Luka Muslimah masih terus muncul di perbagai penjuru dunia: Suriah, Palestina, Myanmar dan sebagainya. Teriakan minta tolong mereka pun sebenarnya telah lama terdengar. Bahkan tak ada satu pun mata atau telinga kaum Muslim yang tak mengetahui rintihan mereka. Namun, apa daya, bak teriakan di hutan belantara, belum ada satu pun bala bantuan pasukan yang mampu membebaskan mereka.
Padahal mereka adalah kaum perempuan, para ibu, yang dari merekalah lahir generasi penerus peradaban dan pembebas segala kezaliman. Mereka adalah kehormatan yang harus dijaga. Mereka pun Muslim yang wajib mendapatkan penjagaan dari muslim lainnya. Rasulullah saw. pernah memerintahkan, “Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya tanpa sepengetahuannya, Allah akan menjaga dirinya dari api neraka pada hari kiamat.” (HR at-Tirmidzi).
Sungguh, Islam telah memberikan jaminan kepada perempuan untuk menjalani kehidupannya secara baik dan tidak teraniaya. Syariah Islam menjaga perempuan agar bisa melakukan tugasnya dengan baik. Hukum melahirkan, menyusui, mengasuh anak, melayani suami, menjaga diri dalam kehidupan umum dan sebagainya adalah bukti bahwa Islam tak pernah sedikit pun membuat perempuan repot, merana, sengsara, apalagi terlecehkan kehormatannya sebagaimana kondisi sebagian Muslimah di negeri-negeri tadi.
Sejarah pun mencatat bukti perlindungan Islam terhadap kehormatan perempuan. Tak hanya dalam bentuk penerapan hukum syariah, Daulah (Khilafah) Islam bahkan mengerahkan pasukan khusus demi membela kehormatan perempuan. Inilah yang menunjukkan bahwa kehormatan perempuan adalah perkara mahal yang mau tidak mau harus dijaga. Segala daya upaya akan dilakukan negara termasuk dengan mengerahkan pasukan. Pasukan diturunkan untuk menghilangkan hambatan fisik yang menyebabkan kehormatan perempuan dilecehkan.
Kehormatan Perempuan dan Sikap Tegas Rasulullah saw.
Sejarah mencatat peristiwa pengusiran Yahudi Bani Qainuqa pada masa Rasulullah saw. sebagai bentuk sikap tegas beliau terhadap semua pihak yang mengganggu stabilitas kehidupan kaum Muslim. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Selain dipicu oleh kedengkian kaum Yahudi terhadap kemenangan kaum Muslim di Perang Badar, peristiwa ini juga dipicu oleh sikap permusuhan mereka yang makin nyata terhadap kaum Muslim sehingga mereka melanggar perjanjian.
Suatu ketika datang seorang Muslimah Arab yang hendak berbelanja di pasar. Kebetulan ia berbelanja di tempat milik orang Yahudi. Karena permusuhannya, ia bermaksud melecehkan perempuan tadi dengan mengikat ujung kain perempuan itu sehingga ketika ia bangkit terlihatlah auratnya. Melihat hal itu orang-orang Yahudi terbahak-bahak sambil menghina. Perempuan itu pun meminta tolong. Seorang Muslim yang kebetulan melihat dia menjadi marah. Dia menikam Yahudi itu dan membunuhnya. Pembunuhan itu mengundang kemarahan kaum Yahudi lain hingga si Muslim itu pun terbunuh. Perselisihan besar akhirnya terjadi antara kaum Muslim dan Yahudi.
Berita peristiwa ini sampai kepada Rasulullah saw. Beliau meyakini bahwa Yahudi Bani Qainuqa telah nyata-nyata memusuhi umat Islam bahkan telah berani melanggar kehormatan Muslimah. Rasulullah saw. pun memerintahkan mengepung kaum Yahudi ini dengan sangat rapat dan memerintahkan untuk membunuh seluruhnya. Namun, mereka meminta untuk diampuni. Akhirnya, Rasulullah memenuhi permintaan mereka hingga mereka diusir seluruhnya dari wilayah Madinah dan pergi menuju perbatasan Syam.
Demikianlah sikap tegas Rasulullah saw. terhadap semua upaya yang melecehkan umat Islam termasuk Muslimah. Tersingkapnya aurat saja sudah menggetarkan jiwa kaum Mukmin untuk mengerahkan segala kemampuan agar sang pembuat keonaran bisa dihilangkan dan kebenaran bisa ditegakkan. Tentu keadaan seperti itu berbeda sekali dengan saat ini ketika pembunuhan, perkosaan dan sebagainya belum juga menggerakkan hati para tentara Muslim.
Pasukan Tempur untuk Perempuan di Amuriyyah
Amuriyyah menjadi kota terpenting di Romawi selain Konstantinopel. Penaklukan kota ini pada Ramadhan 223 H sebenarnya sangat erat kaitannya dengan upaya pembelaan atas penindasan yang dialami salah seorang Muslimah di sana.
Dalam kitab Ma’âtsir al-Inâfah, Al-Qalqasyandi menceritakan, bahwa penguasa ‘Amuriyyah, salah seorang raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan Fathimah ra. Wanita itu disiksa, lalu berteriak, ”Wahai Mu’tashim!”
Raja Romawi pun berkata kepada dia, ”Tidak akan ada yang membebaskan kamu, kecuali menaiki beberapa Balaq (kuda yang mempunyai warna hitam-putih).”
Jeritan itu pun sampai kepada Khalifah al-Mu’tashim, lalu dia memberikan komando kepada pasukannya untuk mengendarai kuda Balaq. Dia pun keluar, memimpin di depan pasukannya, dengan 4.000 Balaq, tiba di ‘Amuriyah dan menaklukkannya. Dia membebaskan wanita mulia tersebut, dan berkata, ”Jadilah saksi untukku di depan kakekmu (Nabi Muhammad saw.), bahwa aku telah datang untuk membebaskan kamu. Dengan memimpin pasukanku, yang terdiri dari 4.000 Balaq.”
Ibn Khalikan juga menuturkan dalam Wafyah al-A’yan wa Anbâ’ Abnâ’ az-Zaman, dan Ibn al-Atsir dalam Al-Kâmil fi at-Tarikh. Dinyatakan di dalamnya, ”Ketika berita tersebut sampai ke telinga dia, saat itu dia berada di atas tempat tidurnya. Lalu dia menyambut jeritan itu seraya berkata, “Aku memenuhi panggilanmu. Aku memenuhi panggilanmu.” Kemudian dia berteriak di dalam istananya, “Berangkatkan pasukan! Berangkatkan pasukan!”
Dalam riwayat lain dinyatakan, bahwa ketika itu ada seorang wanita Muslimah di pasar, kemudian ada orang Romawi yang berjalan di pasar tersebut melihat wanita tadi, dan berusaha untuk menggodanya dan menarik jilbab atau jubahnya. Wanita Muslimah itu pun teriak, “Wahai Mu’tashim, di manakah Anda!” Jeritan itu pun terdengar oleh aparat Khalifah al-Mu’tashim, dan mereka menyampaikan hrl itu kepada sang Khalifah. Al-Mu’tashim pun menyiapkan tentara dalam jumlah besar untuk melakukan serangan.
Semua riwayat itu menunjukkan bahwa sejumlah besar pasukan yang dikerahkan untuk menaklukkan Amuriyah karena di sana ada seorang Muslimah teraniaya meminta tolong kepada Khalifah. Demikianlah bentuk perhatian Khalifah al-Mu’tashim kepada rakyatnya. Jeritan seorang Muslimah saja telah mengusik hatinya. Kehormatan perempuan wajib dilindungi meski harus dengan mengerahkan ribuan pasukan.
Kebutuhan Pasukan
Sikap tegas Rasulullah saw. dan pengiriman pasukan oleh Khalifah al-Mu’tashim menunjukkan beberapa hal. Pertama: Penjagaan kehormatan perempuan adalah perkara yang sangat penting mMeski hal itu menimpa pada satu orang, apalagi jika menimpa ratusan bahkan ribuan perempuan seperti saat ini. Khalifah (kepala negara) berkewajiban membebaskan mereka dengan cara apapun hingga kehormatan mereka terlindungi kembali.
Kedua: Pasukan dibutuhkan untuk menghilangkan hambatan yang sifatnya fisik. Sebagaimana diketahui, sering ancaman terhadap kehormatan perempuan datang dari pihak musuh yang memiliki kekuatan. Kerajaan Romawi dan Bani Qainuqa tentu bukan musuh yang bisa ditundukkan oleh segelintir orang. Untuk menundukkan mereka dibutuhkan pasukan yang bisa menggentarkan musuh. Benar saja, musuh pun bertekuk lutut dengan kegigihan dan kesungguhan sejumlah pasukan Islam. Demikian pula saat ini, kaum Muslim menghadapi kekuatan besar yang harus dihadapi dengan pasukan (tentara) pembebas.
Ketiga: Kehadiran pasukan Islam tidak saja berfungsi untuk membebaskan kehormatan perempuan yang tengah dilecehkan. Namun, hal itu juga menjadi bukti kesungguhan penguasa Islam untuk membela rakyatnya. Karena itu, hal ini akan menjadi cara cukup ampuh untuk mencegah pihak lain (musuh-musuh Islam lainnya) bersikap berani melanggar kehormatan kaum Muslim.
Pengerahan pasukan untuk melindungi kehormatan perempuan seharusnya bukanlah hal yang sulit. Bahkan menjadi kewajiban Khilafah Islam dan kaum Muslim saat ini untuk melakukannya semampu mungkin.
Allah SWT telah memerintahkan adanya seorang khalifah yang berfungsi melindungi kaum Muslim. Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرِائِهِ وِ يُتَّقَى بِهِ
Imam/Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim).
Sungguh, teriakan kaum Muslimah di Suriah, Palestina dan negeri-negeri lainnya akan segera sirna jika kaum Muslim memiliki kekuatan untuk menerjunkan pasukan yang tangguh. Mereka berjuang tak kenal lelah demi membela saudaranya yang Muslim dan untuk meninggikan kalimah Allah SWT.
Sayang, umat Islam saat ini telah kehilangan pemimpin (khalifah). Para tentara tak kuasa berangkat untuk membebaskan kaum perempuan tertindas. Terpecahnya kaum Muslim menjadi negara-negara nasionalis nyata-nyata telah menghalangi dan menumpulkan kekuatan mereka.
Di sinilah urgensi kehadiran kembali Khilafah Islamiyah untuk menjaga kehormatan perempuan. Khalifahlah yang akan memerintah-kan para tentara untuk membebaskan mereka.
Semoga kita semua menjadi bagian yang sungguh-sungguh berjuang menegakkan Khilafah. Setidaknya inilah jawaban kita atas teriakan minta tolong mereka ketika kelak ditanyakan di Yaumil Hisab.
Ya Allah, kuatkan perjuangan kami agar saudara-saudara kami segera terbebas. Sungguh, kami mencintai mereka. [Noor Afeefa]