelis Umum PBB mengadopsi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sebagai instrument internasional yang komprehensif untuk melindungi hak-hak asasi perempuan. Selanjutnya pada tahun 1979 dan diadakan The International Conference on Population and Development pada tahun 1994 di Kairo, yang dianggap sebagai landasan gerakan ketika komunitas global menyepakati bahwa terwujudnya hak perempuan dan gadis adalah kunci yang akan mengarahkan pembangunan berkelanjutan. ICPD ini juga menyuarakan visi baru untuk populasi, pembangunan dan kesejahteraan. Visi ini memposisikan pemberdayaan perempuan pada pusat pembangunan dan menempatkan hak asasi perempuan dan pasangannya untuk mengontrol kesuburan mereka sendiri sebagai jantung kebijakan dan program kependudukan, yang kemudian melahirkan adanya hak kesehatan reproduksi perempuan.
Langkah mewujudkan pemberdayaan perempuan makin nyata ketika dalam konferensi perempuan dunia yang keempat pada tahun 1995 yang diadakan di Beijing, secara bulat 189 negara menyepakati the Beijing Declaration and Platform for Action. Deklarasi ini mendefinisikan kerangka tujuan dan landasan aksi dalam 12 area kritis untuk memajukan hak asasi perempuan. Langkah ini diperkuat dengan pengadopsian MDGs oleh para pemimpin dunia pada tahun 2000. Ada delapan tujuan yang hendak dicapai pada akhir 2015. Setiap tujuan dikaitkan dengan kemajuan kesetaraan gender. Secara khusus tujuan ke tiga adalah seruan untuk mempromosikan kesetaraan gender.
Setelah mencanangkan Hari Anak Perempuan Internasional, upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender masih terus digaungkan, bahkan kepada kaum pria melalui kampanye HeForShe pada tahun 2014. Pasalnya, pada pada tahun 2015 kesetaraan gender belum terwujud, bahkan masih jauh dari yang diharapkan. Karena itu dicanangkan perwujudan kesetaraan gender secara optimal dengan program Planet50x50 pada tahun 2030 dan Step It Up.
Kembalilah ke Identitas Remaja Muslimah Sejati
Kesetaraan gender yang dikampanyekan oleh dunia global sesungguhnya membawa berbagai konsekuensi. Hal yang ingin diwujudkan bukan hanya kesamaan akses anak perempuan dan kaum perempuan dalam layanan pendidikan, kesehatan, kecukupan gizi, atau kesamaan di depan hukum. Tujuan intinya adalah kesamaan dalam akses dan partisipasi penuh perempuan dalam struktur-struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan, hak dan kemandirian perempuan, juga memajukan harmonisasi kerja dengan tanggung jawab terhadap keluarga bagi perempuan dan laki-laki. Beberapa hal yang tercakup dalam makna kesetaraan gender tersebut jelas bertentangan dengan Islam, bahkan akan membahayakan tatanan masyarakat Islam.
Islam sebagai aturan yang sempurna sangat menghormati dan memuliakan perempuan. Di hadapan Allah SWT, perempuan sama posisinya dengan laki-laki. Ada berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh perempuan sebagaimana kewajiban laki-laki, seperti shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, pergi haji ke Baitullah, berkata jujur, amanah, menuntut ilmu, menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, dll. Namun, Allah SWT pun telah menentukan peran masing-masing sesuai dengan kodratnya, tanpa merendahkan satu jenis dari yang lainnya. Peran yang sesuai dengan kodrat ini telah ditetapkan Allah SWT agar terbentuk kehidupan yang harmonis sehingga terbentuk pula masyarakat yang ideal dalam membangun peradaban manusia yang mulia.
Allah SWT menetapkan laki-laki sebagai kepala keluarga, pemimpin perempuan dan wajib bekerja untuk mencari nafkah. Sebaliknya, perempuan Allah SWT perintahkan agar berperan sebagai istri, pengatur rumah dan ibu generasi. Ia tidak dibebani mencari nafkah. Ini tidak berarti merendahkan perempuan. Demikian pula ketika Allah SWT menetapkan hanya laki-laki yang boleh menduduki jabatan sebagai penguasa dan melarang perempuan memegang tampuk kekuasaan. Ini pun tidak berarti merendahkan perempuan. Bahkan sebaliknya, aturan yang berbeda itu ditetapkan Allah untuk kebaikan masyarakat, yang terdiri atas perempuan dan laki-laki, yang tersusun atas banyak keluarga. Ketetapan Allah ini akan menjamin kekokohan keluarga yang menjadi penyangga masyarakat, juga menjamin kualitas generasi yang akan meneruskan peradaban manusia pada masa yang akan datang.
Oleh karena itu, kampanye kesetaraan gender dengan segala bentuknya dalam semua aspek kehidupan justru akan merusak tatanan masyarakat yang akan dibangun oleh Islam. Demikian halnya peringatan Hari Anak Perempuan internasional, yang juga menjadi sarana kampanye kesetaraan gender jelas membahayakan remaja Muslim, khususnya remaja Muslimah. Kampanye itu mengajak remaja Muslim untuk melepas identitas kemuslimannya untuk diganti dengan identitas global. Apalagi kesetaraan gender ini lahir dari realitas masyarakat Barat. Mereka hidup dengan menjunjung tinggi kebebasan dan menjadikan dunia sebagai tujuan. Tentu, makin jelaslah pertentangannya dengan Islam.
Islam sudah menetapkan identitas yang khas atas penganutnya, termasuk remaja Muslimah. Islam memerintahkan setiap Muslim untuk terikat dengan aturan Allah secara kâffah. Kekhasan identitas Islam ini sesungguhnya menjadi sumber kemuliaannya di hadapan Allah SWT, baik dunia maupun akherat.
Karena itu, wahai remaja Muslimah, tetaplah diri kalian pada jalan Rabb kalian. Tetaplah dalam identitas sejati sebagai Muslimah. Jangan tergoda dan terpedaya dengan mulut manis kampanye kesetaraan gender atas nama kesamaan hak, kebebasan perempuan, pemberdayaan dan kemandirian perempuan; apapun namanya. Sesungguhnya itu adalah perangkap halus untuk mencabut diri kalian dari identitas sejati kalian yang mulia. Semua itu tidak saja akan menjerumuskan diri kalian saja, namun juga akan membahayakan dan menghancurkan tatanan keluarga dan masyarakat Muslim. Ia juga perangkap halus yang akan menjauhkan diri kalian dari rahmat Allah, tidak hanya di dunia saja, namun juga akan memasukkan kalian ke dalam siksa api neraka yang menyala-nyala. []