Tensi politik Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya sedang memanas. Hal itu dipicu oleh ulah Gubernur DKI Jakarta, Ir. Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, yang telah secara sengaja melecehkan al-Quran saat kunjungan kerjanya di Kepulauan Seribu.
Tindakan gaduhnya ini sangat meresahkan. Dia mendapat reaksi keras dari seluruh elemen kaum Muslim se-Indonesia. Reaksi umat sangat massif melalui Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI). Mereka lalu menggelar Aksi Bela Islam (ABI). Langkah ABI I, II, dan III dan aksi-aksi di luar Ibukota Jakarta akhirnya mendapat respon Pemerintah. Akhirnya, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) menetapkan Ahok sebagai tersangka dan segera memprosesnya ke persidangan dalam kasus penodaan agama.
Namun sekarang ini, mengapa situasi dan kondisi tidak berpihak pada Islam? Padahal jumlah kaum Muslim tidaklah sedikit. Begitu pula dengan jumlah ulamanya. Berarti, banyaknya jumlah bukan berarti tanda kemenangan. Hal ini sudah terjadi sejak peradaban Islam runtuh, pada 23 Maret 1924. Sejak itulah kaum Muslim menjadi lemah, sementara serangan pemikiran Barat sekular begitu deras. Masuklah paham sekulerisme ke negeri-negeri Muslim. Padahal benteng kaum Muslim (Khilafah) telah tiada. Akibatnya, negeri-negeri Muslim pun kian terkoyak-koyak. Peran ulama mulai banyak diabaikan. Bahkan tragisnya, sebagian ulama berubah arah mengikuti arus pimikiran asing.
Para pengemban dakwah menjadi asing di tengah kaum Muslimin. Kebatilan menjadi al-haq dan al-haq menjadi batil. Orang yang bertauhid dan mengikuti sunnah terasing. Di sinilah letak kehebatan para penyesat dalam mengubah kebenaran hakikat agama.
Demokrasi-sekularisme telah mengantarkan kesuksesan orang-orang kafir berkuasa. Tampak pula keberpihakan penguasa kepada mereka. Sayang, musuh-musuh Islam menanggapi santai seolah tidak terjadi apa-apa. Kaum Muslim seolah tak berdaya. Penodaan agama yang dilakukan mereka sebenarnya sudah ada dari masa ke masa, namun sekarang ini lebih hebat serangannya. Lagi-lagi karena demokrasi. Pusaran kekuasaan sebagian sudah ada di tangan kaum kuffar.
Lalu bagaimana seharusnya saat ini kaum Muslim bertindak? Kita yakin, Allah Yang Maha Penyayang terhadap para hamba-Nya tidak akan membiarkan para pelaku dan penyebar kesesatan itu merusak Islam dan menyesatkan kaum Muslim secara menyeluruh. Allah SWT telah berjanji di dalam firman-Nya (yang artinya): Mereka berkeinginan memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya walau orang-orang kafir membencinya (TQS ash-Shaf [61]: 8)
Sekarang adalah momen yang tepat untuk kebangkitan kaum Muslim. Mari bersama-sama kita bergandeng tangan, menyatukan langkah dan persepsi demi terwujudnya Islam rahmatan lil ‘alamin. Caranya adalah dengan menegakkan syariah dan Khilafah, bukan yang lain. WalLâhua’lam. [Ahmadi Ahmada; Aktivis Dakwah Di Papua]