Soal:
Tidak sampai dua minggu sejak perang di Aleppo dimulai tanggal 26/11/2016, terjadi sejumlah pembicaraan seputar penarikan dan evakuasi warga sipil dan pejuang. Lalu tidak sampai seminggu setelah itu, nyaris bagian timur Aleppo kosong dari penduduknya baik warga sipil, kombatan dan keluarga mereka.
Ribuan orang berkumpul di alun-alun di Aleppo timur, Suriah, menunggu bus yang membawa mereka keluar dari daerah yang ada di bawah kontrol oposisi. Mereka berada dalam proses evakuasi yang diharapkan oleh Komite Internasional Palang Merah untuk berlanjut pada hari Ahad. Warga mengatakan, sekitar 15 ribu orang berkumpul di alun-alun utama di Distrik Sukkari di Aleppo. Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil yang tersisa di kantong terakhir yang dikuasai oposisi. Sebagian besar mereka berasal dari keluarga pejuang dan warga sipil lainnya, dan sejumlah kecil pejuang. Komite Internasional Palang Merah memberikan nomor bagi setiap keluarga untuk ijin menaiki bus ketika bus-bus itu tiba (Reuters Arabic and international, 18/12/2016).
Apa yang membuat percepatan dalam (penyerahan) Aleppo timur kepada rezim, padahal berbagai laporan sebelumnya mengatakan bahwa Aleppo bisa melawan rezim minimal satu tahun? Apa sebab kelemahan para pejuang? Ataukah itu merupakan konspirasi dari para konspirator?
Jawab:
Aleppo telah mengalami serangan brutal dan sengit yang dikelola dan direncanakan oleh Amerika. Pelaksananya adalah Rusia, Iran serta pengikut dan kelompoknya. Meski serangan-serangan ini ibaratnya sampai membuat gunung-gunung kewalahan, Aleppo melawan dan bertahan. Himpunan massa itu kembali terluka dengan apa yang menyakitkan mereka dan membuat mereka berdarah. Hal itu mungkin berlangsung dalam jangka waktu lama. Akan tetapi, Amerika memerintahkan Turki untuk melakukan intervensi ke perbatasan Aleppo, bersekongkol dengan Rusia dan menelantarkan faksi-faksi yang terikat dengan Turki. Turki menekan mereka untuk mundur dan menarik diri secara berulang-ulang. Hal itulah yang menciptakan kekacauan dan kemudian terjadi apa yang menyerupai “penyerahan” Aleppo. Turki ditugaskan untuk menjalankan rencana-rencana Amerika dengan berkoordinasi dengan Rusia sehingga memungkinkan rezim masuk ke timur Aleppo. Begitulah yang terjadi.
Jadi, yang menjatuhkan Aleppo ke tangan rezim bukan pasukan rezim, tetapi persekongkolan para konspirator sesuai rencana yang disepakati antara Rusia dan Turki dengan supervisi dari Amerika. Putin telah mengungkapkan masalah ini dan tidak menutupi rekannya, Erdogan. Putin bahkan menyingkap itu di depan mata bayak orang dalam konferensi pers! Putin mengatakan dalam konferensi pers bahwa apa yang terjadi di Aleppo adalah terjemahan dari apa yang disepakati dengan Erdogan dalam kunjugannya ke St. Petersburg. Presiden Rusia Vladimir Putin meledakkan peluru politik ketika menyingkap operasi evakuasi orang-orang bersenjata dari timur Aleppo. Hal itu dicapai selama kunjungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ke St. Petersburg pada bulan Agustus lalu. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Tokyo, hari Jumat, bahwa Moskow sepakat dengan Ankara atas kontribusi Turki dalam mengeluarkan orang-orang bersenjata yang akan setuju meletakkan senjata demi melindungi warga sipil, sebelum segalanya. Putin menambahkan, “Jika kita menilai dari apa yang saya lihat, apa yang terjadi adalah persis apa yang kami sepakati dengan Presiden Turki selama kunjungannya ke St. Petersburg.” (Elaf, 16/12/2016, Sputnik News, 16/12/2016).
Saya bisa menutup jawaban dengan pernyataan Putin tersebut. Akan tetapi, saya akan menjelaskan lebih banyak bagaimana Aleppo—Aleppo kelabu, Aleppo yang heroik dan tidak mau dihina karena tahu harga dirinya—telah ditikam di tempat pembunuhan oleh Turki. Aleppo juga ditikam oleh faksi-faksi yang lari dari medan peperangan akibat ketergantungan pada uang kotor yang disuapkan kepada mereka. Uang itu berasal dari pintu negara-negara yang berkhianat kepada Allah SWT, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.
Oleh karena itu, saya akan menjelaskan hal ini lebih banyak. Pertama: Para revolusioner di Aleppo dan sekitarnya tidak pernah lemah sampai pada tingkat bisa dijebol dalam waktu singkat! Dalam jangka waktu sekitar dua minggu, mulai tanggal 26/11/2016, pasukan rezim dan sekutu-sekutunya masuk ke Distrik Hanano, salah satu distrik terbesar Kota Aleppo. Mereka maju menyapu Shakhur, kemudian Sya’ar dan sekitar Aleppo lama. Majunya pasukan rezim itu begitu mudah secara tidak terduga. Sebabnya, tidak ada perlawanan yang mereka hadapi. Setelah istirahat dua hari, pasukan rezim mulai maju ke poros-poros selatan kota dan menduduki bahkan membakar Distrik Sheikh Saeed. Itu menjadi pembantaian dan operasi mengerikan. Semua ini untuk meneror para tentara yang menolak meninggalkan Aleppo dan memaksa mereka keluar cepat dari Kota Aleppo.
Sejak awal operasi militer terhadap Aleppo itu, Turki bergerak bersama Rusia di seputar arena Suriah. BBC pada tanggal 2/12/2016 menyebutkan, “Cavusoglu mengatakan bahwa Turki berkonsultasi dengan Rusia dan Iran, dua sekutu Assad; juga dengan Suriah dan Libanon, untuk mencapai solusi bagi krisis Suriah. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendiskusikan isu Suriah melalui telepon dengan sejawat Rusia-nya Vladimir Putin setidaknya tiga kali dalam seminggu terakhir. Adapun Cavusoglu bertemu dengan Menteri luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Turki pada hari Kamis untuk membahas topik yang sama.”
Pergerakan ini adalah untuk melaksanakan pembantaian berdarah di Aleppo, selangkah demi selangkah, setelah dirancang rincian-rinciannya bersama dengan Washington. Lalu Turki dan Rusia serta yang berafiliasi kepada mereka segera melaksanakannya.
Kedua: Para pejabat Turki, selama periode yang mendahului implementasi rencana itu, telah mengeluarkan pernyataan-pernyataan aneh dan tidak biasa dari sebelumnya tentang pengusiran “teroris” dari Aleppo. “Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu meminta penghentian bentrokan di Aleppo, utara Suriah. Dia menyeru Jabhah Fatah Syam—sebelumnya Jabhah an-Nushrah—agar keluar dari Aleppo segera.” (Al-Jazeera Net, 27/10/2016).
Hal itu terjadi setelah Pertemuan Lausanne yang dipimpin oleh Amerika mengenai Suriah. Dalam periode itu, Amerika menyiapkan arena dengan pihak Turki sebagai pemain yang lebih sensitif di sana. Pada hari berikutnya, retorika pernyataan-pernyataan Turki meningkat secara signifikan. Etihad Press pada 17/10/2016 memberitakan, “Menteri Luar Negeri Turki Mevlud Cavusoglu mengatakan bahwa ‘harus dilakukan pembersihan Aleppo dari teroris an-Nushrah segera. Oposisi Suriah harus memisahkan diri darinya’. Hal itu hanya satu hari setelah pertemuan para menteri luar negeri Rusia, Amerika, Iran, Irak, Mesir, Turki, Arab Saudi, Qatar dan Yordania; ditambah utusan khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, di Kota Lausanne Swiss. Inilah sikap pertama Turki dari jenis sikap ini terhadap Jabhah an-Nushrah yang diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh PBB.”
Adapun tentang kesepakatan antara Rusia dan Turki, Turk Press sejak awal telah menyebutkan pada 31/10/2016, mengutip Koran Yeni Safak Turkish dari sumber-sumber yang tidak diungkap, bahwa kesepahaman telah tercapai antara Turki dan Rusia. Menurut proyek baru Rusia-Turki itu, akan dilakukan pengembalian kondisi di Aleppo, perkampungan Al-Lataqiya, Idlib, al-Hasakah, Deir ez-Zor dan Raqqa kepada kondisi sebelum Perang Suriah dimulai, dengan memperhatikan struktur demografi wilayah-wilayah itu. Kemudian Turki-Erdogan bergerak sangat cepat—dan dengan koordinasi erat dengan Rusia—untuk mengim-plementasikan kesepakatan “penyerahan” Aleppo!
Ketiga: Amerika sedikit bersembunyi di balik tirai. Adapun Erdogan tampil dan disinari lampu di sekitarnya di pentas Suriah. Secara bersamaan waktunya dengan serangan atas Aleppo, Turki secara tiba-tiba mengumumkan perundingan yang dilakukan antara penjahat Rusia dan delegasi negosiator oposisi yang diikuti oleh Ahrar asy-Syam, Jaisy al-Mujahidin, Failaq Syam dan faksi-faksi Jabhah asy-Syamiyah (Turk Press, 08/12/2016). Delegasi ini telah jatuh dalam jeratan Erdogan yang telah dipersiapkan di Washington. Negosiasi ini adalah jendela yang memungkinkan Rusia dan Erdogan melemparkan guncangan ke medan Aleppo. Rusia meminta Fatah asy-Syam keluar dari Aleppo. Itu terjadi seiring dengan awal pertempuran darat di Aleppo. Meskipun itu adalah tuntutan Rusia yang telah diumumkan sejak beberapa waktu lalu, pemaparan hal itu di Ankara, yang dihadiri dan diatur oleh para pejabat Turki, telah membawa pesan kuat kepada oposisi bersenjata bahwa Turki ingin memisahkan mereka dari “teroris”.
Negosiasi itu terus berlangsung di atas pembantaian dan teror yang terjadi di Aleppo. Lalu hari berikutnya, Rusia menuntut semua pejuang keluar dari Aleppo. Ketika para negosiator dari oposisi bersenjata yakin bahwa tuntutan Rusia itu juga merupakan tuntutan Turki, maka mereka menekan oposisi di Aleppo untuk menarik diri dan keluar, yakni menyerahkan Kota Aleppo kepada rezim dan sekutunya. Ketika menjadi jelas bahwa delegasi negosiator di Ankara dan representasi oposisi bersenjata itulah yang menghembuskan angin panas penelantaran di dalam Aleppo selama berlangsungnya teror yang dilakukan oleh Russia, Iran dan rezim secara darat dan udara, maka para revolusioner dari dalam Aleppo menyampaikan kepada delegasi negosiator bahwa mereka tidak akan menarik diri dari kota dan mereka akan mempertahankannya. Lalu diumumkanlah pembentukan Tentara Aleppo (Jaisyu Halab).
Keempat: Rusia mulai menyiarkan berita yang menjelaskan bahwa sebagian dari para revolusioner telah tunduk pada tekanan Turki. Apalagi para pemimpin militer dan politiknyalah yang bernegosiasi dengan Rusia dan Turki di Ankara. Channel Russia Today pada 06/12/2016 mengumumkan, “Rodsqui menyebutkan bahwa hampir 3.500 orang bersenjata oposisi moderat meletakkan senjata mereka dan menyerah. Sebayak 3.000 dari mereka mendapat amnesti.”
Rusia melaporkan hal serupa selama pertempuran. Intinya, hal itu merupakan operasi mengeluarkan elemen-elemen yang berafiliasi ke Turki dan penyerahan distrik-distrik tempat mereka berada sebelumnya kepada pasukan rezim dan sekutunya, juga kepada faksi-faksi Kurdi yang bersekutu dengan rezim. Begitulah, faksi-faksi itu memenuhi penelantaran Turki dan tunduk pada tekanan Turki secara langsung, atau melalui delegasi negosiator, atau melalui para komandan militer dan politik yang bersembunyi di Turki yang bergelimang harta kotor beracun yang diberikan oleh Turki, Arab Saudi, Qatar dan lain-lain. Ketika faksi-faksi itu berlepas diri dari pertempuran di Aleppo, baik hal itu keluar dalam adegan “penyerahan” diri mereka kepada pasukan rezim dengan jaminan Turki, ataukah dengan menarik diri ke belakang dalam adegan kekalahan dan menelantarkan faksi-faksi yang tersisa khususnya selatan Aleppo, maka operasi “penyerahan” Aleppo telah terjadi secara riil. Seandainya tidak ada adegan-adegan itu niscaya pasukan penjahat tidak bisa dengan begitu cepat menguasai Aleppo, benteng revolusi di Suriah utara dan duri besar di tenggorokan Amerika.
Perkiraan-perkiraan militer memperkirakan perlawanan di Aleppo mampu untuk bertahan satu tahun penuh. Demikian juga apa yang dilansir Asia News pada 07/12/2016, “Laman-laman oposisi mengutip bocoran tentang para pemimpinnya dan menyifati mereka sebagai ‘pengkhianat terhadap revolusioner’.” Diberitakan bahwa beberapa pemimpin faksi bersenjata di Aleppo melakukan pembicaraan dengan Washington untuk menyerah dan mengosongkan seluruh kota, mulai Rabu pagi. Apa yang mereka gambarkan di laman-laman mereka bahwa itu adalah “kesepakatan Rusia-Amerika yang memaksa pemimpin untuk menyerahkan Aleppo kepada pemerintah Suriah dan Iran.” Demikian menurut ungkapan mereka.
Kelima: Di sisi militer dan paralel dengan operasi di Aleppo, Turki mulai membuka front lain di Kota al-Bab melawan ISIS. Itu merupakan racun lain yang dihembuskan oleh Erdogan untuk menyukseskan penyerahan Aleppo. Dengan begitu ada justifikasi dan motif yang menyerukan para tentara agar segera keluar dari Aleppo karena kebutuhan Turki kepada mereka di Kota al-Bab yang persis bersamaan waktunya dengan operasi terhadap Aleppo. Perlindungan terhadap kaum Muslim di Aleppo dan pembelaan terhadap mereka tidak bernilai apa-apa dalam tradisi Presiden Turki Erdogan. Bahkan ia sangat ingin melaksanakan proyek-proyek Amerika tanpa mempedulikan akibatnya di dunia dan akhirat. Bersamaan dengan penelantaran Turki terhadap faksi-faksi yang loyal kepadanya, juga tekanannya yang kuat untuk bergabung dengan pertempuran al-Bab dalam operasi “Perisai Eufrat”, hal itu berpengaruh dalam memperlemah front Aleppo. Penelantaran itu mencapai puncaknya pada 08/12/2016 terhadap para pejuang yang mempertahankan Distrik Sheikh Saeed di selatan Kota Aleppo. Di distrik ini, pasukan rezim dan sekutu-sekutunya tidak bisa mendapat kemajuan. Para revolusioner menghalangi mereka dengan kuat selama dua minggu terakhir. Akan tetapi, beberapa faksi yang loyal kepada Turki menarik diri dengan dalih pertempuran di al-Bab membuat bingung dan melemahkan front. Berikutnya, penarikan diri itu mempersempit distrik tersisa yang ada di bawah kendali revolusioner dan membuat mereka mundur ke bagian barat daya, seperti ke bagian Distrik Shalahuddin dan Sukkari, di area sempit. Itu terjadi setelah sejumlah besar warga sipil yang lari dari distrik-distrik lainnya menumpuk di sana.
Di sini dan secara mengejutkan tidak kalah mengerikan, Turki mengumumkan telah mencapai kesepakatan dengan Rusia untuk mengevakuasi orang-orang bersenjata dan warga sipil dari Aleppo. “Sumber-sumber di oposisi Suriah menegaskan bahwa telah disepakati dengan rezim Assad gencatan senjata dan pengosongan distrik yang dikepung di timur Aleppo dari warga sipil dan orang-orang bersenjata. Pelaksanaannya akan dimulai pada Rabu pagi. Kantor berita Prancis AFP mengutip dari pejabat di kelompok Nuruddin Zanki yang mengatakan bahwa kesepakatan itu dicapai di bawah pengaturan Rusia-Turki, dan penerapannya akan dimulai dalam beberapa jam mendatang. Menteri Luar Negeri Turki Mevlud Cavusoglu mengumumkan hari ini bahwa negaranya akan meningkatkan kontak dengan Rusia untuk mencapai gencatan senjata di Aleppo, terutama untuk memberikan ruang kepada warga sipil untuk meninggalkan Aleppo.” (Akhbar al-An [Now News], 13/12/2016).
Di antara adegan mengejutkan adalah bahwa telah diumumkan di awal, implementasinya akan sangat cepat antara pukul lima dan pukul tujuh pagi. Hal ini dimaksudkan agar perasaan kalah secara mengejutkan itu mendominasi dan menghalangi mereka untuk memikirkan opsi-opsi lain. Semua itu dibungkus oleh Turki dengan pentingnya menyelamatkan warga sipil!
Keenam: Faksi-faksi bersenjata yang loyal kepada Turki mulai menarik diri dari Aleppo dalam sebuah adegan penelantaran yang tidak bisa diterima oleh seorang Muslim. Rusia berbangga dengan itu. Staf Umum Rusia, pada Jumat 16 Desember, mengumumkan sempurnanya operasi pemisahan oposisi moderat di Aleppo timur dari “teroris”. Sebelumnya, Pusat Koordinasi Rusia untuk Perdamaian di Suriah, Humaimim Center, mengumumkan berakhirnya operasi evakuasi orang-orang bersenjata dan keluarga mereka dari timur Aleppo. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa pasukan Suriah menghancurkan lubang untuk kaum ekstremis di timur Aleppo (Russia Today, 16/12/2016).
Di sini mulai menjadi jelas tingkat konspirasi Turki terhadap Revolusi Suriah dengan sempurnanya pengeluaran faksi-faksi yang loyal kepada Turki dari Aleppo. Mereka meninggalkan warga Aleppo dan sejumlah kecil tentara yang mukhlis. Akibatnya, Rusia, Iran dan rezim mendapati mereka sendirian sehingga dengan mudah bisa dibersihkan karena mereka adalah “teroris”. Demikian sesuai dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Turki yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian juga keterangan Humaimim Center Rusia.
Dihadapkan dengan pengumuman Rusia yang gamblang atas pengumpulan kelompok pejuang di suatu sudut sebagai pendahuluan awal untuk menawan mereka atau membasmi mereka tanpa memperhatikan sejumlah besar warga sipil yang tetap terkumpul bersama mereka di sudut itu, Turki mengumumkan bahwa operasi evakuasi berlanjut, meskipun sebenarnya berhenti. Hal itu karena Turki jadi berada dalam posisi sangat sulit di depan faksi-faksi bersenjata yang loyal kepadanya, yang telah dikeluarkan dengan terburu-buru dari Aleppo. Faksi-faksi itu setuju untuk menarik diri dalam proses evakuasi komprehensif untuk semua. Namun sekarang, faksi-faksi itu mendapati diri mereka sendiri telah dijerumuskan oleh Turki-Erdogan dalam perangkap, untuk melaksanakan apa yang diinginkan oleh Amerika Serikat dan Rusia, dalam apa yang mereka sebut pemisahan oposisi moderat dari “teroris”. Begitulah, telah dibentuk realita baru di Aleppo. Di sana menjadi mudah menargetkan para revolusioner yang mukhlis. Amerika dan Rusia dan juga Erdogan berbangga dengan keberhasilan rencana Amerika untuk setelah itu mengumumkan pemindahan panggung kejadian ke tempat yang jauh, yaitu Astana, Ibukota Kazakhstan!
Ketujuh: Amerika Serikat memang bersembunyi di balik tirai di sisa waktu pemerintahan Obama yang amat sedikit karena yakin akan adanya pemain Turki yang telah terbukti secara tulus loyal kepada Amerika. Meskipun demikian, Amerika tidak terus-menerus jauh dari panggung adegan. Amerika melongokkan kepalanya untuk menunjukkan sukacita besarnya:
- Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan bahwa ia membahas situasi di Suriah dan Irak dengan Presiden AS Barack Obama dalam pembicaraan melalui telepon pada Kamis. Erdogan mengatakan bahwa Turki akan terus memantau evakuasi warga sipil dari Aleppo (Reuters, 15/12/2016).
- Presiden Obama mengungkapkan terima kasihnya kepada Presiden Erdogan atas upaya negaranya (Turki) dalam menengahi gencatan senjata di Aleppo sehingga memungkinkan evakuasi yang aman bagi oposisi dan warga sipil. (laman Twitter Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, 16/12/2016).
- Keluarnya Menteri Luar Negeri AS pada 15/12/2016 dan membuat pernyataan tentang operasi evakuasi dari Aleppo menunjukkan sejauh mana kepuasan Amerika dengan hasil ini, yang merupakan mimpi besar bagi mereka pada periode “istirahat pelaku gencatan senjata –istirâhatu al-muhâdin-” yang dijalankan dengan darah atau tahun-tahun yang mendahului sebelumnya. Ucapan Kerry, “Apa yang kami inginkan di Aleppo sekarang dan sebelum melanjutkan kemajuan adalah penghentian segera dan permanen aksi-aksi permusuhan. Negosiasi adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri perang. Oposisi telah menampakkan keinginannya untuk kembali ke perundingan.” (laman Twitter Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, 16/12/2016).
- Al-Qabas memberitahukan dari sumber-sumber resmi tingkat tinggi yang telah menghadiri bagian dari pertemuan, yang berlangsung Sabtu lalu di Paris pada tingkat menteri luar negeri tentang situasi di Aleppo dan seluruh Suriah umumnya, bahwa apa yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry dalam pertemuan itu “tuntutan pasti kepada oposisi politik dan bersenjata Suriah untuk menyerah penuh kepada Rusia, Iran dan Bashar al-Assad”. Sumber itu mengatakan dalam pernyataan eksklusif untuk Al-Qabas, bahwa Kerry selama pertemuan itu meminta pengeluaran semua pejuang dari Aleppo dan mendorong oposisi Suriah untuk pergi ke meja perundingan di Jenewa tanpa batasan atau syarat. Sumber itu menambahkan bahwa peserta pertemuan mengalami suatu kejutan ketika mereka mempertanyakan tentang opsi yang mungkin diadopsi untuk menekan Assad dan sekutunya. Kerry menjawab tanpa ragu, “Presiden—Obama—memutuskan pergi berperang untuk memerangi ISIS saja.” (Al-Qabas, 13/12/2016).
Kedelapan: Ini adalah drama berdarah. Itulah alat-alat mereka. Itulah apa yang dilakukan oleh Presiden Turki, Erdogan. Darah kaum Muslim di Suriah dinilai murah untuk mendapat kerelaan Amerika terhadapnya. Air terjun darah ditumpahkan di Aleppo. Demikian pula penyembelihan serta pembantaian warganya. Semua racun yang dihembuskan di tubuh Kota Aleppo ini disebabkan oleh uang kotor yang diperoleh para pemimpin faksi-faksi yang berasal dari Turki, Arab Saudi dan lainnya. Akibatnya, mereka pun tunduk kepada negara-negara itu dan tekad mereka pun kosong. Mereka dulu telah mengklaim tidak mau menjual rakyat dan tidak pula darah mereka. Sekarang mereka ada di pasar perdagangan budak di Turki dan Arab Saudi. Mereka keluyuran setelah bagian pertama dari transaksi penjualan itu selesai dan hasil-hasil merusaknya tampak. Lalu adakah orang yang mengambil pelajaran? Adakah orang yang tidak melihat bahwa penerimaan uang politik merupakan bunuh diri?!
Adapun adegan yang tersisa dari drama Aleppo setelah berakhirnya “istirahat pelaku gencatan senjata (istirâhah al-muhâdin)” model Amerika, maka itu tidak kurang menghinakan dan memalukan dari apa yang terjadi sebelumnya, yaitu distrik yang masih tersisa yang dituntut untuk dilepaskan di Astana, Ibukota Kazakhstan. Churkin, utusan Rusia untuk PBB, mengatakan bahwa misi prioritas di Suriah, setelah pembebasan Aleppo, terepresentasi pada “penghentian total aksi-aksi peperangan dan dilanjutkannya kembali negosiasi dengan pihak-pihak Suriah”. (Rusia Today, 16/12/2016).
Putin telah mengumumkan sebelum itu, menurut Channel Russia Today 15/12/2016, bahwa ia sepakat dengan Erdogan: keduanya mengajukan tawaran kepada rezim Suriah dan perwakilan dari faksi-faksi bersenjata untuk berunding. Seperti yang disebutkan oleh Turk Press 16/12/2016, “Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa ia akan bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ibukota Kazakhstan, Astana, untuk membahas penghentian tembak-menembak di Suriah. Putin mengatakan dalam sebuah pernyataan menjelang keberangkatannya ke Jepang, bahwa akan terjadi pelaksanaan kesepakatan-kesapakatan negosiasi Jenewa tentang Suriah yang dicapai melalui mediasi PBB. Presiden Rusia menggarisbawahi bahwa langkah berikutnya akan menjadi penghentian tembak-menembak secara keseluruhan di Suriah. Putin menjelaskan bahwa ia sepakat dengan Presiden Turki atas pemberian tawaran kepada pihak-pihak yang bersengketa di Suriah untuk memulai negosiasi baru. Presiden Rusia menambahkan bahwa ia mengerahkan daya upaya intensif dengan sejawatnya Presiden Turki—sampai penghentian tembak-menembak di Kota Aleppo sempurna tercapai—dan memfasilitasi evakuasi orang-orang yang dikepung.”
Jalan ini—jalan penyerahan dan pengokohan rezim Assad setelah dipulihkan—adalah apa ditempuh Turki-Erdogan dengan memimpin faksi-faksi oposisi bersenjata demi memuluskan rencana AS. Jika ruang keikhlasan telah benar-benar habis dari hati para pemimpin faksi-faksi itu, maka mereka bergerak ke Astana, Ibukota Kazakhstan, untuk menempatkan Suriah dan diri mereka sendiri di tiang gantungan untuk mendapat harga murah. Adapun jika mereka masih memiliki sebagian dari ruag keikhlasan itu maka mereka wajib segera melompat dari kapal Erdogan dan bergabung kembali secara jujur dengan rakyat sebelum rakyat mencampakkan mereka, dan hal itu telah dimulai.
Adapun orang-orang mukhlis di faksi-faksi itu harus mengembalikan pemimpin mereka kembali ke jalur atau mengubah mereka. Sebabnya, bagaimana mungkin revolusi umat dijual oleh pemimpin faksi-faksi itu dengan imbalan beberapa juta dolar dari musuh mereka, Rusia dan Amerika?! Begitulah, itu mereka lakukan tanpa rasa malu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya saw. serta orang-orang beriman!
Adapun terkait warga Suriah, maka Allah telah menetapkan ujian-ujian ini atas mereka untuk membedakan yang buruk dari yang baik di sebidang tanah yang merupakan tempat tinggal paling baik kaum Muslim, dan di situ pusat negeri agamanya.
لِيَمِيزَ اللَّهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَيَجْعَلَ الْخَبِيثَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَيَرْكُمَهُ جَمِيعًا فَيَجْعَلَهُ فِي جَهَنَّمَ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu semuanya Dia tumpuk dan Dia masukkan ke dalam neraka Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang merugi (QS al-Anfal [8]: 37).
Kesembilan: Terakhir, tetapi bukan yang paling akhir, kami mengingatkan Erdogan serta setiap orang yang berkonspirasi terhadap Aleppo, juga berkontribusi dalam penyerahan Aleppo dan penelantaran para pejuang demi menyenangkan musuh-musuh Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan hadis Rasulullah saw. yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di dalam Shahîh-nya dari al-Qasim, dari Aisyah, Ummul Mukminin ra., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
مَنْ أَرْضَى اللَّهَ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ أَسْخَطَ اللَّهَ بِرِضَا النَّاسِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ
Siapa saja yang membuat Allah ridha meski harus menanggung kemarahan manusia maka Allah pasti mencukupi dirinya. Siapa saja yang membuat Allah murka demi meraih keridhaan manusia maka Allah menyerahkan dia kepada manusia.
Sekarang ia telah melihat dan mendengar bagaimana orang-orang membicarakan dia dengan penuh kemarahan. Bahkan hingga temannya, Putin, tidak menutupi aibnya, tetapi menelanjangi dirinya di depan mata orang-orang dalam konferensi pers! Tidak apa-apa mengulangi apa yang telah kami katakan di awal:
Presiden Rusia Vladimir Putin meledakkan peluru politik ketika menyingkap operasi evakuasi orang-orang bersenjata dari timur Aleppo. Hal itu dicapai selama kunjungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ke Petersburg pada bulan Agustus lalu. Presiden Russia Vladimir Putin mengatakan dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Tokyo, hari Jumat bahwa Moskow sepakat dengan Ankara atas kontribusi Turki dalam mengeluarkan orang-orang bersenjata yang akan setuju meletakkan senjata demi melindungi warga sipil, sebelum segalanya. Putin menambahkan, “Jika kita menilai dari apa yang saya lihat, apa yang terjadi adalah persis apa yang kami sepakati dengan Presiden Turki selama kunjungannya ke St. Petersburg.” (Elaf, 16/12/2016, Sputnik News, 16/12/2016).
Selain itu, azab pedih telah Allah siapkan untuk setiap orang yang melakukan kejahatan terhadap umat Islam, atau berkontribusi dalam hilangnya wilayah Islam:
سَيُصِيبُ الَّذِينَ أَجْرَمُوا صَغَارٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا كَانُوا يَمْكُرُونَ
Orang-orang yang berdosa akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipudaya (QS al-An’am [6]: 124).
Adapun orang-orang jahat itu, untuk mereka saya ulangi apa yang telah kami katakan sebelumnya, “Meski dengan semua ini, bagaimanapun penghancuran dilakukan terhadap Aleppo, Aleppo akan bangkit kembali. Bumi Syam umumnya dan khususnya Aleppo kelabu akan tetap menjadi duri beracun di tenggorokan Amerika, Rusia, para pengikut dan kelompoknya, yang mengguncang peraduan mereka dan membunuh mereka karena kejahatan mereka. Mereka tidak akan bergembira dengan kemenangan yang mereka klaim. Jika mereka tidak bisa masuk ke satu negeri kecuali setelah menghancurkan negeri itu, maka ini adalah kemenangan imajiner. Jika mereka tidak dapat mengalahkan pejuang kecuali setelah pejuang itu syahid, maka ini adalah kemenangan semu. Jika mereka mengumpulkan rudal-rudal, bom-bom cluster dan pasukan ribuan untuk menghadapi ratusan atau beberapa ribu pejuang, sementara mereka tidak bisa menghadapi para pejuang kecuali dengan pengeboman dari udara dan kapal-kapal perang, maka itu merupakan kemenangan seorang pengecut yang takut untuk berhadapan langsung dengan para ksatria. Kemenangan seperti itu akan lenyap.
Sungguh, Amerika dan Rusia serta sekutu, kelompok dan para pengikutnya ingin mengulangi kejahatan-kejahatan brutal mereka meniru sejarah teman-teman mereka sebelumnya, kaum Salibis dan Moghul Tatar, dengan kejahatan-kejahatan yang mereka perbuat di Irak dan negeri Syam. Akan tetapi, mereka tidak mengambil pelajaran dari nasib kaum Salibis dan Moghul Tatar. Mereka telah dicampakkan oleh kaum Muslim dari negeri mereka dan kaum Muslim pun bangkit kembali. Kemuliaan Islam dan kaum Muslim pun kembali lagi. Khilafah mereka menjadi kuat kembali. Mereka pun membebaskan Kota Heraklius dan kota itu menjadi kota Islam “Istanbul”. Mereka juga mendekati Moskow dan mengetuk pintu-pintu Wina. Hari-hari itu silih berganti dipergilirkan. Sungguh hari esok bagi orang yang menantinya adalah dekat.
وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ
Orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali (QS asy-Syu’ara’ [26]: 227).
19 Rabiul Awal 1438 H
18 Desember 2016 M
[Http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/41104.html#sthash.15gMqeSw.dpuf]