Operasi Militer Pertama Trump di Yaman, Tembaki Perempuan dan Anak-anak
Berdalih sebagai polisi dunia, pada kenyataannya operasi militer pertama Presiden Amerika Donald Trump di Yaman menembaki perempuan dan anak-anak. “Amerika mendaratkan tentaranya di Yaman dan membantai, sementara mereka yang bertikai hanya menonton bahkan berkoordinasi dengan Amerika!” tulis pernyataan pers Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Yaman, Januari lalu.
Sabtu, 28 Januari 2017, sumber-sumber lokal mengatakan kepada Yaman Monitor bahwa para militan kesukuan yang dicurigai terkait dengan al-Qaeda menembak jatuh sebuah pesawat perang AS di Distrik Qifah Rada’ Provinsi al-Bayda, bertepatan dengan operasi pasukan AS yang tengah melakukan pendaratan udara di provinsi yang sama.
Sumber-sumber tersebut menambahkan, puluhan tewas dan terluka, termasuk perempuan dan anak-anak yang menjadi korban akibat operasi pendaratan udara pasukan AS, juga sejumlah tetua suku yang dituduh oleh Washington memilik hubungan dengan al-Qaeda yaitu Abdul Rauf al-Dzahab, Sultan al-Dzahab dan Saif al-Jufi.
The New York Times mengatakan, “Serangan terhadap markas ‘al-Qaeda’ di al-Bayda adalah operasi darat pertama yang ditandatangani oleh Presiden AS Trump.”
Seperti dilaporkan oleh sejumlah situs jejaring sosial yang dekat dengan elemen al-Qaeda di Yaman, sebuah pernyataan dari al-Qaeda menjelaskan secara rinci operasi pendaratan militer di Distrik Yakla, Provinsi al-Beyda di pusat Yaman.
Menurut pernyataan al-Qaeda, yang mengklaim mendapat informasi dari korespondennya di wilayah tersebut, pendaratan Amerika pada hari Ahad yang menargetkan sebuah desa di wilayah itu, telah menewaskan puluhan, yang sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan.
Sejumlah situs mempublikasikan pernyataan bahwa pesawat-pesawat Amerika telah ada di udara sejak pukul sembilan malam. Namun, operasi dimulai pada pukul dua pagi, pada hari Ahad, ketika empat pesawat Apache melancarkan serangannya dengan 16 roket yang menargetkan tiga rumah di desa. Serangan itu diikuti pendaratan tentara Amerika dan memicu bentrokan yang berlangsung selama dua jam. Akibatnya, sejumlah tentara Amerika tewas atau terluka.
Pernyataan itu menambahkan, “Tentara AS menembaki kaum perempuan dan anak-anak. Akibatnya, sejumlah besar dari mereka terbunuh dalam aksi kejahatan keji dan pembantaian mengerikan.”
Koresponden al-Qaeda menutup laporannya dengan mengatakan, “Jumlah korban tewas dari warga desa itu hampir tiga puluhan wanita, anak-anak dan laki-laki.”
Kejahatan Amerika ini dilakukan di Yaman dengan dalih memerangi apa yang disebut terorisme, sementara pihak-pihak politik yang bergulat dan bertarung untuk melayani Anglo-Amerika, telah menghancurkan negeri dan rakyat. Yang menyedihkan bahwa masing-masing pihak mengklaim berjuang untuk kedaulatan negara.
“Ya, itulah klaim kedaulatan yang dicampakkan oleh keangkuhan dan kesombongan Amerika. Padahal masing-masing pihak yang bergulat di Yaman menyadari betul kejahatan sebelum hal itu terjadi. Bahkan Amerika berkoordinasi dengan mereka. Lalu mereka membantu dalam kejahatannya itu, baik pihak Houthi yang menyanyikan kematian untuk Amerika dan sekutunya, Ali Saleh, atau pihak Hadi didukung oleh negara-negara sekutu, yang mengontrol suasana di Yaman,” tulis rilis tersebut.
Yang jelas, lanjut rilis, masing-masing pihak bersekongkol melawan Yaman dan rakyatnya. Mereka bergulat hanya untuk kekuasaan tanpa memperhatikan negara dan kedaulatannya. Sekiranya mereka punya niat baik, niscaya mereka akan menghentikan saling menyerang satu sama lain, lalu sama-sama mengarahkan senjata terhadap musuh yang nyata, yang telah menyerang mereka di dalam negerinya sendiri!
Para Pemimpin Berlomba untuk Berkuasa, Sementara Rakyat Mati Karena Kelaparan
Hizbut Tahrir Kenya menyampaikan simpati yang mendalam bagi jutaan warga Kenya yang menghadapi kelaparan. Menyaksikan gambar-gambar yang menunjukkan anak-anak yang sangat kelaparan melihat ibu-ibu mereka sambil menangis meminta makanan. Banyak orangtua yang sangat lemah tidak mampu berdiri sehingga harus tidur dengan perut kosong.
“Sayangnya, perpecahan politik hanya memberikan pernyataan-pernyataan kosong saat mereka terus berlomba untuk mendapatkan suara di seluruh negeri untuk Pemilu bulan Agustus!” ujar Perwakilan Media Hizbut Tahrir Kenya Shabani Mwalimu seperti diberitakan hizbut-tahrir.or.id, Senin, 6 Februari 2017.
Shabani Mwalimu menyatakan bahwa situasi ini bukan semata-mata disebabkan oleh kekeringan seperti yang diklaim oleh Pemerintah, melainkan disebabkan oleh kelalaian Pemerintah yang tidak bertanggung jawab dalam menjaga urusan warga negaranya sendiri. Para ahli cuaca di negara itu memperingatkan situasi ini sebelumnya, tetapi para pemimpin mengabaikan peringatan tersebut.
Kenya memiliki sumberdaya yang luas termasuk mineral, sungai-sungai, lahan-lahan yang luas dan subur dan lain-lain. Namun, karena kebijakan ekonomi kapitalis yang korup, sumber-sumber kekayaan itu digunakan hanya oleh elit-elit perusahaan yang menguntungkan diri mereka sendiri, sementara rakyat tidak mendapatkan apa-apa!
Pemerintah yang bertanggung jawab serius dalam memberantas kelaparan seharusnya berinvestasi di sektor pertanian, bukan mengimpor makanan atau bergantung pada bantuan asing. Selain itu rezim yang efektif akan membelikan pupuk bagi para petani, memberikan subsidi uang bagi mereka untuk mempersiapkan pertanian mereka dan mengatur skema irigasi yang akan menjamin keamanan pangan sehingga dapat memberantas kelaparan.
Sayangnya, hal ini tidak dilakukan oleh rezim kapitalis. Para politisinya memonopoli bisnis dengan mengimpor jagung. Mereka menggunakan kelaparan sebagai alat untuk menumpuk keuntungan besar impor makanan pokok!
“Kami mendesak semua Muslim maupun non-Muslim yang kaya untuk melipatgandakan upaya mereka dalam membantu para korban kelaparan,” ujar Shabani Mwalimu.
HT Kenya juga ingin mengingatkan masyarakat untuk berdiri dan secara terbuka mengungkapkan kejahatan para politisi kapitalis di dalam maupun di luar pemerintah yang hanya bekerja untuk mendapatkan kekuasaan untuk mengisi perut mereka.
“Kami percaya bahwa ideologi Islam yang sepenuhnya diterapkan dalam sistem Khilafah akan memungkinkan para pemimpin untuk mengatur sumberdaya alam yang kaya dan berlimpah yang tersedia di satu wilayah ke wilayah yang miskin dan kehabisan sumber daya,” tegasya.
Inilah yang pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab (ra.) pada masa Kekhilafahanya. Ia menulis surat kepada para gubernur di Mesir, Suriah, Palestina dan Irak untuk meminta bantuan mereka. Surat itu mereka tanggapi dengan mengirim sejumlah kkafilah yang sarat dengan makanan dan pasokan makanan ke Saudi sehingga ratusan orang bisa diselamatkan dari kelaparan.