Prestasi penting pemerintahan Amerika sebelumnya di Suriah tercermin dalam penyerahan Aleppo kepada rezim bertepatan dengan makin dekatnya waktu lengsernya pemerintahan Amerika itu. Pemerintahan Amerika berjalan sesuai rencana yang akhirnya memberikan “buah” pada waktu yang tersisa dari pemerintahan itu.
Sekarang, setelah datangnya pemeritahan baru di bawah Trump pada 20 Januari 2017, apa kemungkinan politik Trump dalam membangun “buah” itu di Suriah? Apakah mungkin diprediksi sebagian garis besar politik internasional Trump terhadap Rusia, Cina dan Uni Eropa khususnya Inggris? Kemudian bagaimana kita menafsirkan eskalasi serangan keras Trump terhadap Islam dan kaum Muslim?
*****
Sebetulnya belum lama penobatan Trump sebagai presiden Amerika Serikat untuk bisa diketahui politiknya secara detil. Berbagai pernyataan kampanyenya juga tidak bisa memberikan gambaran penuh tentang politik implementatifnya. Namun demikian, sebagian pernyataan verbal dan riil yang keluar selama beberapa hari pemerintahannya bisa memberikan suatu pemikiran tentang politiknya sampai batas tertentu. Dengan berbagai pernyataan verbal dan riil itu, juga dengan politik Amerika yang dikelola oleh berbagai institusi yang tidak banyak terpengaruh oleh presiden melainkan menggunakan berbagai uslûb berbeda, maka dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
- Politik Trump dalam membangun “buah” pemerintahan Obama dalam krisis Suriah.
Benar, strategi pemerintahan AS sebelumnya telah mendatangkan “buah” untuk pemerintahan Obama menjelang berakhirnya pemerintahan itu. Ini jelas karena keberhasilan Turki dalam menekan faksi-faksi bersenjata. Turki memiliki banyak kunci oposisi Suriah selama tahun-tahun revolusi. Akan tetapi, banyak sebab yang menghalangi investasi Washington untuk kunci-kunci itu. Setelah pertemuan Presiden Amerika, Obama, dengan Presiden Turki, Erdogan, pada 1/4/2016 dan Erdogan memenuhi permintaan Amerika, Turki mulai memutar posisinya dari krisis Suriah dan memutar punggungnya ke Eropa (membalikkan badan terhadap Eropa) serta berdamai dengan Rusia. Hasilnya adalah apa yang dikenal sebagai “Perisai Eufrat” di Suriah 24/8/2016. Operasi ini ada di bawah tekanan sebagai titik tarik pertama untuk oposisi bersenjata yang loyal kepada Turki. Tujuannya adalah untuk menjauhkan faksi-faksi bersenjata itu dari memerangi pasukan Bashar di Aleppo dan lainnya. Berikutnya, berlanjutlah tekanan Turki secara lebih keras terhadap faksi-faksi itu saat faksi-faksi itu menemukan diri mereka ada di depan detik-detik kritis di mana mereka wajib membayar dukungan Turki terhadap faksi-faksi itu. Lalu faksi-faksi itu memenuhi instruksi Turki, menyerahkan Aleppo dan menarik diri dari Aleppo pada 14/12/2016.
Tekanan-tekanan Turki tidak berhenti terhadap faksi-faksi itu yang mendapati diri di depan dorongan Turki yang keras ke arah perundingan dengan penjahat Rusia di Ankara agar di ujungnya, faksi-faksi itu di Ankara, menandatangani penghentian tembak-menembak yang diumumkan oleh Presiden Rusia, Putin, dari Moskow pada 29/12/2016. Mulailah berlangsung persiapan-persiapan untuk Perundingan Astana, ibukota Kazakhstan 23/1/2017.
Munculnya aksi-aksi itu menunjukkan dengan jelas bahwa strategi Amerika telah mendatangkan buah. Amerika menemukan jalannya untuk menyelesaikan dilema faksi-faksi bersenjata yang selama bertahun-tahun hal itu menjadi halangan dan masalah di depan jalannya negosiasi. Setelah Amerika menemukan bahwa kunci-kunci berbagai faksi itu secara riil terakumulasi di genggaman Erdogan, dan Turki benar-benar tulus untuk merealisasi tujuan-tujuan Amerika terhadap faksi-faksi bersenjata itu, maka Turki menyempurnakan perannya terhadap faksi-faksi itu dari pendukung menjadi mediator, kemudian penekan dan yang menelantarkan, sampai menggiring faksi-faksi itu ke Astana di Kazakhstan. Turki terus memainkan peran ini, melayani Amerika, sebagai pengikut tulus sampai setelah pengumuman kemenangan presiden terpilih Trump pada 9/11/2016. Turki bahkan tidak berpikir tentang perubahan apapun yang mungkin setelah Trump menerima tampuk jabatannya pada 20/1/2017.
Pemerintahan Trump memetik “buah” yang ditanam oleh pemerintahan Obama di samping oposisi bersenjata di Suriah. Pemerintahan Trump yakin bahwa Turki dengan baik memegang situasi faksi-faksi bersenjata dan memiliki kunci-kunci perang dan damai. Ini sebagaimana meletusnya perang di antara kelompok-kelompok yang berpartisipasi di Astana dan faksi-faksi yang menolak yang diklasifikasikan oleh Amerika sebagai “teroris”, yang merupakan perkara yang diinginkan oleh Amerika. Pasalnya, hal itu akan melemahkan front yang menentang rezim dan membuat jalan di depan rezim lebih mudah dan gampang. Apalagi Turki akhirnya mengklasifikasikan faksi-faksi menjadi teroris dan non-teroris sampai sebagian faksi-faksi yang sebelumnya tidak diklasifikasikan sebagai teroris menjadi diklasifikasikan sebagai teroris setelah pertemuan Astana pada 23/1/2017. Berikutnya terjadilah perang di antara teroris dan non teroris sesuai klasifikasi itu!
Reuters, mengutip dari sumber di Departeman Luar Negeri Turki pada 26/1/2017, memberitakan bahwa Turki mengklasifikasikan Jabhah Fath asy-Syam “an-Nushrah” sebagai teroris. Padahal sebelum pertemuan Astana, Turki tidak mengklasifikasikan kelompok itu sebagai teroris. Berikutnya terjadilah perang internal antar faksi yang disebut teroris dan non-teroris. Ini menunjukkan “buah” yang dipetik oleh Amerika di Suriah disebabkan ketulusan Turki untuk melayani Amerika!
- Pendekatan Trump terhadap Rusia.
Pendekatan Trump itu adalah memikat dengan ucapan lembut, tetapi disertai dengan ancaman riil dan jelas agar Rusia menjalankan kepentingan-kepentingan Amerika. Rusia berjalan di belakang Amerika tanpa diberi kendali inisiatif yang efektif melalui dorongan Amerika dari balik tirai seperti yang dilakukan oleh Obama. Begitulah, Trump sama dengan Obama dalam tujuan, yakni melayani kepentingan-kepentingan Amerika, tetapi berbeda dalam uslub. Hal itu dengan menjadikan Rusia merasakan ucapan lembut dari Trump sehingga Rusia mendekat padanya. Pada waktu yang sama, Rusia merasakan bobot tekanan dari Trump sehingga Rusia menjalankan politik Trump, khususnya terhadap Cina. Dalam hal ini, Trump tidak hanya menurunkan peringkat Rusia dengan menjadikan Turki menggantikan Amerika dalam perundingan dengan Rusia tentang Suriah. Akan tetapi, Trump juga mengambil sikap-sikap berpengaruh yang mengguncang kepemimpinan Rusia. Indikasi-indikasi sikap itu telah terlihat dan terdengar! Kami menyebutkan sebagiannya:
Pertama: Mengingat bahwa Trump menampakkan kelenturan terhadap Rusia dalam kampanye Pemilu, Rusia menduga dengan menjadikan tanggal pertemuan Astana setelah penobatan Trump akan membuat Amerika menaikan peringkat Konferensi Astana itu dengan dihadiri oleh pejabat tinggi Amerika. Rusia menunggu dengan sangat gelisah Presiden Trump menerima tampuk jabatannya dengan harapan menteri luar negeri Trump akan hadir. Oleh karena itu Rusia berharap Konferensi Astana itu menjadi titik tolak untuk negosiasi damai yang menyeluruh antara oposisi Suriah dan pemerintahan Bashar dengan dukungan dari Trump. Hal itu ditegaskan oleh apa yang dikutip oleh BBC pada 30/12/2016 dari Lafrov, “Dari pihaknya Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lafrov mengatakan bahwa departemennya memulai persiapan untuk pertemuan guna menyelesaikan krisis Suriah di Astana Ibukota Kazakhstan.”
Hal itu hasil dari kebodohan politik Rusia tentang anggapan bahwa Trump mendukung Rusia! Begitulah, Rusia menyampaikan undangan kepada Washington untuk menghadiri koferensi. Rusia mengharapkan kehadiran delegasi tingkat tinggi. Namun, pukulanlah yang diterima Rusia karena Washington-Trump berpartisipasi dalam Perundigan Astana dengan mengirim duta besar Amerika di Astana sebagai pengamat! Begitulah, digelar Perundingan Astana pada 23/1/2017 dan berakhir pada 24/1/2017 tanpa ada hasil yang signifikan untuk menghentikan tembak-menembak, bahkan malah mengintensifkan tembak-menembak di Wadi Barada! Tentu saja tanpa solusi politik.
Begitulah, Perundingan Astana turun banyak dari tingkat yang diinginkan oleh Russia dan berakhir dengan kipas seputar lajur penghentian tembak menembak!
Kedua: Pukulan lainnya yang lebih besar adalah pengumuman Presiden Amerika Trump bahwa “akan benar-benar didirikan daerah aman di Suriah untuk melindungi orang-orang yang lari dari kekerasan di sana” (Reuters, 26/1/2017). Hal itu diumumkan tanpa bermusyawarah dengan Rusia. Respon Kremlin terhadap pernyataan-pernyataan Presiden Amerika, Donald Trump, yang menegaskan pentingnya didirikan daerah aman di Suriah, mengungkapkan tidak adanya koordinasi antara Gedung Putih dan Moskow seputar langkah tersebut. Kremlin menyeru Presiden Amerika untuk mengkaji apa yang dia sebut “dampak-dampak yang mungkin” untuk keputusan ini. Dmitry Peskov, Juru Bicara Presiden Rusia, pada Kamis ketika menjawab pertanyaan seputar adanya koordiasi di antara kedua pihak mengatakan, “Tidak. Partner-partner Amerika kami tidak bermusyawarah dengan kami. Itu merupakan keputusan mereka sendiri. Perkara pentingnya adalah agar hal itu tidak menyebabkan memburuknya kondisi para pengungsi. Tampak sungguh merupakan perkara yang terhormat dilakukan kajian semua dampak yang mungkin” (CNN arabic, 26/1/2017).
Amerika bertindak dengan tindakan ini dan yakin bahwa Rusia tidak mampu mengambil respon yang berpengaruh. Amerika telah menyempurnakan aksi pelibatan Rusia di Suriah. Keluarnya Rusia dari Suriah telah menjadi masalah yang sulit, dan mungkin menjadi mimpi di Kremlin. Rusia butuh Amerika untuk mengadakan jalan keluar untuknya!
Ketiga: Pengerdilan peran Russia di Suria. Politik Amerika di Suriah yang diumumkan oleh Trump tentang daerah aman tentu menghancurkan peran Rusia di Suriah dan mengancam prestasi “keagungan” untuk Rusia yang diraih melalui krisis Suriah! Di antara tanda-tanda pertama politik Trump untuk Rusia di Suriah bahwa Amerika meminta Rusia memerangi ISIS dalam bentuk yang mengancam akan membatasi peran Rusia dengan peran itu saja. Bahkan andai Rusia diberi peran, maka akan berupa peran marjinal yang mengikuti rencana-rencana Amerika. Pada waktu yang sama Amerika bersiap mengambil kendali inisiatif secara langsung tanpa perlu bersembunyi di balik sikap-sikap Rusia. Beberapa berita telah mengisyaratkan hal itu. Russia today pada 27/1/2017 telah mengutip, “Surat kabar New York Times menyebutkan bahwa Presiden Amerika Donald Trump akan meminta Pentagon menyiapkan rencana serangan yang lebih besar untuk memerangi ISIS di Suriah dan rencana lain seputar “daerah aman” dalam waktu tiga bulan. New York Times, mengutip dari para pejabat di pemerintahan, bahwa Trump akan menugasi Menteri Pertahanan untuk menyiapkan rencana kerja di Suriah. Mungkin rencana kerja itu mencakup penyebaran artileri Amerika di wilayah Suriah atau melancarkan serangan-serangan dengan menggunakan helikopter tempur Amerika untuk mendukung serangan darat terhadap benteng ISIS di Kota Raqqa. Para pejabat mengatakan bahwa Trump akan meminta Pentagon mengajukan rencana baru dalam waktu 30 hari. Di antara opsi yang mungkin, yang diisyaratkan oleh New York Times, adalah perluasan penggunaan pasukan operasi khusus Amerika dan penambahan jumlah tentara Amerika yang ditempatkan di Irak dan Suriah. Demikian juga dengan memberi Pentagon dan para komandan lapangan wewenang tambahan untuk mempercepat aktifitas pengambilan keputusan.”
Politik ini mengharuskan penyusutan peran Rusia di Suriah dan Perjanjian Amerika-Rusia yang baru tentang Suriah menjadi salah satu poin dari poin-poin internasional yang bisa disepakati dan dinegosiasikan, yang paling penting adalah Ukraina, dan melayani Amerika di sisi Cina. Yang menegaskan orientasi Amerika tentang Rusia ini adalah Presiden Trump tidak mempercepat penghapusan sanksi-sanksi dari Russia. “Presiden Amerika mengatakan bahwa terlalu dini membicarakan penghapusan sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap Russia” (Al-Jazeera.net, 28/1/2017).
Selain itu tidak ada penegasan perbaikan hubungan dengan Rusia. “Trump menegaskan bahwa perbaikan hubungan antara Amerika Serikat dari satu sisi serta Rusia dan Cina dari sisi lain akan menjadi langkah positif. Namun, presiden baru Amerika mengakui adanya kemungkinan bahwa hal itu tidak terjadi. Ia menyisyaratkan bahwa saat ini ia tidak tahu akan menjadi seperti apa hubungan Amerika dan Rusia, baik atau buruk, atau malah tidak terjadi sama sekali.” (Russia today, 27/1/2017).
[Sumber: 8 Jumadul Ula 1438 H/5 Februari 2017 M/ http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/42013.html#sthash.f2tHDgHK.dpuf]