HTI

Siyasah & Dakwah (Al Waie)

Tentara dalam Islam


Al-Jaisy (tentara) adalah bentuk tunggal dari al-juyûsy. Al-Jaisy adalah al-jund (tentara) dan dinyatakan sekumpulan orang yang ada di medan perang.  Bentuk jamaknya adalah al-juyûsyAl-Jaisy adalah tentara yang berjalan menuju peperangan atau yang lain (Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, 6/277. Lihat pula: Shahib bin Ibad, Al-Muhîth fî al-Lughah, 2/127; al-Azhari, Tahdzîb al-Lughah, 4/28. Maktabah Syamilah).

Tentara merupakan salah satu instrumen penting jihad fi sabilillah.  Hukum, pembentukan dan tugas tentara tidak bisa dipisahkan dari  jihad dan perang.

Keberadaan tentara yang terorganisasi dalam sebuah lembaga negara berhukum fardhu sebagaimana kefardhuan jihad.  Khilafah wajib memiliki tentara yang siap siaga melaksanakan jihad dan tugas menjaga eksistensi kaum Muslim dari kehancuran.

Tentara dibentuk dari warga negara Khilafah Islam.  Lembaga negara yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah Departemen Perang (Dairah Harbiyah). Pasukan dibagi menjadi dua macam: pasukan cadangan dan pasukan tetap (regular). Pasukan cadangan adalah setiap Muslim yang mampu berperang. Alasannya, setiap kaum Muslim wajib berjihad dan membekali diri dengan kemampuan perang. Setiap laki-laki berusia 15 tahun wajib mengikuti latihan militer. Adapun rekrutmen untuk menjadi tentara tetap (regular) hukumnya fardhu kifayah. Pasukan regular adalah setiap orang yang secara kontinu menjadi anggota tentara dan mendapatkan gaji dari negara, sebagaimana pegawai negara lain. Kewajiban jihad tidak bisa diselenggarakan terus-menerus, begitu pula tugas menjaga eksistensi kaum Muslim tidak akan bisa diwujudkan secara kontinu, kecuali ada pasukan tetap.  Atas dasar itu, seorang Khalifah wajib membentuk pasukan tetap (reguler).

Syarat tentara negara Khilafah adalah memiliki kemampuan berperang (kafâ’ah harbiyyah). Syarat-syarat tersebut ditetapkan berdasarkan realitas jihad dan perang.

Jihad adalah kewajiban yang dibebankan atas kaum Muslim, baik yang bertakwa, ahli maksiat maupun munafik.  Tidak ada batasan dalam masalah ini.   Sebabnya, ayat-ayat yang berbicara tentang jihad bersifat umum, dan tidak dibatasi dengan batasan-batasan tertentu. Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani menyatakan, “Jihad fardhu atas kaum Muslim, tidak ada perbedaan antara orang yang bertakwa dengan orang  fasik, dan tidak ada perbedaan pula antara orang yang benar-benar beriman dengan orang munafik.  Ketika ayat-ayat perang turun, ia datang dalam bentuk umum.  Nash-nash jika datang dalam bentuk umum, maka tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan-nya…Oleh karena itu orang-orang munafik, fasik dan orang-orang yang berperang karena dendam (kebencian) boleh menjadi tentara Islam. (‘Alim al-‘Allamah Syaikh Taqiyyuddin”  an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah).

Kebolehan orang munafik, fasik dan orang yang berperang karena dendam, terlibat dalam perang dan menjadi bagian tentara Islam didasarkan pada keumuman ayat (Lihat: QS at-Taubah [9]: 29).

Di dalam riwayat  dituturkan bahwa Rasulullah saw. pernah melibatkan ‘Abdullah bin Ubaybin Salul—gembong  munafik—dalam peperangan dan ia juga hadir dalam musyawarah perang sebelum meletus Perang Uhud.  Allah SWT menegur beliau ketika beliau memberi ijin kepada orang-orang munafik tidak ikut serta dalam Perang Tabuk (Lihat: QS Al-Taubah [9]: 43).

Kebolehan orang fasik juga didasarkan pada keumuman ayat, selain didasarkan  riwayat yang dituturkan Sa’id bin Musayyab bahwas Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintahkan Bilal ra. untuk menyeru manusia, sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang berserah diri. Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguatkan agama ini dengan laki-laki fajir.” (HR al-Bukhari).

Adapun orang-orang kafir tidak terkena taklif jihad.  Sebab, perintah jihad hanya berlakuatas kaum Muslim, tidak atas orang kafir.  Mereka juga tidak dipaksa menjadi tentara atau dipaksa ikut berperang bersama kaum Muslim.  Namun, jika mereka ikut serta berperang bersama kaum Muslim atas inisiatif sendiri dalam kapasitasnya sebagai individu yang tunduk patuh di bawah bendera Islam, maka boleh diterima.   Yang diharamkan secara mutlak adalah keterlibatan orang kafir dalam bentuk kelompok, organisasi, atau institusi yang independen yang terpisah dari negara Khilafah (Lihat: ‘Alim al-‘Allamah Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, 2/176).

Orang kafir boleh diterima menjadi tentara Khilafah dengan mendapatkan gaji. Ibnu Hisyam dari az-Zuhri menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersaham dengan suatu kaum dari Yahudi yang berperang bersama beliau. Ibnu Hisyam juga meriwayatkan bahwa Shafwan bin Umayyah ikut serta berperang dengan Rasulullah saw ke Hunain, sedangkan dia masih musyrik. Nabi saw memberi dia sebagian ghanîmah Perang Hunain untuk mengikat hatinya.  Masih banyak riwayat lain yang serupa.

Namun, kebolehan orang kafir ikut serta dalam peperangan kaum Muslim, atau kebolehan mereka diterima sebagai pasukan Khilafah harus tetap mempertimbangan kemaslahatan kaum Muslim serta tidak membahayakan eksistensi Islam dan kaum Muslim. Tentara Khilafah bertumpu sepenuhnya kepada kaum Muslim, bukan pada keikutsertaan orang kafir, khususnya untuk merealisasikan hukum jihad fi sabilillah serta menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.

 

Tugas Mulia Tentara Islam

Siapa saja yang bergabung dalam pasukan Khilafah niscaya mendapatkan kemuliaan dan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.  Ini bisa dimengerti karena tentara menjalankan tugas tinggi dan mulia, yakni: (1) jihad fi sabilillah, baik dalam konteks mempertahankan wilayah Khilafah dari seranganmusuh, maupun menyerang negeri-negeri kufur (futûhât) untuk melenyapkan penghalang dakwah; (2) menyebarkan Islam dengan dakwah fikriyyah di tengah penduduk negeri-negeri yang telah dibebaskan; (3) mempertahankan eksistensi Khilafah dari ahlul bughât.

Tiga tugas di atas merupakan tugas yang utama dalam Islam.  Dalam konteks jihad, Nabi  saw. menetapkan jihad sebagai amal yang paling utama setelah iman. Abu Dzarr ra. menuturkan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Amal apa yang paling utama?  Nabi saw menjawab, “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.” (HR al-Bukhari).

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bahwa jihad merupakan amal yang paling utama setelah iman kepada Allah.”1

Seseorang yang terbunuh di medan jihad berhak mendapatkan keutamaan mati syahid. Ini sebagaimana disebut dalam hadis riwayat dari Anas bin Malik bahwa Nabi saw. bersabda:

مَا أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَلَهُ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا الشَّهِيدُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنْ الْكَرَامَةِ

Tak seorang pun yang masuk ke dalam surga yang berhasrat kembali ke dunia, dan ia tidak menginginkan apapun di dunia ini, selain mati syahid.  Ia begitu berharap bisa kembali ke dunia, kemudian terbunuh sebanyak 10 kali, ketika memahami keutamaan (syahid).” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Miqdam bin Ma’dikariba, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

Adapun keutamaan menyebarkan dakwah Islam dan menjaga eksistensi Khilafah Islam merupakan perkara yang telah diketahui.

 

Kehebatan dan Kemuliaan Tentara Islam

Pada saat perang di Lembah Mohacs, Sultan Sulaiman al-Qanuni dengan pasukannya berhasil mengalahkan pasukan koalisi negara-negara Eropa Kristen di Lembah Mohacs, pada tanggal 29 Agustus1526 Masehi.   Dalam perang itu, pasukan Islam berhasil memusnahkan seluruh pasukan koalisi negara-negara Kristen Eropa yang berjumlah 200 ribu pasukan berkuda, 35 ribu di antaranya bersenjata lengkap dengan baju besi dalam waktu yang sangat singkat. Ada yang mengatakan 1,5 jam dan ada pula yang menyatakan 4 jam. Padahal pasukan Islam hanya berjumlah 100 ribu tentara yang dilengkapi 350 meriam dan 800 kapal perang. Mereka pun harus menempuh perjalanan sepanjang 1000 km untuk sampai di Lembah Mohacs, selatan Budapest, Hongaria.   Meskipun dikeroyok koalisi negara Kristen Eropa—yakni  Hongaria, Rumania, Kroasia, Buhemia, Kekaisaran Romawi (Italia), negara Kepausan, Polandia dan hampir seluruh negara Eropa kecuali Inggris, Portugal, sebagian Prancis, dan Skandinavia—tentara Islam yang dipimpin Sultan Sulaiman al-Qanuni berhasil memenangkan peperangan dengan gilang-gemilang. Seluruh pasukan Kristen berhasil dilumpuhkan dan tidak ada satu pun yang dibiarkan menjadi tawanan.  Jumlah korban dari kaum Muslim hanyalah 150 orang gugur dan 3000 orang terluka.

Selain karena strategi perang brilian, kekalahan pasukan koalisi Kristen pada Perang Mohacs juga disebabkan karena tentara Islam memiliki kemampuan tempur yang sangat tinggi, khususnya pasukan Inkisyariyyah (Janissariy). Dalam waktu satu jam mereka berhasil membinasakan 20 ribu pasukan Kristen. Mereka sukses memancing pasukan Kristen masuk ke dalam jebakan mematikan Sultan Sulaiman.

 

Mengapa Tentara Khilafah Berwibawa dan Disegani?

Sejak masa Nabi saw., tentara Islam benar-benar ditakuti orang kafir.   Dalam berbagai pertempuran, mereka mampu mengalahkan musuh yang berjumlah lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap.  Dua pertiga dunia berhasil ditundukkan di bawah kekuasaan Daulah Islam.

Saat Khilafah berdiri nanti,  tentara Khilafah harus melengkapi dirinya dengan hal-hal yang menjadikan mereka berwibawa dan disegani, di antaranya adalah: Pertama, keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta keinginan untuk meraih keutamaan amal melalui jihad dan mati syahid.  Inilah rahasia sukses tentara Khilafah Islam pada masa lalu.

Kedua, menempa diri dengan kemampuan militer yang tinggi.  Tentara wajib mendapatkan pengetahuan, strategi, dan latihan militer yang memadai hingga memiliki tâbi’ah jundiyyah (karakterprajurit) yang tangguh, tanggon, dan trengginas, serta selalu siap sedia saat jihad dan perang dikumandangkan.

Ketiga, membekali diri dengan tsaqâfah Islam yang cukup, agar ia sanggup mendakwahkan Islam dengan cara fikriyyah, bukan dengan kekerasan dan pemaksaan. Para tentara juga harus menghiasi dirinya dengan nafsiyyah islamiyyah agar ia selalu istiqâmah di jalan Allah SWT; tidak mudah tergoda dengan tipuan dunia dan tidak gentar dengan apapun selain Allah SWT.

Keempat, memonitor kejadian atau peristiwa politik penting, khususnya tabiat, kebijakan, dan langkah politik negara-negara kafir imperialis atas Dunia Islam.   Yang bertugas melakukan ini para petinggi militer Khilafah. Hanya saja, akan sangat bagus jika aktivitas ini juga dilakukan oleh tentara Islam sekadar dengan kemampuan mereka.

Kelima, memperkuat dan mempercanggih persenjataan dan alat-alat perang. Persenjataan lengkap dan canggih tentu saja akan meningkatkan kemampuan dan performa tentara Islam dalam melaksanakan tugasnya.

Inilah beberapa hal yang dibutuhkan untuk membangun tentara Islam yang berwibawa dan disegani.

 

Khatimah

Akhirnya, wahai tentara Muslim yang kini bekerja pada sistem dan penguasa sekular-liberal, sungguh Anda berkesempatan meraih kemuliaan dan pahala melimpah saat Anda menggunakan kekuatan Anda untuk membela Allah SWT dan Rasul-Nya, menerapkan syariah Islam secara kâffah dengan cara menegakkan Khilafah Islamiyah. Dengan tegaknya Khilafah Islamiyah seruan jihad dan futûhât kembali akan dikumandangkan di seluruh dunia dan Anda berkesempatanuntuk meraih kehidupan yang mulia atau mati syahid.

Sebaliknya, jika Anda menggunakan kekuatan Anda untuk membela dan menjaga sistem demokrasi-sekular-liberal dan kroni-kroninya, maka kehinaandan dosa akan ditimpakan kepada Anda.

Sambutlah seruan ini, wahai tentara Muslim yang gagah berani! [Fathiy Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy]

 

Catatan kaki:

1 Al-Hafidz Ibnu Hajar,Fath al-Bâri, 5/149.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*