Judul di atas merupakan kutipan pernyataan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dikutip dari sinopsis buku biografi beliau. Kita ketahui bagaimana beragam tuduhan negatif senantiasa beliau terima sejak beliau mendirikan Hizbut Tahrir. Hukuman penjara dan siksaan fisik dari rezim yang berkuasa pun sudah menjadi ancaman langganan di depan mata. Semua karena satu hal yaitu: keistiqamahan beliau memperjuangkan dan menyuarakan penegakkan Khilafah hingga akhir hayatnya.
Khilafah adalah ide yang ditakuti kaum kafir penjajah. Tidak aneh, tangan mereka jugalah yang meruntuhkan Khilafah pada tahun 1924. Oleh para penjajah, Khilafah betul-betul dihapuskan dari memori umat Islam. Memori umat tak pernah kenal sama sekali bahwa Islam punya sistem pemerintahan. Parahnya lagi, upaya sekularisasi telah menjaga agar hilangnya memori Khilafah ini juga terjadi turun-temurun. Akibatnya, umat merasa utopis saat ada segolongan kelompok dakwah yang memperjuangkan Khilafah.
Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) memang tak akan pernah memberi ruang untuk ide khilafah. Sekularisme dengan sistem demokrasi sebagai pilarnya masih terjaga hingga umat ini nantinya tersadar untuk berbalik arah mendukung penegakan Khilafah. Wajar jika kini ide dan opini Khilafah masih dipojokkan dalam ranah fundamental dan radikal. Khilafah bagai ide asing, bahkan bagai monster, karena begitu kuatnya keterjebakan umat dalam penatnya sekularisme. Para pengemban ide khilafah pun menjadi kalangan yang terasing. Namun yakinlah, berita gembira telah Rasulullah saw. kabarkan, “Islam muncul pertama kali dalam keadaan terasing dan akan kembali terasing sebagaimana mulainya. Karena itu berbahagialah orang-orang yang terasing tersebut.” (HR Muslim).
Pasca agenda massal dan kolosal Aksi Bela Islam, pun belum membuat ide Khilafah memasyarakat seutuhnya. Sebenarnya realita ini membuktikan bahwa perjuangan Khilafah memang harus dengan pemikiran, bukan sekadar perasaan sebagai kaum Muslim. Belum lagi keraguan di kalangan umat tentang “kapan Khilafah tegak?”. Padahal Khilafah sudah sekian tahun runtuh dan sudah sekian tahun pula diperjuangkan.
Tapi mungkin umat masih lupa, seorang pengemban ideologi itu tidak menangis (baca: cengeng). Menegakkan Khilafah memang bukan dengan tangisan. Menegakkan Khilafah harus dengan pemikiran jernih yang mampu menembus sanubari dalam tahapan dakwah sesuai dengan manhaj dakwah Rasulullah saw., dibarengi dengan keyakinan terhadap bisyârah Rasulullah saw.: “…Kemudian akan ada Khilafah di atas manhaj kenabian.” (HR Ahmad).
Sungguh, tegaknya Khilafah adalah janji Allah SWT, dan penegak Khilafah adalah sang pemain, bukan penonton. WalLâhu a’lam. [Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si; Ibu Rumah Tangga, tinggal di Kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur]