Pengantar:
Dinyatakan di dalam buku Ad-Dawlah al-Islamiyyah halaman 11 akhir, “Jika mereka shalat, mereka pergi ke celah bukit dan menyembunyian shalat mereka dari kaum mereka. Ini pada tahapan rahasia dari dakwah…”
Pertanyaannya: Apa shalat yang ditunaikan oleh para sahabat secara sembunyi-sembunyi dari pandangan kaum mereka? Padahal kita mengetahui bahwa shalat baru diwajibkan pada malam Isra’. Jika ada kata shalat di dalam nas itu, berarti shalat yang ditunaikan dengan tatacara dan gerakan tertentu, bukan dalam arti doa?
Telaah Kitab kali ini akan menjawab pertanyaan terkait paragraf di atas, dalam Kitab Ad-Dawlah al-Islamiyyah halaman 11.
Dari Aspek Waktu
Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat dari sisi shalat yang ditunaikan oleh kaum Muslim sebelum peristiwa Isra’ dan Mikraj. Yang kami kuatkan, bahwa Rasul saw. dan kaum Muslim, sebelum diwajibkan shalat lima waktu saat Isra’ dan Mikraj, shalat dua rakaat sebelum terbitnya matahari dan dua rakaat sebelum terbenamnya matahari. Di antara dalilnya adalah: Pertama, sebab turunnya ayat-ayat dalam surat al-‘Alaq yang merupakan surat pertama yang diturunkan, yaitu sebagai berikut:
Imam Muslim telah mengeluarkan di dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah ra. yang berkata: Abu Jahal berkata, “Apakah Muhammad membenamkan wajahnya di tanah (maksudnya bersujud di tanah, yakni shalat) di antara kalian?” Ia (perawi) berkata: Dikatakan, “Benar.” Abu Jahal berkata, “Demi Latta dan ‘Uzza, andai aku melihat Muhammad melakukan hal itu niscaya aku injak tengkuknya atau aku benamkan wajahnya di tanah.” Ia (perawi) berkata: Lalu Abu Jahal mendatangi Rasulullah dan beliau sedang shalat. Abu Jahal bertekad untuk menginjak tengkuk beliau.” Ia (perawi) berkata, “Tidak ada yang mengejutkan mereka kecuali dia (Abu Jahal) berbalik arah dan ketakutan.” Ia (perawi) berkata: Lalu dikatakan kepada dia, “Mengapa kamu?” Ia berkata, “Sungguh antara aku dan dia ada parit api, lubang dan sayap (Malaikat).” Rasulullah saw. lalu bersabda, “Andai dia mendekat kepadaku, niscaya Malaikat merenggut dia satu bagian demi satu bagian.” Ia (perawi) berkata: Allah menurunkan—kami tidak tahu dalam hadis Abu Hurairah atau sesuatu yang ia sampaikan:
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى (7) إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى (8) أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى (9) عَبْدًا إِذَا صَلَّى (10) أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى (11) أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى (12) أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (13)
Ketahuilah! Sungguh manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup. Sungguh hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika mengerjakan shalat? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? (QS al-‘Alaq [96]: 6-13).
Maksudnya: Abu Jahal.
أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللهَ يَرَى (14) كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ (15) نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ (16) فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ (17) سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ (18) كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِب(19)
Tidaklah dia mengetahui bahwa Allah melihat segala perbuatannya. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian), niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolong dirinya). Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah. Sekali-kali jangan. Janganlah kamu patuh kepada dia. Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan) (QS al-‘Alaq [96]: 14-19)
Imam Ahmad juga telah mengeluarkan riwayat semisalnya di dalam Musnad-nya.
Terkait itu, pengarang Bahr al-Muhîth berkata: Ibnu ‘Athiyah berkata, “Tidak ada seorang pun dari para mufassir yang berbeda pendapat bahwa orang yang menghalangi itu adalah Abu Jahal, dan bahwa hamba yang sedang shalat itu adalah Muhammad Rasulullah saw. (Bahr al-Muhîth, VIII/369).
Surat ini adalah surat pertama yang diturunkan. Di dalamnya disebutkan shalat Rasul saw. dan permusuhan Abu Jahal. Ini pada tahapan rahasia. Jadi, ada shalat sebelum Isra’ dan Mikraj.
Kedua, di dalam kitab Ar-Rawdhu al-Unuf fî as-Sîrah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam dinyatakan: Abu al-Qasim Abdurrahman as-Suhaili (w. 581 H) berkata pada bab kewajiban shalat: Al-Muzani menyebutkan bahwa shalat sebelum Isra’ dan Mikraj adalah shalat sebelum tenggelamnya matahari dan shalat sebelum terbitnya matahari. Ini didukung oleh firman Allah SWT:
وَسَبّحْ بِحَمْدِ رَبّكَ بِالْعَشِيّ وَالْإِبْكَارِ
Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi (TQS Ghafir [40]: 55).
Yahya ibnu Salam juga mengatakan yang semisalnya.
Abu Muhammad Mahmud al-Ghaytabi al-Hanafi Badruddin al-‘Ayni (w. 855 H) mengatakan dalam kitabnya Syarh Sunan Abû Dâwud: Shalat sebelum Isra’ adalah shalat sebelum tenggelamnya matahari dan shalat sebelum terbitnya matahari. Bukti untuk itu adalah firman Allah SWT:
وَسَبّحْ بِحَمْدِ رَبّكَ بِالْعَشِيّ وَالْإِبْكَارِ
Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi (TQS Ghafir [40]: 55).
Yang semisalnya juga dinyatakan di alam Kitab Al-Bahru ar-Râ‘iq Syarhu Kanzu ad-Daqâ‘iq wa Manahatu al-Khâliq wa Takmilatu ath-Thûrî karya Zainuddin ibnu Ibrahim yang dikenal dengan Ibnu Nujaim al-Mishri (w. 970 H): Shalat sebelum Isra’ adalah dua shalat: shalat sebelum terbitnya matahari dan shalat sebelum terbenamnya matahari. Allah SWT berfirman:
وَسَبّحْ بِحَمْدِ رَبّكَ بِالْعَشِيّ وَالْإِبْكَارِ
Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi (TQS Ghafir [40]: 55).
Semua ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. dan kaum Muslim shalat dengan shalat sebelum terbitnya matahari dan shalat sebelum terbenamnya matahari.
Dari Aspek Jumlah Rakaat
Adapun berapa rakaat setiap shalat yang disebutkan itu, maka di situ ada perbedaan pendaat di antara para fukaha. Akan tetapi, sebagian riwayat menyebutkan shalat itu adalah dua rakaat sebelum terbitnya matahari dan dua rakaat sebelum terbenamnya matahari. Di antara riwayat ini: Pertama, Al-Mawardi Abu al-Hasa Ali bi Muhammad al-Baghdadi yang terkenal dengan al-Mawardi (w. 450 H) menyebutkan di dalam tafsirnya An-Naktu wa al-‘Uyûn:
وَسَبّحْ بِحَمْدِ رَبّكَ بِالْعَشِيّ وَالْإِبْكَارِ
Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi (TQS Ghafir [40]: 55).
Mujahid berkata, “Shalatlah dengan perintah Rabbmu.”
بِالْعَشِيّ وَالْإِبْكَارِ
…pada waktu petang dan pagi (QS Ghafir [40]: 55).
Dalam hal ini ada tiga pendapat: “…Pendapat ketiga: itu adalah shalat di Makkah sebelum diwajibkan shalat lima waktu; dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di waktu petang. Itu dikatakan oleh al-Hasan.”
Kedua, Syamsuddin Abu Abdillah ath-Tharablusi al-Maghribi yang dikenal dengan sebutan ar-Ru’ayni al-Maliki (W. 954 H) menyebutkan di dalam kitabnya, Mawâhib al-Jalîl fi Syarhi Mukhtashar Khalîl pada bab fashalli masyrû’iyyatu ash-shalâti wa hukmuhâ: Ibnu Hajar berkata dan sebelumnya diperselisihkan, jamaah berpendapat bahwa sebelum Isra’ tidak ada shalat yang difardhukan kecuali yang diperintahkan berupa shalat malam tanpa pembatasan. Al-Harbi berpendapat bahwa shalat difardhukan, yaitu dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di saat petang. Selesai.
Ketiga, Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusydi al-Qurthubi (w. 520 H) menyebutkan di dalam kitabnya, Al-Muqaddimâh al-Mumhadâtu: Permulaan shalat sebelum difardhukan shalat lima waktu adalah dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di saat petang. Diriwayatkan dari al-Hasan tentang firman Allah SWT:
وَسَبّحْ بِحَمْدِ رَبّكَ بِالْعَشِيّ وَالْإِبْكَارِ
Mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi (TQS Ghafir [40]: 55).
Itu adalah shalat beliau di Makkah Ketika itu shalat dua rakaat di pagi dan dua rakaat di petang. Kefardhuan shalat terus seperti itu selama Rasulullah saw. dan kaum Muslim di Makkah selama sembilan tahun. Selesai.
Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa jumlah rakaat pagi dan petang sebelum Isra’ adalah dua rakaat di pagi dan dua rakaat di petang hari.
Kesimpulan
Apa yang disebutkan di atas adalah penjelasan terhadap apa yang kami sebutkan di kitab Ad-Dawlah halaman 12-13. Berikut teksnya:
Beliau menyerukan Islam kepada manusia di Makkah secara terang-terangan menjalankan perintah Allah. Allah SWT berfirman (yang artinya): Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!” (TQS al-Muddatstsir [74]: 1-2).
Beliau mengontak masyarakat, menawarkan kepada mereka agama beliau dan mengelompokkan mereka di sekitar beliau di atas asas agama ini secara rahasia. Para sahabat Rasulullah saw., jika mereka shalat, pergi di celah-celah bukit dan menyembunyikan shalat mereka dari kaum mereka.
[Dinukil dari “Soal-Jawab” Amir Hizbut Tahrir Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, 15 Rabiul Akhir 1438 H/13 Januari 2017 M; http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/41605.html#sthash.9PyJDOg4.dpuf]