HTI

Nisa' (Al Waie)

Ketahanan Keluarga Pondasi Kekuatan Bangsa


Kondisi keutuhan keluarga Indonesia kian mengkhawatirkan. Angka perceraian makin meningkat. Kondisi buruk anak-anak yang terkena dampak perceraian semakin banyak. Situasi ini telah disadari banyak pihak. Berbagai solusi coba dilakukan, namun alih-alih menghentikan, justru kehancuran keluarga semakin meluas. Istri menggugat cerai suami semakin banyak. Perselingkuhan makin marak. Kenakalan anak-anak pun makin meluas. Jika pun tidak bercerai, keluarga hari ini ibarat terminal, hanya tempat bersinggah anggota keluarga untuk melepas lelah.  Ikatan keluarga tak lagi erat, fungsi-fungsi yang dimiliki keluarga tidak berjalan ideal.

Dalam Islam, keluarga adalah pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembelanjaran tentang kehidupan yang pertama dan utama bagi anggotanya. Ketahanan keluarga yang kuat menjadi asas kekuatan suatu bangsa. Karena itu perbincangan tentang keluarga hari ini, di tengah pergulatan peradaban antara Islam dan materialisme yang telah mengabaikan ikatan keluarga bahkan menghancurkan bangunan keluarga, menjadi hal yang penting. Keluarga Muslim telah dirusak oleh aturan dan nilai-nilai yang diterapkan pemerintah yang mengadopsi ideologi kapitalis.

Islam telah menggariskan tata aturan agar keluarga berfungsi sebagaimana tujuan pembentukannya. Penjagaan keluarga terdistibusi pada tiga pihak:

 

  1. Keluarga.

Takwa menjadi jaminan pasti bagi kehidupan keluarga yang lurus dan harmoni yang didasari atas pergaulan yang baik diantara suami istri.  Karena itu Islam,  melalui lisan Rasulullah saw., memerintahkan untuk mencari pasangan hidup yang baik agamanya dan terbangun takwa pada dirinya. Takwa dapat mencegah dari ketidakadilan dan menuntun pada kemuliaan dan kebaikan.

Islam mewajibkan masing-masing pasangan saling meningkatkan aspek keimanan.  Masing-masing harus menguatkan hubungan mereka dengan Allah SWT. Hal ini akan berdampak positif pada hubungan mereka satu sama lain. Bukan rahasia lagi, semakin dekat hubungan makhluk dengan Pencipta, secara pasti akan memperkuat hubungan dengan makhluk lainnya.

Dalam rangka pendidikan, Islam menyerukan agar pembentukan keluarga berdasar pada pemahaman dan harmoni, saling cinta dan hidup bersama dengan pergaulan yang baik, penuh rasa tanggung jawab satu sama lain, pemerataan keadilan, pembagian kerja dan distribusi peran yang semuanya tidak merugikan pihak lain.

Pada aspek moral, Islam menegaskan untuk berpegang pada kesabaran, menjauhkan diri dari perselingkuhan, tidak melepaskan ikatan kesucian, menjaga dari fitnah, menghindari kecemburuan yang berefek pada kerusakan keluarga. Islam pun sangat mendorong keluarga untuk membentengi diri dengan adab dan akhlak yang baik.

Tidak cukup dengan itu, Islam telah menetapkan aturan yang jelas tentang hak dan kewajiban terkait suami-istri, kewajiban mereka terhadap anak-anak, dan hak-hak terkait satu sama lain lain.  Aturan ini bersifat mengikat dan mempunyai konsekuensi hukum bila tidak dijalankan.

Paham sekular yang merasuk kepada  umat Islam menggerus mafhûm tentang takwa dan menjauhkan takwa dari standar aktivitas. Paham materi yang dikandungnya menjadikan keluarga mengukur kebahagiaannya dengan perolehan materi. Paham kesetaraan antara laki-laki dan perempuan (gender) menghilangkan rasa hormat dan penghargaan antara masing-masing suami-istri.

Pembinaan ketakwaan pada masing-masing pasangan, pendidikan untuk menjadi orangtua shalih, pelaksanaan hak dan kewajiban setiap anggota keluarga yang digariskan Islam, melawan setiap pemikiran secular-liberal yang ditanamkan pada masyarakat, harus menjadi fokus perbaikan keluarga hari ini.  Tanpa upaya ini sulit rasanya untuk menghentikan semakin meningkatnya problem keluarga.

 

  1. Masyarakat.

Peran masyarakat untuk menjaga keutuhan dan keharmonian keluarga cukup besar.  Kepedulian sesama anggota masyarakat terhadap berbagai pelanggaran hukum Allah SWT yang mengganggu ketenangan dan ketentrraman keluarga adalah peran penting yang mutlak ada.  Abainya masyarakat terhadap pelaku kemaksiatan dengan maksud tidak melaksanakan amar makruf nahyi munkar adalah bahaya besar.

Rasulullah saw. telah memberi pelajaran penting kepada kita, bahwa abainya masyarakat terhadap perilaku dan pelaku maksiat akan menjerumuskan yang lain.  Dalam hadisnya Rasullullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah, kala ingin mengambil air, ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR al-Bukhari).

Nilai individualis yang ditanamkan sekular mendoktrin manusia bahwa setiap orang hanya fokus pada urusan masing-masing. Baik buruknya seseorang menjadi tanggung jawab sendiri-sendiri.  Akibatnya, ketika ada satu keluarga yang berperilaku tidak baik di tengah masyarakat, mereka tidak berupaya menasihati sebagai upaya penjagaan ketenangan anggota masyarakat. Namun sebaliknya, terjadi keengganan untuk menegur karena tidak ingin turut campur urusan orang lain.  Mereka merasa sudah cukup dengan menjaga diri dan keluarganya, fokus pada kebaikan dirinya, sementara keburukan orang lain menjadi tanggungjawabnya sendiri. Pikiran ini harus dilenyapkan. Kita harus mengembalikan jiwa berani masyarakat untuk melakukan amar makruf nahi mungkar yang dapat menyelamat-kan seluruh anggota masyarakat.

 

  1. Pemerintah atau Negara.

Tanggung jawab negara terhadap berjalannya fungsi-fungsi keluarga teramat besar.  Menilik bahwa pemenuhan kebutuhan keluarga tidak secara langsung bisa dipenuhi secara mandiri oleh keluarga, karena adanya beberapa fungsi keluarga yang harus ditopang oleh peran negara, maka pelaksanaan fungsi utama negara sebagai pelaksana pengaturan hajat hidup masyarakat akan sangat berpengaruh pada ketahanan keluarga.

Mampunya kepala keluarga menafkahi keluarganya dipengaruhi oleh ketersediaan lapangan kerja yang mencukupi bagi para laki-laki, serta adanya jaminan negara terhadap keluarga yang mempunyai halangan dalam bekerja.  Kemampuan orangtua mendidik anak-anak mereka tentang agama dan pengetahuan dasar terkait erat dengan kemampuan negara dalam menyelenggarakan pendidikan terhadap calon orangtua untuk menjadi figur teladan bagi anak-anaknya. Begitu pun dalam menjalankan fungsi perlndungan, bisa terjamin tatkala negara menghilangkan secara tuntas berbagai kejahatan di tengah masyarakat.

Islam menggariskan bahwa negara adalah pelaksana pengaturan urusan rakyat dan pelindung mereka dari berbagai keburukan. Negara Islam adalah pelaksana sistem ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu keluarga dan seluruh masyarakat.  Negara Islam, yakni Khilafah, akan menerapkan sistem pergaulan sosial yang menjauhkan keluarga dan individunya dari bebasnya pergaulan dan perilaku porno yang menghancurkan kehormatan manusia. Khilafah menerapkan sistem pendidikan yang mengedukasi warganya untuk mempunyai ketakwaan yang tinggi, pengetahuan dan pemahaman Islam yang baik dan benar, keterampilan yang tinggi untuk bekal kehidupan masing-masing warganya.  Sistem sanksi yang berkeadilan akan menindak setiap pelaku maksiat dengan tuntas.  Khilafah juga mengatur layanan-layanan penting seperti kesehatan dan keamanan yang menopang ketahanan keluarga. Khilafah juga akan menangkal nilai dan materi buruk yang datang dari manapun.

Karena itu untuk melawan nilai kebebasan (liberalisme) yang diemban sistem demokrasi sekular, yang nyata-nyata telah menyebabkan lalainya seluruh pihak dalam upaya menjaga keluarga, tidak mungkin hanya dilakukan dengan perbaikan individu saja, atau aktivitas sosial organisasi yang peduli terhadap nasib keluarga, atau negara yang hadir sebagai regulator semata tanpa menjadi penanggung-jawab penuh urusan rakyat.

Untuk itu perlu ada usaha keras untuk mensinergikan peran keluarga, masyarakat dan negara dalam rangka mengembalikan fungsi dan tugas mereka dalam mewujudkan ketahanan keluarga, yaitu seluruh fungsi dan tugas yang telah ditetapkan syariah Islam. Perlu ada upaya pembinaan simultan yang akan menumbuhkan kesadaran semua pihak untuk  sesegera mungkin menempuh metode perbaikan utuh dan menyeluruh.  Karena itu harus ada keseriusan untuk meninggalkan sistem demokrasi liberal dan ideologi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah hari ini dan mengadopsi serta menerapkan seluruh syariat di semua aspek kehidupan dalam institusi Khilafah Islamiyah.  Hanya ini satu-satunya solusi untuk menghentikan kehancuran keluarga dan untuk mewujudkan ketahanan keluarga dan kesejahteraan bangsa. [Ir. Ratu Erma R; DPP MHTI]

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*